Kecerdasan Buatan atau ArtificialI Intelligence (AI) adalah cabang ilmu komputer yang berfokus pada pengembangan sistem komputer yang mampu melakukan tugas-tugas yang membutuhkan kecerdasan manusia.
Kecerdasan Buatan (AI) diprediksi akan mengubah kehidupan lebih cepat dari yang dibayangkan. Menurut Quartz Online Publication, AI adalah perangkat lunak atau program komputer yang memiliki mekanisme untuk belajar, dan kemudian menggunakan pengetahuan tersebut untuk membuat keputusan dalam situasi baru, seperti halnya manusia.
AI adalah kemampuan mesin untuk menggunakan algoritma untuk belajar dari data, dan menggunakan apa yang telah dipelajari untuk membuat keputusan seperti yang dilakukan manusia. AI juga mencakup sistem yang berpikir seperti manusia; sistem yang bertindak seperti manusia; sistem yang berpikir secara rasional; dan sistem yang bertindak secara rasional (Lasse Rouhiainen, 2018).
Kecerdasan AI sendiri digadang bisa menggeser suatu pekerjaan, salah satu adalah Public Relation (PR) atau lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan Hubungan Masyarakat (Humas), adalah sebuah pekerjaan yang berfokus pada pengelolaan komunikasi antara organisasi atau individu dengan publik atau khalayaknya. Tujuan utama dari humas ini adalah untuk membangun, mempertahankan, dan meningkatkan citra dan reputasi positif organisasi atau individu. Hal ini melibatkan berbagai aktivitas dan strategi komunikasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada saat yang sama, pertumbuhan AI meningkat dari individu dan perusahaan. Mereka mempertanyakan teknologi yang sedang berkembang ini terhadap pekerjaan mereka dan menyetujui pekerjaan. Dalam dunia Hubungan Masyarakat, hanya ada sedikit referensi mengenai hubungan antara pekerjaan PR dan AI. Seperti yang dinyatakan oleh Pavlik (2007).
Pekerja PR profesional dituntut untuk dapat menciptakan ide, memecahkan masalah dan juga menjaring komunikasi antara klien dan media. Di era digital, pengaruh kecerdasan buatan (AI) terus berkembang, merasuk ke hampir semua aspek kehidupan kita, mulai dari chatbot yang menangani pertanyaan pelanggan hingga analisis data yang membentuk strategi pemasaran. Namun, meskipun AI tidak diragukan lagi sebagai sebuah alat yang sangat berharga, kendati demikian ada beberapa domain tertentu di mana sentuhan manusia tetap sangat diperlukan. Terlepas dari kemajuannya, peran AI tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran penting yang dimainkan oleh para profesional Public Relation.
Eksistensi Humas di indonesia sendiri beragam kedudukan nya dalam Organisasi, Lembaga, dan Perusahaan. Dalam keberagaman kedudukan PR terdapat organisasi yang tidak ada PR dalam strukturnya padahal PR sendiri sangat vital dalam sebuah organisasi. Karena Public Relations (PR) pada dasarnya berfungsi untuk menjalin hubungan dengan publiknya, seperti yang dikatakan oleh Cutlip et al.yang dikatakan oleh Cutlip et al (2009:5) dalam Sejumlah pekerjaan di bidang Hubungan Masyarakat (Humas) telah digantikan oleh kecerdasan buatan (AI), Contoh pekerjaan yang sudah tergantikan oleh robot atau AI yaitu media analysis.
Analisis media adalah kegiatan yang melibatkan pemantauan dan analisis konten media seperti berita, artikel, media sosial, dan lainnya untuk memahami tren, sentimen, dan dampak dari berbagai peristiwa atau topik. Tidak hanya media analysis kliping berita juga berpotensi tergantikan nya seorang Public Relation oleh AI .
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa Sebanyak 45% pekerjaan pertama yang akan tergantikan adalah membuat kliping berita. Dengan berkembangnya big data dan teknologi AI, pemantauan media cetak, online, dan sosial dinilai akan menggantikan pekerjaan membuat kliping dengan menggunting berita secara langsung. Tersedianya perangkat AI untuk media monitoring dan banyaknya perusahaan media intelligence yang menyediakan layanan yang terjangkau oleh perusahaan, akan membuat pekerjaan kliping paling tidak akan semakin berkurang, bahkan menghilang dari kegiatan PR.
Maka dapat disimpulkan Seorang Public Relation (PR) tidak dapat digantikan oleh teknologi AI. Karena AI hanyalah sebuah kecerdasan buatan yang tidak memiliki emosi tetapi seorang PR lah yang memanfaatkan AI sebagai asisten maka seorang PR dituntut bisa mengoperasikan nya dengan bijak selain itu AI dapat digunakan untuk mengotomatiskan tugas-tugas rutin seperti analisis data media sosial, distribusi siaran pers, dan pengoptimalan konten online. Hal ini memungkinkan praktisi PR untuk fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan kreativitas dan pemahaman yang lebih mendalam tentang konteks.()
Penulis: Khoridho Abdillah Sofyan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi International Program Universitas Islam Indonesia (UII)