Puluhan elemen masyarakat sipil, aktivis, serta perwakilan komunitas keberagaman meminta tata kelola pemerintahan yang bersih dan inklusif di Banda Aceh menjadi isu prioritas, dalam program pembangunan di Kota Banda Aceh.
Hal ini terungkap dalam kegiatan diskusi bertajuk refleksi dan pemulihan bagi koalisi keberagaman terkait isu pembangunan transparansi dan akutanbilitas publik di Banda Aceh. Diskusi dan permainan interaktif yang dilakukan mengajak peserta merefleksikan kembali peran dan dinamika dalam kerja-kerja kolektif mereka dalam menghadapi tantangan, serta menghargai perbedaan satu sama lain.
Program Officer Gerak Aceh, Destika Gilang Lestari , mengatakan diskusi ini menjadi ruang bersama bagi peserta untuk menyampaikan refleksi kritis terhadap situasi transparansi dan akuntabilitas publik di Banda Aceh, sekaligus memetakan tantangan yang dihadapi koalisi keberagaman dalam advokasi pembangunan yang adil dan inklusif.
“ Beberapa perwakilan komunitas membagikan pengalaman mereka dalam mengadvokasi dan menyuarakan kepentingan kelompok rentan, yang kerap tidak diakomodir dalam kebijakan publik. Diskusi berlangsung dinamis dengan berbagai perspektif yang memperkaya narasi kolektif untuk memperkuat peran koalisi keberagaman ke depan,” ujar Gilang, Jumat (16/05/2025).
Diskusi ini, sebut Gilang, juga merupakan langkah untuk menyuarakan isu prioritas yang harus secepatnya di tanggani oleh pemerintahan kota sesuai dengan kertas kebijakan yang sebelumnya sudah didiskusikan dengan walikota banda aceh dalam audiensi sebelumnya.
Ade Firman dari KAMu DemRes merupakan salah satu peserta diskusi, yang menyoroti perlunya pendekatan yang lebih manusiawi terhadap kelompok marginal, khususnya para peminta-minta yang sering terlihat di ruang-ruang publik diberikan ruang tempat rehabilitasi bukan hanya ditangkap lalu dilepas lagi.
Erlina Marlina, perwakilan dari Civic Youth Development Coalition (CYDC), menyoroti persoalan aksesibilitas yang belum merata dalam proses pembangunan dan layanan publik di Aceh.
Agam Ramadhan, perwakilan dari Bentala Aceh, menyoroti kurangnya transparansi dalam proses penerimaan siswa di sekolah negeri, khususnya di tingkat SD dan SMP yang berada di bawah kewenangan pemerintah kota.
Destika Gilang Lestari, menyebutkan, hasil diskusi tersebut akan ditindaklanjuti bersama wali kota Banda Aceh dan Wakil Wali Kota Banda pada kegiatan Forum suara warga kota Banda Aceh, akhir Mei 2025. (Yan)