Meski didapuk sebagai Kepala Desa, di Gampong Gunong, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan raya, namun Said Bukhari juga melakukan pekerjaan lain. Hari-hari dia sibuk menggali dan mendulang pasir demi mendapatkan bulir bulir emas. Bahkan ia memiliki sebuah lokasi yang disebutnya tempat penambangan emas, tepatnya di perbukitan sekitar Gampong Pante Ara, Kecamatan Beutong.
Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Said Bukhari justru menghabiskan nafas terakhirnya di lokasi penambangan emas ilegal milik nya, dengan memilukan..
Hari itu, hujan mengguyur dengan lebat, Said Bukhari dan lima rekannya berada di lokasi penggalian, tanah yang mudah ambrol akibat hujan lalu longsor, menimpa Said Bukhari. Sedangkan lima rekannya berhasil selamat dari Longsoran.
Kabar tertimbunnya Said Bukari, menghentak keluarga dan warga Gampong Gunong, Kecamatan Beutong.
Setalah melaporkan insiden ini, aparat keamanan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagan Raya dan Petugas Pencarian dan Penyelamatan (SAR) langsung mendatangi lokasi dan melakukan upaya pencarian. Tapi cuaca yang buruk menjadi kendala upaya pencarian.
Setelah melakukan pencarian selama enam hari, akhirnya petugas dan warga menemukan jasad Said Bukhari tak jauh dari lokasi dia tertimbun, pada Senin (13/02/2023)
Korban langsung dievakuasi ke rumah duka dengan mobil ambulans untuk segera dilakukan fardhu kifayah.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Madinur, membenarkan bahwa banyak lokasi tambang liar yang dilakoni rakyat ada di Aceh, terutama sumber daya alam emas.
“ Kenapa disebut illegal karena memang tak punya izin, padahal mudah mengurus izin, tapi juga tidak dimudah mudahkan juga,” sebut Mahdinur.
Mahdinur berkilah bahwa akifitas penambangan illegal tak serta merta bisa ditangani oleh pemerintah, melainkan mencapai ranah pidana. “Dan ini tentunya harus ditangani oleh para penegak hukum,” ujarnya.
Pemerintah bisa mengingatkan kepada kabupaten/kota bahwa ada lahan yang tidak dibenarkan dilakukan akifitas penambangan dan harus diberi pemahaman. “Sosialisasi seperi ini saja yang bisa kita lakukan, kita beri pemahaman kepada warga bawa tindakan mereka memiliki konsekuensi hukum dan bencana, dan mereka bekerja pastinya ada yang mendukung, seperti para pemodal dan cukong, dan pemodal serta cukong ini yang belum terselesaikan,” urai Mahdinur.
Mahdinur melakukan perjalanan udara bersama tim reskrimsus Polda Aceh untuk memantau titik wilayah yang berpotensi menimbulkan aktifitas penambangan secara illegal.
“ Dari pantauan udara di atas Kabupaten Aceh jaya dan Aceh Barat, memang banyak terlihat akifitas penambangan illegal dan kerusakan daerah yang ada penambangan illegalnya, dan hasil pantauan ini akan dikoordinasikan unuk mengatasi akifitas penambangan illegal ini,” katanya.
Selain keduanya, turut pula Junaidi, mewakili Kadis LHK dan Kepala BPHL Wilayah I Mahyudin. Mereka mengecek titik-titik yang berpotensi terjadinya tindak pidana Minerba melalui udara atau airview di wilayah barat, yang meliputi Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat, pada Selasa, 14 Februari 2023.
Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Winardy mengatakan, dalam pengecekan tersebut, dari udara Kabupaten Aceh Jaya, tepatnya di Lamno ditemukan satu titik illegal logging. Kemudian di Aceh Barat, tepatnya di wilayah Sungai Mas juga ditemukan beberapa lokasi pertambangan tanpa izin atau illegal mining.
“Atas temuan itu, Polda Aceh berkomitmen melakukan penegakan hukum serta memberikan edukasi di wilayah pertambangan tanpa izin tersebut,” ujar Winardy, dalam keterangannya usai memantau lokasi tambang ilegal, Selasa, 14 Februari 2023, lalu.
Sebelum melakukan tinjau udara, Ditreskrimsus Polda Aceh, Kombes Winardy, mengatakan institusinya akan terus berkomitmen melakukan berbagai upaya penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal di hutan Aceh.
Komitmen itu sesuai dengan arahan Presiden dan Kapolri. “Saat ini masih kita lakukan mapping (pemetaan), ada beberapa yang kita temukan di lapangan, kita tindak, sampai sudah ada beberapa kasus yang kita sidik,” kata Winardy.
Winardy menuturkan, sejumlah tambang ilegal di kawasan hutan Aceh merupakan sumber nafkah masyarakat. Sebab itu, pihaknya bakal melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi terkait penanganan aktivitas ilegal tersebut.
Aceh memiliki 28 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas area mencapai 62.112 ha, tersebar di Tujuh kabupaten, yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan, dan Aceh Tengah. Dari 7 daerah tersebut, Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Tengah merupakan daerah dengan area IUP terluas di Aceh.
Pertambangan emas ilegal tersebar di tujuh kabupaten, dengan luas areal mencapai 2.226,87 ha, melibatkan 5.677 tenaga kerja yang tersebar di 806 titik galian atau titik pengambilan emas ilegal di Aceh.
Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin menyayangkan jika pantauan tambang hanya dilakukan lewat udara dengan menggunakan Helikopter.
“Pantauan tambang lewat udara sangat tidak efektif, karena biaya nya sangat besar namun hasilnya tidak seberapa. Padahal jika ditanyakan ke teman-teman WALHI pasti akan diberitahu lokasi tambangnya,” ujar Ahmad Shalihin
Banyak tambang-tambang ilegal dan legal bermunculan di Aceh, yang di kelola secara mandiri oleh rakyat dan sebahagian oleh perusahaan. Namun bukan hanya keberadaan tambang saja yang jadi kekhawatiran WALHI Aceh, tetapi juga kebijakan-kebijakan perizinan tambang yang muncul di akhir masa jabatan kepala daerah. jelas direktur WALHI Ahmad Solihin, saat diwawancara di Kantor WALHI, akhir Februari lalu.
“Dulu di Nagan Raya, ada PT IMM, izin tambang bagi PT. IMM di akhir masa jabatan Bupati waktu itu, di Aceh Tengah ada PT Linge Mineral Resort dengan PT.Nanggroe resort juga muncul diakhir masa jabatan Bupati waktu itu. Hal yang serupa juga terjadi di akhir masa jabatan gubernur Aceh Nova Iriansyah, ada 15 izin tambang baru muncul di Aceh,” ungkap Direktur WALHI Aceh.
Pelaku-pelaku seperti itu sebenarnya yang dikhawatirkan WALHI apa lagi mendekati tahun politik. Pihaknya memprediksi izin tambang akan terus bertambah. Sudah menjadi rahasia umum untuk mengeluarkan ijin harus menguras kocek yang dalam. “Istilahnya tidak ada makan siang gratis”, katanya.
Kepala Dinas ESDM, Mahdinur, mengatakan, nantinya juga akan mendorong masyarakat atau kelompok masyarakat untuk membuat Koperasi atau BUMG untuk mengajukan perizinan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Di samping itu, Pemerintah Daerah juga berupaya agar pertambangan tanpa izin mendapat payung hukum. Nantinya, Pemda akan berkoordinasi dengan legeslatif sampai ke Pemerintah Pusat agar adanya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Namun, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, kita harus melihat lokasi tambangnya dimana, apakah sesuai dengan aturan yang ada, nah, kebanyakan sekarang ini banyak tambang, terutama tambang emas, setelah diverifikasi, berada di lokasi hutan lindung, ini tidak mungkin bisa diberi izin, jadi memang banyak pertimbangan, dan kita juga tidak bisa melarang warga mencari nafkah walau sedikit, karena itu saja peluang yang ada,” urai Mahdinur.
Anggota DPR RI asal Aceh, Nasir Djamil, dalam sebuah diskusi mengungkap mafia pertambangan illegal, awal Maret 2023 lalu di Banda Aceh, menyebutkan setiap tambang illegal selalu dibekingi seorang cukong dengan kekuatan yang besar. “tapi kenapa belum ada seorang cukong pun yang diciduk aparat keamanan, ini juga perlu dipertanyakan,” sebut Nasir.
Mulai adanya wacana perbaikan tambang Rakyat dan perbaikan lingkungan yang akan dilakukan Pemerintah Aceh, Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan bahwa kepentingan perbaikan terhadap lingkungan tidak hanya dilihat pada instrumen lingkungan yang akan diberikan nantinya.
Tetapi juga menjadi kewajiban bagi Pemerintah Aceh dan pelaku tambang untuk memperbaiki dan mengganti rugi kerugian lingkungan yang telah dan sedang terjadi saat ini. ” kata Ahmad Shalihin.
Kata Salihin, saat ini pihaknya mencatat ada enam pertambangan emas ilegal mencakup Pidie, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Selatan yang sampai saat ini penggunaan hutan dan lahan untuk kegiatan ilegal tersebut sudah melebihi 432 hektare, dengan total pekerja lebih 6000 orang.
Salihin berharap upaya perbaikan tambang rakyat yang hendak direncanakan oleh Pj Gubernur Aceh harus mengikuti ketentuan hukum. Sehingga, tidak hanya menjadi wacana semata yang justru akan menjadi polemik baru di tengah banyak persoalan lingkungan yang belum mampu diselesaikan.
“Karena upaya pelegalan tambang rakyat tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada tahapan yang harus dilalui sesuai kewenangan,” katanya.
“Rencana membuat “ayah angkat” dengan memasukan perusahaan atau BUMD pada lokasi tambang ilegal harus dikaji secara matang. Jangan sampai kemudian semangatnya melegalkan pertambangan rakyat, namun fakta yang terjadi justru rakyat menjadi buruh dalam pengelolaan sumber daya alam di Aceh,” papar Omsol, sapaan akrab Muhammad Shalihin.
Dan kekhawatiran lainnya, saat IPR ini muncul, maka akan muncul ribuan tambang rakyat dan perusahaan di Aceh. Apakah pemerintah mampu melakukan pendampingan, pengawasan dan lain-lain. Jika tidak, ini akan menjadi masalah baru.
Berkali-kali ada insiden kematian di lokasi penambangan illegal, berkali-kali juga aparat kepolisian menangkap pengindang emas disungai yang notabenenya adalah rakyat jelata, dan kondisi ini tak berpengaruh bagi warga lainnya yang terus saja bekerja di lokasi penambangan.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Abulyatama, Lensoni, mengatakan, karena keterpurukan ekonomi, warga tak punya pilihan lain, selain mau bekerja mendulang bulir emas, walau illegal. “Sesekali mereka mendapat uang banyak, bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka, dan ini menjadi pemicu mereka bekerja lagi dan lagi di lubang penambangan,” sebut Lensoni.
Lensoni juga menyebutkan beberapa ancaman akan mengadang masyarakat diwaktu yang akan datang jika, tambang illegal, terutama tambang emas yang berlokasi dipermukiman dan kawasan hutan, jika tidak dikelola dengan aturan yang baik, diantaranya, jika ini tambangnya emas, makanya merkuri bisa berada di air sungai yang digunakan warga, dan beberapa tahun kemudian akan terlihat dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, misalnya terjadi kerusakan sistem syaraf, lalu bisa menimbulkan kerusakan hutan, dan membahayakan nyawa bagi si penambang itu sendiri, misalnya tertimbun, atau bisa kehabisan oksigen saat berada dalam lubang tambang.
“jadi ancaman ini tidak mempengaruhi warga, mereka tetap mau bekerja ditambang karena persoalan ekonomi, saya tidak tahu para pekerja tambang ini bisa kaya atau tidak, tapi sepanjang penelitian saya, belum ditemukan warga yang menjadi kaya karena mengidang atau menggali lubang dikawasan pertambangan emas kecil atau illegal, kalau cukong dibelakangnya bisa kaya, karena hasil tambang semua buat mereka,” jelas Lensoni.
Direktur WALHI ini juga mengatakan semakin banyak lubang tambang di Aceh maka semakin banyak korban yang berjatuhan baik bagi sipenambang ataupun warga sekitar tambang, mulai dari pencemaran air bersih, kerusakan lingkungan, longsor, banjir hingga korban yang jatuh ke dalam lubang bekas galian tambang juga tertimbun reruntuhan tambang. Dan harus menjadi perhatian pemerintah.
Korban berjatuhan ini bukan hanya di tambang-tambang ilegal tetapi juga di tambang legal, mungkin masih ingat kejadian tahun lalu di Aceh Timur, ada anak kecil yang jatuh kedalam lubang tambang legal karena lubang galian tambang itu tidak ditutup atau dilakukan reklamasi yang semestinya itu kewajiban dari sipemegang ijin.
Koordinator Gerak Aceh, Askhalani, juga menyorot bahwa izin tambang di Aceh merupakan salah satu sumber penyumbang bencana, baik tambang legal maupun tambang illegal.
Perusakan lingkungan dan hutan secara serampangan yang dilakukan oleh pemalak tambang telah menimbulkan kerugian besar baik hilangnya tutupan hutan, deforestasi maupun kehilangan uang untuk publik karena fasilitas publik hancur akibat dampak bencana yang timbul.
Nasib Said Bukhari harus berakhir di mulut tambang illegal yang dilakoninya. Kilauan emas membuat Said Bukhari mempertaruhkan nyawanya di areal tambang emas illegal yang berada di kawasan perbukitan sekitar Gampong Pante Ara, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya.
Lalu bagaimana nasib Aceh puluhan tahun kedepan? Masihkah anak cucu kita bisa menikmati hijaunya gunung dan hutan, tanpa harus terganggu dengan kehadiran tambang yang digali secara illegal ?
(Tim Liputan Digdata.id)