Home Berita Aruka itu Bernama Thalassemia, sebuah Upaya Menggapai Kesetaraan
BeritaNews

Aruka itu Bernama Thalassemia, sebuah Upaya Menggapai Kesetaraan

Share
Para penyandang thalassemia sedang melakukan transfusi darah di Sentra Thalassemia Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Kamis (08/05/2025). Poto : YDUA for Digdata.id
Para penyandang thalassemia sedang melakukan transfusi darah di Sentra Thalassemia Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Kamis (08/05/2025). Poto : YDUA for Digdata.id
Share

Mereka yang senasib denganku Mereka yang diam-diam menggenggam luka bernama talasemia Mereka yang tetap percaya pada secuil harapan dan kasih yang tersisa…

*****

Surya Rizky (27) baru saja selesai membacakan puisinya yang berjudul Trilogi Aruka, dan diikuti oleh sesunggukan para tamu yang hadir, disebuah gala peringatan Hari Thalassemia se-dunia, yang dilangsungkan pada Selasa 13 Mei 2025 di Banda Aceh. Namun sesungguhnya peringatan ini  jatuh pada tanggal 8 Mei setiap tahunnya.

Rizky sudah menyelesaikan puisinya beberapa bulan lalu, namun karena trilogy, bagian ketiga puisi baru saja diselesaikannya saat ia didapuk untuk membaca pusi pada acara family gathering tersebut.

“Saya tak sanggup menyelesaikan, terlalu berat, namun hari ini saya bertekad harus menyelesaikannya, ini memang gugatan hati saya, tapi akhirnya saya harus meubah mindset saya, saya harus berdamai, dan memandang diri saya sebaliknya, bukan melihat saya yang beda tapi saya yang sama dengan orang lain,” ujar Rizky, seorang penyandang Thalassemia dan lihai menulis puisi.

Rizky adalah satu dari ratusan, mungkin bahkan ribuan penyandang thalassemia di Aceh. Thalassemia merupakan penyakit turunan, di mana tubuh seseorang tidak memiliki kemampuan membentuk atau memproduksi hemoglobin (hb) darah, sehingga kondisi Hb penyandang thalassemia selalu turun dalam jangka waktu tertentu. Jika HB sudah di bawah angka 8, penderita diwajibkan transfusi darah, agar bisa beraktivitas.

Penulisan puisi ini, sebut Rizky juga berdasarkan pengalamannya yang selalu dihindari bahkan dirundung oleh orang lain. “Mendapat rundungan dan bahkan dijauhi tidak hanya dilingkungan rumah dan sosial di kampung, tapi juga di lembaga pendidikan, bahkan perlakuan tidak setara juga dialaminya saat saya mencoba terjun ke dunia kerja,” ujar lulusan Jurusan Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini.

Surya Rizky, Penyandang Thalassemia di Aceh. Poto; Dara El Achee, Digdata.id
Surya Rizky, Penyandang Thalassemia di Aceh. Poto; Dara El Achee, Digdata.id

Pengalaman yang sama juga dialami oleh Laina (37) seorang ibu rumah tangga dengan 2 anak penyandang Thalassemia, warga Kabupaten Aceh Barat. Dianggap menderita penyakit menular, Laina diperintahkan warga kampung untuk pindah rumah ke pinggiran kampung yang berbatasan langsung dengan hutan, menjauh dari permukiman warga, bahkan Laina pernah diminta untuk membakar rumah tempat tinggal mereka, agar penyakit tak menular ke warga kampung lainnya.

“Itu pengalaman kami, hingga akhirnya kami mendapat pemahaman tentang thalassemia, dan kemudian melakukan pengobatan ke rumah sakit, dan alhamdulillah anak-anak bisa sekolah dengan baik, meski sebelumnya juga mendapat perlakuan tidak baik dari warga dan murid-murid disekolahnya,” ujar Laina.

Dua anak Laina adalah Darmiati (17) dan Mauliadi (14). Laina memiliki empat orang anak, dua anak lainnya tak menderita Thalassemia, namun Laina juga tak mengetahui apakah dua anaknya itu penyandang carier thalassemia atau tidak. “Saya belum periksa atau skrining, namun sejauh ini mereka baik-baik saja, tak terlihat pucat dan tak lemas,” ujar laina.

Banyak orangtua tak mau melakukan skrining, dengan alasan tak melihat tanda kuning atau pucat pada wajah dan tubuh anaknya. “Biaya skrining mahal, tak ada dana cukup untuk itu, belum lagi setiap bulan kami harus ke Banda Aceh untuk transfusi, membutuhkan biaya transportasi yang besar, lebih dari limaratus ribu rupiah,” jelas Laina.

Nurjannah Husien, Founder Yayasan Darah untuk Aceh (YDUA). Poto : Digdata.id
Nurjannah Husien, Founder Yayasan Darah untuk Aceh (YDUA). Poto : Digdata.id

Founder Yayasan Darah untukAceh, Nurjannah Husien, mengatakan, hingga tahun2025, Aceh masih menduduki peringkat tertinggi penyandang carier thalassemia di Indonesia. “Kondisi ini tentunya memiriskan, dimana disisi lainnya kita akan menghadapi pertumbuhan generasi emas Indonesia, namun jika banyak generasi muda yang menjadi penyandang thalassemia, tidak mendapat perhatian yang baik, maka bisa dipastikan Aceh akan kehilangan banyak generasi muda pada duapuluh tahun mendatang,” ujar Nurjannah Husien, saat memberi sambutan pada acara Family Gathering Thalasemia Aceh, Selasa malam, (13/05/2025).

Pekerjaan rumah penting saat ini, sebut Nurjannah, adalah bagaimana pemerintah Aceh bisa membuat regulasi dimana para penyandang thalassemia ini bisa ikut berkompetisi dalam mendapat lapangan kerja tanpa harus menyertakan surat keterangan kesehatan, dimana mereka selalu terkalahkan pada persyaratan surat keterangan tersebut.

“Seperti tema peringatan tahun ini yaitu menyatukan komunitas, memprioritaskan pasien, tema ini adalah isyarat bagaimana kita harus mendampingi mereka untuk meningkatkan kualitas hidup secara fisik dan mental, sehingga para penyandang bisa beraktifitas seperti oranglain pada umumnya, termasuk mendapat akses pendidikan dan pekerjaan,” ujarnya.

Banyak penyandang thalassemia kini memiliki kualitas pendidikan yang baik, memiliki predikat strata1 dengan peringkat kelulusan sangat baik, tapi susah mendapat lapangan kerja, dan ini harus diatasi dengan bijak.

“Kabar baiknya tahun ini ada thaller yang berhasil lulus sebagai pegawai PPPK dan CPNS, meski Cuma dua orang, dan ini sebuah perkembangan baik, dan semoga kedepannya banyak lagi thaller yang mendapatkan hal yang sama atau bahkan lebih,” katanya.

Kepala Instalasi Sentra Thalassemia dan Hemofili Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA), dr Heru Noviat Herdata, Sp.A, menyebutkan ada 500-an penyandang thalassemia yang kini melakukan pengobatan dengan melakukan transfusi di RSUDZA Banda Aceh.  “Selain mengkonsumsi obat rutin mereka juga harus melakukan transfusi darah, dan mereka ini tidak sakit, hanya saja tidak memiliki kemampuan memperbaharui sel darah merahnya, mereka bisa beraktifitas sama dengan anak-anak normal lainnya,” jelas dr Heru.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 Aceh merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi di Indonesia dengan angka 13,4%. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada awal tahun 2024 merilis penyintas thalassemia di Aceh sejumlah 673 orang.  Diperkirakan lebih dari 1000 penyintas thalassemia di Aceh sekarang baik yang sudah menggunakan fasilitas BPJS untuk transfusi maupun yang belum mengakses layanan kesehatan. Seperti fenomena bola salju,  angka tersebut bertambah terus dari waktu ke waktu,

Penyebaran thalassemia itu diakibatkan oleh perkawinan antara sesama pembawa sifat thalassemia, hampir seluruh masyarakat kurang pengetahuan tentang thalassemia sehingga tidak memeriksakan diri (skrining thalassemia) sebelum menikah. Belum ada campur tangan dari pemerintah juga untuk skrining thalassemia baik dari keluarga yang sudah terdiagnosa maupun masyarakat umum, sehingga penambahan thalassemia di Aceh belum bisa direduksi.

“ Melakukan skrining itu penting, untuk memutuskan penyebaran thalassemia yang gen nya diturunkan dari orangtua, jika seseorang terdeteksi sebagai pembawa sifat, maka menikahlah dengan seseorang yang tidak membawa sifat, sehingga penurunan gen bisa diminimalisir,” ujar dr Heru.

Tapi sayang, sekarang pemerintah belum memasukkan skrining thalassemia, pada program pemeriksaan bagi calon pengantin. “Berharap program ini segera ada,” katanya.

seminar bertajuk “Mengenal thalassemia di Indonesia” yang digelar oleh Lembaga Laboratorim pemeriksaan Kesehatan prodia Banda Aceh, Sabtu (9/9/2023).

Menutup sesi membaca puisi nya, Surya Rizky mengingatkan, bahwa kini para penyandang thalassemia jangan lagi memiliki pemahaman bagaimana orang memandang mereka, “ tapi yang paling penting adalah bagaimana thaller memandang dirinya sendiri,  sehingga tercipta pemikiran positif yang bisa memotivasi diri agar bisa memiliki kualitas yang sama dengan orang lain yang tidak menyandang thalassemia, tutup Rizky tersenyum. (Yan)

*****

…Jangan jauhi mereka jangan padamkan asa yang mulai nyala jangan biarkan mereka tengelam dalam luka yang kian menganga. Temanilah perjuangan mereka Bantulah mereka menjejak cahaya…

Share
Related Articles
Jemaah calon haji asal Aceh menerima dana wakaf Baitul Asyi SAR2000 per orang. Poto : Dok Humas Haji Aceh
BeritaHeadlineNews

Jemaah Haji Aceh Terima Dana Wakaf Baitul Asyi

Jemaah haji asal Aceh yang sudah sudah berada di Makkah, Arab Saudi...

BeritaHeadline

Konflik Lahan di Seubeubok Pusaka, Abu Heri Tagih Sikap Tegas Bupati

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), T. Heri Suhadi atau yang akrab...

Warga Teupun Tinggi, Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan, masih bertahan dilokasi PT ASN, menuntut kejelasan lahan plasma desa, Minggu (18/05/2025). Poto : Dok Warga.
BeritaHeadlineNews

Warga Teupin Tinggi Masih Duduki Perkebunan Sawit PT ASN, Minta Perjelas Plasma

Ratusan warga Gampong Teupin Tinggi, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan masih...

BeritaUncategorized

Warga Tepintinggi Bermalam di Lahan Sengketa PT ASN

Demi menuntut kejelasan akan lahan plasma yang selama ini dikuasai oleh PT...