MPU Aceh Terbitkan Fatwa Cegah Stunting

Sebelum  Covid-19 melanda Indonesia dan isu stunting mulai mencuat, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, telah mengeluarkan Fatwa  Nomor 6 Tahun 2019,  tentang  Pencegahan Stunting Dalam Perspektif Hukum Islam.

Fatwa  ini  diteken Ketua dan wakil Ketua MPU Aceh  pada 28 November 2019 lalu, di Banda Aceh, dalam bentuk dukungan upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Aceh.

Namun tidak sedikit  yang belum  mengetahuinya terkait fatwa MPU Aceh Nomor 6 Tahun 2019 tersebut.

Hal itu disampaikan Ketua MPU Aceh. Tgk. H. Faisal Ali pada saat mengisi acara dialog disebuah stasiun televise di Banda Aceh.

“Fatwa ini, dukungan  MPU Aceh terhadap upaya-upaya yang  dilakukan pemerintah.  Kita juga ikut mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat dengan tausiyah dan kutbah Jum’at.   Salah satunya yaitu harus mempersiapkan diri dan berupaya melahirkan generasi yang berkualitas dan sehat,” ucap Tengku Faisal.

Menurut Tgk Faisal, fatwa dan tausiyah terkait pencegahan stunting tersebut, ditetapkan dengan pertimbangan bahwa kehidupan masyarakat sekarang ini menghadapi berbagai masalah yang berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Serta, salah satu penyebab yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat adalah stunting.

Selanjutnya, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh  ini memaparkan isi Fatwa tersebut yaitu Menetapkan bahwa Stunting (al-taqazzum) adalah kondisi perkembangan fisik yang timpang pada balita yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan sampai usia anak dua tahun.

Kemudian, paparnya lagi, stunting dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, baik aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun gerakan (motorik). Pencegahan stunting hukumnya adalah sunat selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariat. Dan perbuatan yang berpotensi mengakibatkan stunting hukumnya  adalah makruh.

“BKKBN perlu mempererat kerjasama dengan Kemenag dalam pencegahan stunting dari hulu. Baik melalui program Pra Nikah, Kutbah Jum’at, dan tausiyah terkait pencegahan stunting di masjid maupun di meunasah. Dukungan untuk nilai keagamaan ini yang sangat terbatas. Kita rumuskan kembali kearifan lokal. Kalau dulu setiap malam Jum’at, masyarakat  ada di Meunasah dan disitu biasanya disampaikan masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat, didiskusikan kemudian dicari jalan keluarnya. Kearifan lokal seperti ini harus dihidupkan kembali. Juga  gotong royong,” sarannya.

Angka pravelensi Stunting Aceh, 33,2% dan berada ditingkat tiga secara nasional, berkaitan erat dengan kemiskinan dan Covid-19. Dimana Aceh masih tergolong  provinsi dengan angka kemiskinan tinggi ditingkat nasional dan dua tahun Covid-19, sangat berpengaruh dengan kesejahteraan masyarakat dan berdampak pada perekonomian.

Senada itu, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh, Sahidal Kastri, mengatakan, meskipun berbagai upaya percepatan penurunan stunting telah dilakukan, diakui, masih ada kendala di tengah masyarakat. Untuk itu kata Sahidal, peran ulama sangat diharapkan bisa memberi pencerahan terkait  pencegahan stunting.

“Masyarakat kita sangat mendengar apa kata ulama. Apalagi MPU Aceh telah mengeluarkan Fatwa Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Pencegahan Stunting  Dalam Perspektif Hukum Islam. Semoga Fatwa ini bisa disosialisasikan ke masyarakat baik melalu tausiyah maupun kutbah Jum’at,” ujar Sahidal. []

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.