Belajar dari Kasus Polio A di Mane

Pasangan Azhar dan Rahmi tak pernah menyangka, demam panas yang diderita anaknya A (7), berbuntut panjang.  A divonis terserang virus polio tipe dua, penyakit yang menyerang tungkai dan syaraf kaki yang bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Meski kondisi A sudah jauh membaik dari sebelumnya, namun A masih terus dalam prosese pengobatan lanjutan dan pengawasan tim medis.

Berawal dari demam panas, kemudian A dibawa ke puskesmas untuk diobati. Petugas kesehatan mencurigai A memiliki ciri terserang virus polio. Dengan cepat sample darah dan feses A pun diperiksa ke Laboratorium Sr Oemjati Jakarta, dan hasilnya positif Polio tipe 2.

Dinas Kesehatan Aceh menyebutkan Polio yang ditemukan di Desa Mane, Kecamatan Mane Kabupaten Pidie merupakan kasus Polio Tipe Dua pertama yang ditemukan di Indonesia.

“Dua hal bisa dipastikan sebagai penyebab virus bersarang, yakni tidak adanya imunisasi dan tidak adanya higienitas di lingkungan tempat tinggal,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Hanif.

Azhar, mengakui kalau putera ketiganya ini tidak pernah mendapatkan imunisasi. Alasannya karena sang anak sering menderita demam, sehingga mereka enggan melakukan imunisasi. “Apalagi kalau disuntik itu kan nanti anak kita bisa jadi sakit, jadi banyak juga orang bilang tidak usah diimunisasi,” Aku Azhar.

Keengganan melakukan imunisasi karena hoaks dan informasi yang salah, menjadi alasan utama banyak warga di Aceh terutama dipedesaan yang jaraknya jauh dari pusat kota kecamatan, untuk tidak mau melakukan imunisasi.

Data Dinas Kesehatan Aceh

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh, cakupan imunisasi polio setiap tahun terus menurun. Rendahnya imunisasi diduga membuat virus muncul khususnya di pedalaman Aceh.

Ini terlihat di Pidie dalam tiga tahun terakhir. Misalnya pada 2020 imunisasi jenis OPV4 hanya 19 persen dan IPV 0,3 persen. Pada 2021, OPV4 sebesar 17,7 persen dan IPV 0,5 persen. Adapun pada 2022, OPV4 hanya 17,7 persen dan IPV 0,1 persen.

Imunisasi OPV4 menggunakan virus polio yang dilemahkan, sedangkan IPV adalah virus polio yang dimatikan. OPV diberikan secara ditetes ke mulut, sedangkan IPV secara injeksi atau suntik.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Hanf, juga mengakui bahwa tenaga kesehatan tidak bisa bekerja sendiri untuk memberi edukasi dan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya imunisasi. “Perlu dukungan semua pihak, termasuk lintas sektor, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, kader, hingga komunitas sekolah, agar semua memahami pentingnya imunisasi untuk mengatasi penyakit yang bisa diatasi dengan imunisasi,” ujarnya.

Hanif juga mengingatkanbahwa daerah pegunungan memang rentan dengan masalah higienitas atau kebersihan. “Air bening yang mengalir dan sungai yang mudah ditemui, membuat warga sedikit terlena dengan kebutuhan sarana kebersihan dirumah seperti jamban, dan perilaku Buang Air Besar (BAB) sembarangan masih sering ditemui,” katanya.

Dia mengimbau semua pihak meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mempromosikan imunisasi anak serta menjaga kebersihan diri, dan lingkungan, termasuk buang air besar (BAB) di jamban dan rutin mencuci tangan pakai sabun.

Desa Mane merupakan satu desa yang berada dipinggir pegunungan Mane. Sekretaris Desa Mane, M Nasir menyebutkan ada 1400 kepala keluarga Menghuni Desa Mane, tapi hanya 500-an rumah yang memiliki jamban keluarga. “Selebihnya ya masih menggunakan sungai atau kebun untuk BAB,” jelas Nasir. (Yan)

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.