Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir N Josua Hutarat menjadi penjara seumur hidup menimbulkan rekasi berbeda.
Pakar hukum pidana, Asep Iran Iriawan mneyebutkan, putusan MA terhadap Ferdy Sambo tidak masuk akal secara hukum. Dia merujuk pada Pasal 35 KUHAP yang menyebutkan bahwa kewenangan MA ada tiga.
Pertama, menentukan apakah penerapan hukum diberlakukan dengan benar atau tidak. Kedua, menentukan apakah cara mengadili dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang atau tidak.
Ketiga, menentukan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya atau tidak.
“(putusan ini) tidak logis secara hukum,” kata Asep Rabu (9/8/2023) dikutip dari BBC Nes Indonesia.
Menurutnya, jika dalam pemeriksaan Mahkamah Agung menilai ada ketidaksesuaian penerapan pasal, cara mengadili atau kompetensi pengadilan maka MA bisa mengadili sendiri. Namun dengan syarat, MA harus terlebih dahulu menyatakan menerima kasasi.
Dalam kasus Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, Mahkamah Agung menyatakan menolak kasasi, tapi melakukan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dilakukan. Putusan semacam ini, menurut Asep Irwan, tidak logis sama sekali.
“Ibaratnya begini cinta saya ditolak, tidak diterima, kalau sudah ditolak, buat apa saya dikasih kesempatan memperbaiki diri?” sambungnya.
“Kalau tolak, ya tolak. Kalau perbaiki, adili dulu.”
Pengamatannya putusan seperti ini bukan yang pertama. Hakim MA juga menjatuhkan keputusan serupa pada kasus-kasus korupsi dan narkotika.
“Mulai ada putusan tolak perbaikan setelah reformasi. Kalau hakim-hakim dulu, tidak mengenal namanya tolak perbaikan.”
Kendati demikian, sambungnya, bagaimanapun publik harus menghormati putusan tersebut.
Adapun soal upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali (PK) tidak bisa diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Sesuai Pasal 263 KUHP, peninjauan kembali hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya jika putusannya telag berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu Menko Pulhukam, Mahfud MD menilai, vonis kasasi MA yang mengabulkan kasasi Ferdy Sambo agar dihukum penjara seumur hidup itu “sudah final”.
“Menurut saya, seluruh pertimbangan sudah lengkap dan kasasi itu adalah final,” kata Mahfud kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (09/08).
Mahfud menjelaskan, dalam kasus ini, apabila pemerintah diperbolehkan mengajukan upaya hukum, akan dilakukan.
Hanya saja, menurutnya, dalam sistem hukum pidana Indonesia, pemerintah maupun jaksa tidak bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) jika kasus sudah sampai kasasi.
“Yang boleh PK itu hanya terpidana. Kalau jaksa, tidak boleh,” imbuhnya.
Pernyataan senada juga disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (8/8/2023).
Ketut menyatakan PK hanya bisa dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya.
Dia mengatakan hal itu didasari pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menggugurkan kewenangan jaksa mengajukan PK.
Putusan MA Batalkan Hukuman Mati
Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi Ferdy Sambo untuk membatalkan hukuman mati dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat. Majelis hakim MA lantas memutuskan Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi, mengatakan, putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Agung Suhadi serta empat anggotanya yakni, Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
“Amar putusan kasasi, tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Sobandi kepada para wartawan di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (8/8/2023).
“Penjara seumur hidup, tegasnya.
Adapun hukuman istri Sambo, Putri Candrawathi, dikurangi dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara oleh MA.
Mantan ajudan Sambo, Ricky Rizal, dan pembantu rumah tangga Sambo, Kuat Ma’ruf, juga mendapat pengurangan hukuman melalui kasasi di MA.
Jejak Kasus Ferdy Sambo
Pada 13 Februari lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua atau J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Sambo terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Eks Kadiv Propam itu juga terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Namun, Ferdy Sambo mengajukan banding atas vonis mati yang dijatuhkan PN Jakarta Selatan.
Pada 12 April, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan hukuman mati itu.
Ferdy Sambo pun mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.
Selain Sambo, tiga terdakwa dugaan pembunuhan berencana tersebut juga disidang pada Selasa (08/08).
Mereka adalah istri Sambo, Putri Candrawathi, mantan ajudan Sambo. Ricky Rizal, dan pembantu rumah tangga Sambo, Kuat Ma’ruf.
Perkara istri Sambo teregister dengan nomor perkara 816 K/Pid/2023 dengan klasifikasi pembunuhan berencana. Perkara Ricky Rizal teregister dengan nomor perkara 814 K/Pid/2023 dan Kuat Ma’ruf dengan nomor perkara 815 K/Pid/2023.
Dalam sidang pada Selasa (08/08), hukuman Putri Candrawathi dikurangi dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara oleh MA.
Putri mengajukan kasasi setelah bandingnya ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putri keberatan dengan putusan 20 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Amar putusan kasasi, tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan pidana menjadi pidana penjara 10 tahun,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi, kepada para wartawan di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (08/08).
Masa hukuman mantan asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, dikurangi dari 15 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara melalui kasasi MA.
Kemudian, masa hukuman Ricky Rizal dikurangi dari 13 tahun menjadi delapan tahun penjara.
Jumlah Pemohon Kasasi
Buku Laporan Tahunan MA pada 2022 mencatat jumlah permohonan kasasi sebanyak 18.454 kasus.
Dari jumlah itu, kasasi yang diterima oleh MA sepanjang 2022 meningkat 34,92% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang menerima 13.678 perkara.
Secara lebih rinci, amar putusan MA yang dinyatakan dikabulkan sebanyak 2.208 perkara atau 11,92%, ditolak sebanyak 11.518 kasus atau 62,16%, dan ditolak dengan perbaikan mencapai 4.617 perkara atau 24,92%.
Dalam penjelasannya Mahkamah Agung akan mengabulkan kasasi apabila menilai terdapat hal yang tidak tepat dalam pengambilan keputusan. Namun jumlah yang dikabulkan jauh lebih sedikit dari kasus yang masuk.
Sedangkan putusan tolak dengan perbaikan menunjukkan MA menganggap tidak ada alasan untuk membatalkan putusan yang diajukan kasasi sebagaimana dimaksud Pasal 30 UU MA, akan tetapi ada amar tertentu dari putusan tersebut yang perlu diperbaiki.
Sepanjang 2022 Mahkamah telah mengeluarkan putusan mengubah sebanyak 4.617 putusan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi yang telah ditetapkan sebelumnya.
MA mengatakan amar menolak permohonan kasasi dengan perbaikan akan berimplikasi pada putusan pengadilan tingkat banding yang diajukan kasasi berlaku sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Putusan berlaku kecuali terhadap amar yang diperbaiki oleh Mahkamah Agung.
Kasasi pidana khusus menjadi yang terbanyak diterima MA pada tahun 2022 mencapai 7.762 kasus.
Pidana khusus meliputi narkotika dan psikotropika, korupsi, KDRT, pencucian uang, perbankan, pertambangan, perdagangan orang, kehutanan hingga ketenagakerjaan.
Dari ribuan kasasi pidana khusus yang masuk, MA tercatat mengabulkan kasasi terhadap 769 perkara (9,82%), menolak 3.857 perkara (49,28%), dan menolak dengan perbaikan sebanyak 38 perkara (0,49%).[acl]