PR Stunting yang Semakin Genting

Dari sebuah layar monitor komputer jinjing, Kepala Staf Presiden RI, Moeldoko, menyapa, seorang ibu di sebuah desa pedalaman di Kabupaten Aceh Besar, tepatnya di Gampong (desa) Bak Sukon, Kecamatan Kuta Cot Glie.

Dalam percakapan tersebut sang ibu bernama Nurfadlinda, mencurahkan isi hatinya, akan kebingungannya karena sang anak menyandang status stunting.

“Pak setiap hari anak saya makan sayur juga, ikan juga biarpun tidak setiap hari, tapi kenapa dia dikatagorikan stunting?,” tutur Nurfadlinda.

Tapi Nurfadlinda, kemudian terdiam sejenak, ketika ditanyakan bagaimana kondisi perekonomian keluarga, bagaimana higinitas rumah.

“Kami hanya buruh tani, pendapatan minim, kami terima BLT, tapi pastinya tidak cukup memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan harga barang pokok yang kini melambung tinggi,” ujar Nurfadlinda.

Dialog ini berlangsung saat peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29, yang secara provinsi diperingati di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, melalui fasilitas aplikasi zoom, dan diikuti secara langsung oleh 5 Kabupaten, termasuk Kabupaten Aceh Besar. Secara nasional, Harganas diperingati di Medan, Sumatera Utara yang dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Gendering perang melawan stunting memang sudah ditabuh sejak tahun 2019 lalu. Kampanye demi kampanye pun dilakukan agar potensi stunting bisa dikurangi. Sayang, saat pandemi covid-19 mendera, kampanye sempat terhenti.

Pada pendataan, ada 18 anak dikatagorikan stunting di Gampong Bak Sukon. Puluhan keluarga lainnya berpotensi stunting. Hal ini dikarenakan ada sejumlah katagori potensi stunting terpenuhi pada warga.

Nindar, Kader KB Gampong Bak Sukon, mengakui jika warga memang tidak selalu antusias datang ke pos yandu untuk mendapat layanan kesehatan bagi ibu hamil, dan bayi serta balita.

“Sosialisasi sudah sejak lama dilakukan, tapi memang pelaksanaannya lamban, sebagian mau memahami penjelasan stunting, tapi sayang ekonomi yang lemah membuat mereka juga kesulitan, tapi selaku kader, kami terus memberikan pemahaman tentang stunting dan pemberian gizi yang sehat dan murah, agar angka stunting di gampong ini bisa turun,” jelas Nindar.

Penjelasan Nindar, tergambar pada Nurma (30), ibu dari Rahmat Alif (22 bulan). Sepintas Alif terlihat sebagai balita yang sehat, dengan tubuh gempal, tapi Alif dikatagorikan stunting.

Pemenuhan gizi yang tidak seimbang dan kondisi rumah dengan higinitas yang kurang, menyebabkan Alif berpotensi stunting. Rumah Alif tak memiliki sumur dan jamban, sehingga untuk kebutuhan MCK, Nurma harus menggunakan sarana MCK umum milik desa.

Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menyebut ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan menjadi prasyarat utama dari tumbuh kembangnya keluarga yang sehat. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan.

Ketersediaan sanitasi dan jamban yang layak ternyata sangat berkorelasi dengan keberadaan bayi-bayi stunting selain asupan gizi selama masa kehamilan dan proses tumbuh kembang anak.

Kepala BKKBN Perwakilan Aceh, Sahidal Kastri, mengatakan Angka stunting di Aceh masih tinggi yakni 33.02%. Pemerintah Aceh menargetkan tahun ini diupayakan bisa turun mencapai 14.00%.

“Menurunkan angka stunting di Aceh tidaklah mudah. Namun kita harus tetap optimis dan bergandengan tangan serta saling mendukung sehingga minimal untuk dua tahun ke depan kita harus dapat melihat capaian-capaian yang konkret dan terukur. Terutama agar prevalensi stunting turun ke angka 14% pada 2024 sesuai target RPJMN 2020–2024, bahkan kelak diharapkan 0 (nol) pada 2030,″ ujarnya.

Stunting bukan hanya tentang masalah gagal tumbuh secara fisik. Lebih dari itu, stunting dapat mematikan masa depan seorang anak bahkan sebelum ia tumbuh dewasa, karena stunting mengindikasikan kemampuan kognitifnya”, sebut Sahidal.

Peringatan Harganas XXIX tahun ini mengambil tema “Ayo Cegah Stunting, agar Keluarga Bebas dari Stunting”. Tema ini diambil karena secara nasional prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen dan di atas ambang batas yang ditetapkan WHO.

Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan pada 2024, angka prevalensi stunting harus di bawah 14 persen. BKKBN yang menjadi penanggung jawab percepatan penurunan stunting.

Peringatan Harganas adalah momentum untuk percepatan penurunan stunting.

BKKBN Perwakilan Aceh, Menyerahkan bantuan paket makanan berprtein tinggi kepada warga Gampong Bak Sukon, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, pada peringatan Hari keluarga Nasional (Harganas) yang diperingati setiap 29 Juni.

Stunting bukanlah kutukan, stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu  hingga hilir,  potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.

Di Aceh, Gampong Bak Sukon bukan daerah satu-satunya yang memiliki angka stunting yang tinggi, masih ada Kabupaten Gayo Lues ( 42,9%) dan Kabupaten Pidie (39,3%) , yang memiliki angka stunting yang tinggi, dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah aceh dan pemangku kebijakan lainnya untuk menurunkan angka-angka tersebut. (Yan)

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.