Sejumlah warga Gampong Seuneubok Pusaka, Kecamatan Trumon Timur, Aceh Selatan, mengadu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Wakil Gubernur Aceh. Mereka menyampaikan keluhan atas lambannya penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dan PT Agro Sinergi Nusantara (ASN).
Dalam rombongan warga turut hadir Kepala Desa, Tuha Peut, Ketua Gerakan Tanah untuk Rakyat (GUNTUR), tokoh pemuda, serta anggota DPRK Aceh Selatan. Selama berada di Banda Aceh, mereka didampingi WALHI Aceh.
Warga menilai Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan tidak menunjukkan langkah konkret dalam merespons konflik agraria yang telah berlangsung hampir satu dekade. Lahan seluas sekitar 165 hektare yang diklaim milik warga masih dikuasai PT ASN tanpa penyelesaian yang jelas.
“Kami datang karena sudah terlalu lama menunggu keadilan. Lahan kami dirampas, tapi pemerintah seperti menutup mata,” kata Ketua Gerakan Tanah untuk Rakyat (GunTUR), Syahminan, Rabu (25/6/2025).

Di hadapan Ketua DPRA, warga meminta agar dibentuk tim khusus untuk meninjau ulang perizinan PT ASN serta mendorong penyelesaian sengketa secara menyeluruh. Mereka juga menyerahkan dokumen kronologi dan bukti penguasaan lahan kepada DPRA.
Pada sore hari, warga diterima Wakil Gubernur Aceh. Dalam pertemuan itu, mereka mendesak Pemerintah Aceh agar segera turun tangan. “Kami tidak hanya kehilangan lahan, tapi juga harus menanggung dampaknya. Debu, banjir akibat tanggul buatan perusahaan, semua itu menyulitkan kehidupan kami,” ungkap Syahminan.
Sengketa ini sebelumnya telah dilaporkan ke Komnas HAM Perwakilan Aceh dan mendapat perhatian dari WALHI Aceh serta LBH Banda Aceh. Namun hingga kini belum ada tindakan nyata yang dirasakan langsung oleh warga.
Mereka berharap audiensi dengan DPRA dan Wakil Gubernur Aceh bisa membuka ruang dialog terbuka, serta mendorong penyelesaian berbasis pengakuan hak atas tanah dan keadilan agraria.
Syahminan menyebut Ketua DPRA telah menugaskan Komisi III untuk menelaah kasus ini secara menyeluruh, termasuk memverifikasi dokumen dan kronologi yang disampaikan warga. Warga juga telah memberi mandat kepada WALHI Aceh sebagai perwakilan dalam proses pembahasan lanjutan.
“Sejak awal kami didampingi WALHI, karena kami yakin mereka berpihak pada keadilan,” ujarnya.
Baca Juga: Dari Seuneubok Pusaka, Suara dari Tanah Mereka
Anggota DPRK Aceh Selatan, Adi Samrida, yang ikut mendampingi warga, menegaskan bahwa penguasaan lahan oleh PT ASN sudah berlangsung sejak lama. Berbagai upaya mediasi telah dilakukan, termasuk pertemuan dengan manajemen perusahaan, namun tak menghasilkan solusi.
“Bagi warga, lahan bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga identitas dan sejarah. Pemerintah daerah tak bisa terus abai terhadap masalah ini,” katanya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat telah menempuh berbagai upaya penyelesaian, termasuk mengadakan pertemuan dengan sejumlah pihak, seperti manajemen perusahaan, namun hingga kini belum tercapai kesepakatan atau solusi yang memadai.
“Bagi warga, lahan bukan sekadar sumber ekonomi, tapi juga bagian dari identitas, sejarah, dan keberlangsungan hidup,” tegasnya. []