Polda Aceh Tetapkan Lima  Tersangka, Terkait Dugaan Korupsi RS Regional Aceh Tengah  

Kasus dugaan korupsi Pada pembangunan Rumah Sakit Regional di Aceh Tengah, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Daerah Aceh (APBA) dengan Total Anggaran Rp153 Milyar lebih yang di kucurkan secara bertahap sejak  2016-2022, masih terus dalam tahap penyidikan oleh pihak kepolisian Daerah Aceh.

Rubuhnya bagunan teras lantai dua RS Regional Aceh Tengah pada 4 November 2022 telah mengakibatkan kerugian negara. Dari hasil Audit Badan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh muncul kerugian negara senilai Rp1,17 Milyar dan saat ini kasus tersebut sedang ditangani Reskrimsus Polda Aceh.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh Supriyadi, mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) kasus runtuhnya konstruksi teras lantai dua Rumah Sakit (RS) Regional Aceh Tengah ke Penyidik Polda Aceh pada Kamis 24 Agustus 2023.  

“Kami telah serahkan hasil dan jumlah kerugiannya, tidak ada kendala dan hambatan selama proses audit di lapangan, semua berjalan lancar.” kata Supriyadi,

Supriyadi mengatakan pihaknya sudah sejak awal Juli 2023 melakukan proses pencarian bukti-bukti di lapangan. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan laporan belum dapat ditentukan, mengingat bukti yang diperoleh di lapangan harus lengkap.

“Jika bukti sudah lengkap, (maka) cepat, namun jika belum lengkap ya agak lama,” ujarnya.

Dari hasil penyidikan dan gelar perkara yang dilakukan pada Kamis 30 Agustus 2023, pihak polda Aceh menetapakan lima orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi RS Regional Aceh Tengah.

“Benar, kami telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi pembangunan rumah sakit rujukan regional Aceh Tengah dengan kerugian negara sebesar Rp1,17 miliar,” kata Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Pol Winardy, dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 September 2023. 

Lima orang yang ditetapkan tersangka itu, kata dia, ialah SM selaku KPA, JM selaku PPTK, KB selaku konsultan pengawas, SB selaku pemilik PT SBK, dan HD selaku peminjam perusahaan.

Winardy menjelaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah melalui serangkaian penyelidikan. Kemudian ditingkatkan ke penyidikan serta memeriksa 27 orang saksi dan lima orang ahli. 

Dalam perkara ini, kata Winardy, penyidik telah menyita uang sebesar Rp270 juta dan 20 eksemplar data dan dokumen terpisah yang berisi ratusan surat-surat kelengkapan administrasi pembangunan RS Regional Aceh Tengah. Sumber anggarannya berasal dari APBD Tahun 2021.

Akibat perbuatannya, para tersangka terancam Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara paling sedikit empat tahun dan paling lama 20 tahun. 

“Sedangkan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP,” kata Winardy.

Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Aceh telah menyita barang bukti uang sebesar Rp270 juta terkait kasus ambruknya teras RS Regional Aceh Tengah. Penyitaan itu juga ikut disaksikan oleh pihak BPKP Aceh. 

Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Winardy, menyebutkan, penyitaan barang bukti uang tersebut dipimpin oleh Kompol Budi Nasuha Waruwu dengan dua tahap dari dua orang saksi.

Tahap pertama dilakukan pada Kamis, 13 Juni 2023, dari saksi SB senilai Rp70 juta. Kemudian, sehari setelahnya, yaitu Jumat, 14 Juli 2023, dari saksi HD senilai Rp200 juta.  Namun saat penyitaan barang bukti tersebut Pihak Polda Aceh belum menetapkan satu pun tersangka.

Rumah Sakit Regional Aceh Tengah

Rumah Sakit Regional Aceh Tengah adalah satu dari 5 Rumah Sakit Regional yang dibangun di Aceh menggunakan anggaran Dana Otonomi Khusus (Doka) Aceh melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh.

Pada 4 November 2022 sisi bagian depan Rumah sakit Regional Takengon yang terletak di desa Balang Bebangka kampung Simpang Kelaping Kecamatan Pegasing Aceh Tengah, ambruk. Lokasi ambruknya terletak pada bagian teras depas IGD. Dan rencananya Rumah sakit tersebut akan di fungsikan pada tahun 2024.

Hasil pemeriksaan Tim ahli Forensic Engineering yang dibentuk pemerintah Aceh untuk menganalisa penyebab runtuhnya bagian lobby Rumah sakit tersebut, kasus ini maasuk ke kategori kegagalan bangunan.

Sebagai informasi menurut Undang-Undang (UU) Nomor 181/1999 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 1 “kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang telah diserah terimakan oleh penyedia jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya.”

Selain Aceh Tengah, RS Regional juga ada di Kota Langsa, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan. Pembangunan RS.Regional Bireuen juga menuai masalah, hingga saat ini pembangunannya masih mangkrak.

Dari data yang di peroleh digdata.id Pembangunan RS.Regional Aceh Tengah dengan menggunakan dana Outsus Aceh senilai Rp Rp152.923.430.453 ( Rp152 Milyar lebih) yang di pecah dalam beberapa tahap. dan mulai dikucurkan sejak tahun 2016 – 2022.

Pada tahun 2016, adapun dana yang dikucurkan sebesar Rp15.538.121.000. Pada 2017 kembali dikucurkan senilai Rp 29.519.389.000, lalu pada tahun 2018 dana yang dikucurkan mencapai Rp40.614.959.000. dan pada tahun 2019 sebesar Rp38.290.115.363. tak berhenti sampai disitu saja, pada tahun 2020 Pemerintah Aceh kembali mengalokasikan anggaran untuk lanjutan pembangunan RS. Regional Aceh Tengah sebesar Rp5.454.395.554, tahun 2021 Rp16.005.950.415 dan terakhir 2022 berjumlah Rp7.500.000.121.

Ternyata jauh sebelumnya, tepatnya pada tahun 2014, berdasarkan data LPSE 7 Mei 2014, RS Regional Aceh Tengah ini juga pernah mendapat kucuran dana sebesar Rp8.802.500.000,00 dari APBD Aceh Tengah untuk lanjutan pembangunan.

Masih berdasrkan data LPSE Propinsi Aceh, ditahun 2019 Pemerintah Aceh melalui Satker Dinkes Aceh mengucurkan dana sebesar biaya pengawasan Konstruksi dengan pagu sebesar Rp802.000.000,00 untuk biaya pengawasan konstruksi dan Paket tersebut  dimenangkan oleh CV Cipta Marga Utama yang beralamat di Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh, dengan dengan nilai Rp743.820.000,00.

Lalu pada, 3 Juli 2019, Pemerintah Aceh kembali mengelontorkan dana sebesar Rp37.694.179.362.66 untuk pengerjaan konstruksi. Paket ini dikerjakan oleh PT Pulau Bintan Bestari yang beralamat di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Selanjutnya pada, 8 April 2020, dikucurkan lagi anggaran sebesar Rp5.659.701.151,45 untuk pengerjaan konstruksi. Paket ini dikerjakan oleh PT Sugih Global Mandiri yang beralamat di Jakarta Barat.

Setelah itu pada, 28 Juli 2021, pengerjaan konstruksi pembangunan Rumah Sakit Regional Aceh Tengah kembali dilanjutkan. Kali ini pengerjaan konstruksi tersebut dikerjakan oleh PT Mita Rezeki yang beralamat di Kuta Alam, Banda Aceh, dengan anggaran Rp15.313.206.000,00.

Kemudian pada, 24 Mei 2021, ada lagi kucuran dana untuk paket berjudul konsultan pengawas gedung tidak sederhana lanjutan pembangunan RS Regional Aceh Tengah. Dana untuk paket ini sebesar Rp692.744.000,00 yang dikerjakan oleh PT Cipta Puga yang beralamat di Banda Aceh.

Terakhir pada, 25 Mei 2022 dilakukan pembangunan lanjutan dengan anggaran Rp6.500.320.934,85. Pekerjaan ini dikerjakan oleh CV. Ridhapo Jaya yang beralamat di Darussalam, Aceh Besar. (Yan)

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.