Fenomena Tradisi Mudik di Era Digital

Hari Raya Idul Fitri merupakan salah satu momen yang paling ditunggu, khususnya oleh umat muslim di seluruh dunia. Termasuk Indonesia menjadi momentum masyarakat pulang kampung bagi mereka yang merantau.

Dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang ada di kota besar menjadikan salah satu faktor bertambahnya penduduk. Warga kota yang sebagian besar merupakan pendatang melakukan aktivitas mudik pada kesempatan tertentu yang bersifat spiritual dan kultural. Salah satunya saat Hari Raya Idul Fitri.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang dosen program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Hotman. Bahwa, fenomena mudik merupakan tradisi yang sudah menjadi bagian dari adat istiadat masyarakat Indonesia.

”Konsep silaturahmi dalam mudik itu lebih diikat oleh spiritualitas dan budaya. Agama dan budaya bergabung menjadi satu, sehingga dia (mudik, Red) menjadi tradisi yang bersifat custom atau adat, bukan hanya sekadar kebiasaan,” ungkap Prof. Hotman dikutip dari situs remsi UNAIR.

Motif yang mendasari mengapa masyarakat melakukan mudik adalah karena adanya konsep Jawa yang biasa disebut keluarga kangen. Arti dari keluarga kangen itu ialah anggota keluarga yang saling merindukan. Inti dari kangen adalah desa. Yakni, tempat di mana kampung halaman orangtuanya berada.

”Dalam tradisi Jawa, kampung halaman orang tua ini disebut dengan Pepunden. Pepunden adalah akar di mana ia (para pemudik, Red) dilahirkan,” jelasnya.

Menurut Prof. Hotman, salah satu hal unik yang dapat dikaji secara sosiologis dari fenomena mudik ialah meskipun kemajuan teknologi informasi saat semakin berkembang di masyarakat, itu tidak berpengaruh kepada aktivitas mudik.

Dapat dilihat, meski masyarakat semakin mudah untuk berkomunikasi melalui gawai yang dimiliki, mudik tetap menjadi pilihan untuk bertemu sanak saudara. Yang tentu melibatkan kehadiran secara fisik.

Dengan dukungan berbagai fasilitas umum seperti jalan tol yang semakin banyak, transportasi umum yang semakin beragam serta layanan masyarakat seperti mudik gratis, akan semakin memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas mudik dan kembali ke kampung halamannya.

Asal Istilah Mudik

Mudik menjadi istilah yang umum dipakai untuk menggambarkan kegiatan seseorang pulang ke kampung halaman. Tradisi ini dipakai bagi umat muslim yang merayakan momen lebaran Idulfitri di tanah kelahirannya.

Tahukah Anda bahwa istilah mudik berasal dari kata udik. Diambil dari bahasa melayu udik yang artinya hulu atau ujung. Sebab, pada masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai pada masa lampau sering bepergian ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Setelah selesai urusannya, maka kembali pulang ke hulu pada sore harinya.

“Berasal dari bahasa Melayu, udik. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung. Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya,” kata Antropolog UGM, Prof Heddy Shri Ahimsa-Putra, Selasa (26/04/2022) dilansir situs resmi UGM.

Menurut Heddy, istilah mudik mulai dikenal luas di era tahun 1970-an, setelah pada masa orde baru melakukan pembangunan pusat pertumbuhan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan yang menyebabkan orang melakukan urbanisasi pindah ke kota untuk menetap dan mencari pekerjaan.

Ia menuturkan, mereka yang  bekerja dan hidup di kota. Lama lepas dari kerabatnya. Padahal selama di desa bisa dekat dengan kerabat.

“Kangen pasti. Menunggu libur yang agak panjang agar bisa  kumpul sangat ditunggu. Karena kita di Indonesia masyarakat muslim yang paling banyak maka lebaran Idulfitri jadi pilihan. Berbeda di Amerika dan Eropa, warganya banyak pulang kampung saat perayaan thanksgiving atau perayaan natal. Sementara di kita ya Idulfitri,” paparnya.

Akan tetapi mudik bagi sebagian orang bukan semata-mata untuk ajang kumpul keluarga. Namun, juga menjadi ajang bagi sebagian orang untuk pamer atas keberhasilan mereka di tanah perantauan.

“Motivasi lain karena ingin menunjukkan ia sudah berhasil secara ekonomi,” katanya.

Perkiraan Pemudik 2022

Menurut survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Balitbang Kemenhub), tahun ini diperkirakan ada 85,5 juta orang yang akan melakukan perjalanan mudik Lebaran.

Jumlah pemudik terbanyak diperkirakan berasal dari Jawa Timur, yakni 14,6 juta orang. Angka itu setara dengan 17,1% dari total jumlah pemudik pada Lebaran tahun ini. Jabodetabek menempati peringkat kedua dengan perkiraan jumlah pemudik 14 juta orang atau sekitar 16,4% dari total pemudik.

Kemudian sebanyak 12,1 juta orang pemudik diprediksi berasal dari Jawa Tengah, 9,2 juta pemudik dari Jawa Barat, dan 4 juta pemudik dari Sumatera Utara.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengimbau agar masyarakat waspada terhadap potensi lonjakan jumlah pemudik di masa Lebaran 2022. “Ini adalah sesuatu yang perlu diantisipasi, mengingat angka 85,5 juta ini bukan angka yang sedikit dan kita sudah dua tahun tidak melaksanakan kegiatan mudik ini,” ujar Adita, seperti dilansir Kompas.com, Jumat (8/04/2022).

Kemenhub memprediksi arus puncak mudik akan terjadi pada 29-30 April 2022 pukul 07.00-09.00. Sedangkan puncak arus balik mudik terjadi pada 8 Mei 2022 di jam yang sama.[acl]

Sumber: www.ugm.ac.id/ news.unair.ac.id/ databoks.katadata.co.id/

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.