Home Berita Mukim Hulu Libatkan Perempuan dalam Pengusulan Hutan Adat
BeritaHeadline

Mukim Hulu Libatkan Perempuan dalam Pengusulan Hutan Adat

Share
Share

Pemerintah Mukim Hulu, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, melibatkan langsung perempuan dan pemuda untuk memperkuat langkah pengusulan pengakuan hutan adat, serta memperkuat struktur kelembagaan dengan keterlibatan langsung kelompok perempuan.

Proses ini digerakkan dengan serangkaian pertemuan yang berlangsung pada 28–29 Juni 2025, termasuk forum khusus menjaring aspirasi perempuan di Balai Kesenian Rapai Debus, Gampong Lhok Bengkuang Timur, Minggu (29/6/2025).

Pertemuan dipimpin Sekretaris Mukim Hulu, Ustadz Ridho Fahlevi, bersama Ketua Yayasan Gampong Hutan Lestari (YGHL) Aceh Selatan, Sarmunis. Hadir juga perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, YAKATA, AID dan JKMA Aceh Selatan yang merupakan bagian dari konsorsium hutan adat Aceh.

Menurut Ustadz Ridho, penguatan kelembagaan mukim tidak bisa hanya bersandar pada formalitas struktur, tetapi harus mencerminkan partisipasi seluruh komponen masyarakat, termasuk perempuan yang selama ini kerap terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan.

“Perempuan punya peran penting dalam pengelolaan mukim dan hutan. Mereka juga menghadapi dampak langsung ketika wilayah adat rusak atau aksesnya dibatasi. Karena itu, penting bagi kita mendengar suara mereka sejak awal,” ujarnya.

Mukim Hulu, kata Ridho, kini telah membentuk struktur lengkap yang sebelumnya hanya diisi Imum Mukim sendiri. Pembentukan tersebut difasilitasi WALHI Aceh dan menjadi dasar kuat untuk menyusun profil mukim sebagai syarat utama dalam proses pengajuan pengakuan hutan adat ke pemerintah pusat.

Namun, tantangan utama bukan hanya administratif. Ridho mengungkapkan bahwa proses pemetaan tapal batas dan potensi sumber daya alam kerap berhadapan dengan perbedaan pandangan antarwilayah. Di sinilah peran musyawarah adat dan kesepahaman antar-geuchik dan antar mukim menjadi penting untuk mencegah konflik di kemudian hari.

“Kami sudah petakan semua, termasuk potensi sengketa batas wilayah. Alhamdulillah semua perangkat mukim dan geuchik sudah satu suara untuk mendorong pengakuan hutan adat,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua YGHL Aceh Selatan, Sarmunis, menekankan bahwa proses ini bukan semata-mata soal legalitas, tetapi bentuk perlawanan terhadap ekspansi industri yang kerap mengabaikan hak masyarakat adat atas ruang hidupnya.

“Hutan adat bukan hanya soal dokumen, tapi soal keberlanjutan hidup masyarakat. Dengan struktur mukim yang kuat dan representatif, kita sedang membangun fondasi keadilan ekologis dari akar rumput,” kata Sarmunis.

Ia menyebut, selama dua hari pendampingan, pihaknya bersama konsorsium telah menggali potensi lokal, menyusun batas wilayah, dan menyesuaikan struktur mukim dengan kearifan lokal.

Kegiatan ini bagian dari strategi jangka panjang untuk memastikan pengakuan hutan adat tidak berhenti pada sertifikat, tetapi juga menjamin ruang partisipatif dan kontrol masyarakat terhadap kawasan yang mereka kelola secara turun-temurun.[]

Share
Related Articles
BeritaHeadlineNews

Mahatir Mohamad Genap Berusia 100 Tahun, Masih Bugar dan Pikiran Tajam

Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia sekaligus politikus senior “Negeri Jiran”,...

BeritaNews

Memorial Living Park Diresmikan, Wagub Aceh Minta Pemerintah Pusat Tunaikan Kompensasi untuk Semua Korban DOM 

Pemerintah meresmikan pembangunan Memorial Living Park yang dibangun di bekas lokasi Pos...

BeritaNews

Terima Beasiswa, Gen Z Aceh-Sumut akan Pimpin Konservasi Orangutan

Dua belas mahasiswa asal Sumatera Utara dan Aceh menerima Beasiswa Peduli Orangutan...

BeritaNews

Membangun Kolaborasi Konservasi Berbasis Ekonomi Berkelanjutan di Samar Kilang

Upaya penyelamatan lingkungan berbasis ekonomi berkelanjutan terus diperkuat melalui kerjasama multipihak. Forum...