Warga desa pedalaman perbatasan Aceh Timur dan Aceh Tamiang, serta Gayo Lues dan Aceh Barat Daya, bisa berlega hati, pasalnya jalan tembus perbatasan keempat wilayah ini kini sudah rampung, artinya warga yang hendak menjual hasil buminya ke daerah tetangga kini tak perlu pusing akan masalah transportasi.
Peresmian dan soft launching tanda tuntasnya pembangunan dua jalur transportasi yang dibangun dengan mekanisme multi years contract (MYC) ini dilakukan oleh pemerintah aceh, dengan panjang jalan 15,1 kilometer untuk jalurAceh Timur ke Aceh Tamiang dan 18 kilometer untuk jalur Aceh Barat Daya ke Gayo Lues, dengan totoal anggaran Rp117 miliar lebih.
Wakil Bupati Aceh Tamiang, T Insyafuddin, bergembiran, karena Pemerintah Aceh yang telah mengakomodir aspirasi masyarakat Aceh Tamiang, dengan membangun jalan Kota Karang Baru di Aceh Tamiang – Simpang Jernih Batas Aceh Timur.
Insyafuddin mengatakan, masyarakat sudah lama menantikan dan mereka sangat membutuhkan jalan tersebut, karena strategis dalam peningkatan pelayanan dan mendukung denyut roda perekonomian di wilayah di sepanjang jalur itu, yang selama ini jauh dari layak.
“Jalan ini membuka keterisolasian masyarakat dan sangat mendukung sektor pertanian dan perkebunan di kawasan ini,” kata Insyafuddin saat peresmian jalan tersebut oleh Gubernur Aceh, Senin 27 Juni 2022.
Dengan selesainya pembangunan jalan sepanjang 15,1 kilometer ini, kata dia, sangat membantu lalulintas masyarakat di dua kabupaten, baik sebagai akses perjalanan maupun lalulintas barang.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Bupati Gayo Lues, Said Sani. Said sani mengatakan, jalan Gayo Lues ke Aceh Barat Daya sangat dibutuhkan masyarakat. Mereka menggunakan akses jalan itu untuk mengangkut hasil pertanian dan barang dagangan lainnya.
Selama ini, masyarakat dari dua kabupaten ini harus menempuh perjalanan selama 4 jam karena kondisi medan jalan yang sulit. Namun usai mulusnya jalan lintas itu, kini perjalanan hanya memakan waktu dua jam saja.
Said Sani mengatakan Aceh Barat Daya dan Gayo Lues adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Karena itu sejak tiga puluhan tahun lalu, para gubernur Aceh terdahulu telah melambungkan cita-cita menghubungkan akses jalan antar wilayah yang salah satunya jalan Gayo Lues ke Aceh Barat Daya. Ia menyebutkan, menjadi catatan sejarah, bahwa saat ini mimpi para pendahulu tersebut telah terwujud.
Sementara itu, Amrizal, Asisten I Setdakab Aceh Barat Daya, juga menyampaikan bahwa Jalan Batas Gayo Lues-Babahroet Aceh Barat Daya adalah cita-cita pendahulu kita yang belum terwujud dan kini telah rampung.
Sebelumnya, Gubernur Aceh, Ir. H. Nova Iriansyah MT., meresmikan dua ruas Proyek Peningkatan Jalan Multiyears, di Aceh Tamiang. Jalan yang diresmikan yaitu Batas Aceh Timur – Kota Karang Baru di Aceh Tamiang, dan Jalan Batas Gayo Lues – Babahroet Aceh Barat Daya.
Ruas jalan Batas Aceh Timur – Kota Karang Baru dan Jalan Batas Gayo Lues – Babahroet Aceh Barat Daya adalah dua dari 14 ruas jalan yang digarap dengan skema multiyears contract, mencakup pada hampir seluruh kabupaten/kota di Aceh. Diantara 14 jalan itu, ada yang sudah selesai 100 persen dan ada yang masih dalam tahap pengerjaan. Semua paket tersebut dijangkakan selesai pada akhir tahun ini. Sehingga dengan demikian indeks aksesibilitas antarwilayah di Aceh bisa semakin meningkat, sebagai buah dari membaiknya konektivitas lintas wilayah di Aceh.
Gubernur menambahkan, pembangunan 14 ruas jalan ini sebenarnya menjadi mimpi para pemimpin Aceh terdahulu, untuk menghubungkan setiap kabupaten/Kota di Aceh. Almarhum Profesor Ibrahim Hasan, mantan gubernur Aceh, tahun 1990-an mencetuskan “Jalan Terobosan”, yang bertujuan menghubungkan lintas kabupaten agar perekonomian warga bisa lebih menggeliat dan berdenyut.
Upaya tersebut kemudian berlanjut pada masa kepemimpinan Almarhum Profesor Syamsuddin Mahmud, yang beliau beri nama jalan “Jaring Laba-laba.” Perencanaan beliau masih sama. Pesisir Aceh, mulai dari Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Barat, dan Nagan Raya, termasuk Kota Subulussalam, dengan kawasan tengah seperti Bener Meriah, Aceh Tengah, Acen Tenggara, dan Gayo Lues haruslah tersambung melalui jalur darat dan tentu dengan jarak yang dekat.
Mimpi dua gubernur pendahulu itu kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Aceh Abdullah Puteh, yang menyebut program tersebut dengan nama “Ladia Galaska.” Program ini kemudian dilanjutkan oleh dua Gubernur setelahnya, yaitu Zaini Abdullah dan Irwandi Yusuf.
Lantas di bawah kepemimpinan Gubernur Nova Iriansyah, lewat program Aceh Seumeugot, yang fokus pada upaya untuk memastikan tersedianya sarana dan prasarana (infrastruktur) secara cerdas dan berkelanjutan, semua program unggulan terutama yang menjadi daya ungkit pembangunan ekonomi dijalankan.
Untuk mendukung pencapaian program tersebut, Pemerintah Aceh bertekad untuk mewujudkan jalan yang disebut Nova sebagai ‘jalan mantap’ di Aceh, yang bisa meningkatkan konektivitas antar wilayah. Upaya tersebut dilaksanakan dengan skema pekerjaan kontrak tahun jamak (Multi Years Contract). Pemilihan skema itu bertujuan agar jalan yang dibangun benar benar sampai tuntas, karena kebijakan dan anggaran telah diberikan secara penuh, meskipun harus melalui tahapan penyelesaian yang sedikit memakan waktu. “Semua paket tersebut ditargetkan selesai pada akhir tahun ini. Sehingga dengan demikian peningkatan konektivitas antar wilayah bisa semakin terwujud,” kata Nova. (Yan)