Juru Damai GAM-RI Martti Ahtisaari Meninggal, Aceh Berduka

Juru damai GAM-RI Martti Ahtisaari meninggal dunia pada Senin (16/10/2023) di usia 86 tahun. Dia adalah mantan presiden Finlandia dan perantara perdamaian global yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2008 atas karyanya dalam menyelesaikan konflik internasional.

Yayasan yang ia dirikan untuk mencegah dan menyelesaikan konflik kekerasan mengatakan ia meninggal dunia pada Senin.  

Pernyataan dari yayasan itu menyebutkan bahwa mereka “sangat sedih karena kehilangan pendiri dan ketua dewannya”. Pada 2021, yayasan mengumumkan bahwa Ahtisaari menderita penyakit Alzheimer’s stadium lanjut.

Pemerintah Aceh dan segenap masyarakat di tanah rencong turut merasakan duka mendalam atas meninggalnya Martti Ahtisaari, tokoh juru damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah RI.

“Gubernur Aceh dan segenap rakyat Aceh turut berduka atas meninggalnya Martti Ahtisaari,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA di Banda Aceh, Senin (16/10/2023).

Mantan Presiden Republik Finlandia dari tahun 1994 hingga 2000 tersebut menghembuskan nafas terakhirnya di Kota Helsinki pada usia 86 tahun.

Dibawah payung Crisis Management Initiative (CMI), Martti Ahtisaari pada 2005 silam merupakan mediator perdamaian GAM dan Pemerintah RI yang berlangsung Kota Helsinki Finlandia. Sehingga perdamaian Aceh terwujud.

Tak cukup sampai di meja perdamaian, CMI sendiri selama ini juga intens mengunjungi Aceh dalam rangka melihat perkembangan terkini pasca Aceh damai. 
 
Muhammad MTA menyampaikan, kontribusi besar Martti Ahtisaari atas perdamaian Aceh akan terus dikenang baik bagi rakyat Aceh maupun Indonesia sebagai salah satu pencetus perdamaian di tanah air.

“Tentunya sebagai salah satu kontribusinya dalam perdamaian dunia,” ujarnya.

Dirinya berharap, ide-ide dan aksi perdamaian nya akan terus dikumandangkan oleh semua pihak dan negara di dunia demi peradaban dunia yang lebih baik.

“Secara khusus, bagi segenap komponen rakyat Aceh kita berharap untuk tetap bersatu, dan kompak dalam menjaga dan melestarikan perdamaian ini demi Aceh yang lebih baik,” sebut Muhammad MTA.

Diantara pencapaiannya yang paling menonjol adalah, Ahtisaari membantu tercapainya perjanjian perdamaian yang terkait dengan penarikan mundur pasukan Serbia dari Kosovo pada akhir 1990-an, upaya Namibia untuk merdeka pada 1980-an, dan otonomi provinsi Aceh pada 2005.

Dia juga terlibat dalam proses perdamaian Irlandia Utara pada akhir 1990-an, dengan tugas memantau proses perlucutan senjata kelompok teroris IRA.

Sewaktu Komite Nobel Perdamaian Norwegia memilih Ahtisaari pada Oktober 2008 sebagai peraih penghargaan itu, komite memujinya “atas upaya-upaya pentingnya, di beberapa benua dan selama lebih dari tiga dekade, untuk menyelesaikan berbagai konflik internasional”.

Martti Ahtisaari pernah menjadi presiden Finlandia untuk satu masa jabatan enam tahun dari 1994 hingga 2000.

Ia kemudian mendirikan Crisis Management Initiative (Prakarsa Penanggulangan Krisis) yang berbasis di Helsinki, yang bertujuan untuk mencegah dan menyelesaikan berbagai konflik kekerasan melalui dialog informal dan mediasi.  (Yan)

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.