Ujaran kebencian pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh di media sosial patut diwaspadai, terutama selama tahun politik di provinsi paling barat Indonesia. Topik-topik itu mewarnai di platform TikTok yang ramai diperbincangkan.
Hasil pemantauan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Monash Data & Democracy Research Hub (MDDRH) menunjukkan ujaran yang terbanyak tentang Pilkada, yaitu di Provinsi Jawa Barat 204 kasus, Maluku Utara 159 kasus, Aceh 98 kasus, Nusa Tenggara Barat 80 kasus, dan Sumatera Barat 14 kasus.
Dari hasil pemantauan itu, pada masa kampanye Pilkada 2024, ujaran kebencian ke kelompok minoritas mulai bermunculan di platform TikTok. Hasilnya terdapat lima provinsi menunjukkan bahwa 18,15 persen sampel video yang terkumpul, baik konten ataupun komentarnya mengandung ujaran kebencian.
“Target ujaran kebencian berbeda-beda di setiap provinsi,” kata Co-Director MDDRH, Ika Idris dalam keterangan tertulis, Jumat (1/11/2024).
Ika menjelaskan, Provinsi Aceh ditemukan ujaran kebencian kepada pengungsi Rohingya. Kendati sejauh ini belum ada video yang spesifik menyerang Rohingya, tapi komentar-komentar sudah bermunculan di video-video kandidat.
“Sudah ada tuduhan bahwa kandidat tertentu malah membawa Rohingnya yang serupa dengan kotoran manusia, ke Aceh,” kata Ika Idris.
Sementara itu di Maluku Utara sasaran ujaran kebencian adalah investasi asing asal China yang memang menjadi negara tujuan ekspor terbesar nikel hasil provinsi ini. Adapun ujaran kebencian berkaitan dengan agama, baik Islam ataupun Kristen dan Katolik muncul di beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Maluku Utara, dan Aceh.
Di Jawa Barat, sentimen keagamaan masih dikaitkan dengan narasi-narasi di Pilpres, utamanya ke pendukung Anies Baswedan yang juga disebut dengan “anak abah”. Narasi di Pilpres, tetap kental terasa di Pilkada Jawa Barat, apalagi karena PKS, sebagai partai yang mendominasi di Jawa Barat menarik dukungan ke Anies dan merapat ke Koalisi Indonesia Maju plus.
“Jawa Barat ini kental sekali ujaran kebencian kepada Islam ataupun kelompok Islam. Narasi ini awet dari Pilpres 2019 hingga sekarang karena memang sempat ada wacana Anies maju di Jabar dan ada juga kekesalan terhadap PKS yang batal dukung Anies. Jadi ujaran kebencian terkait isu agama di Jawa Barat ini memang kental sekali,” tegas Ika.
Di provinsi Nusa Tenggara Barat, ujaran kebencian yang terpantau terbagi menjadi dua narasi, yang pertama adalah narasi kebencian terhadap persekongkolan koalisi politik antara dua mantan gubernur Tuna Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan Dr. Zulkieflimansyah. Sedangkan narasi lain adalah kebencian terhadap calon gubernur perempuan Sitti Rohmi Djalilah, yang juga merupakan kakak kandung dari TGB.
“Di beberapa video terkait Pilkada NTB, kami menemukan komentar-komentar yang menyudutkan perempuan yang tidak pantas menjadi pemimpin. Kami juga menemukan narasi yang sama, serangan terhadap gender calon di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Dharmasraya,” tegasnya.
Di sini paslon, sebutnya, Bupati dan Wakil Bupati keduanya Perempuan yang diusung 10 partai politik, sehingga akan melawan kotak kosong. Ujaran kebencian sebenarnya tidak semua menyerang gender, tapi ada juga yang menyerang proses pencalonan keduanya yang merupakan hasil dari politik dinasti.
“Jadi seruan-seruannya banyak sekali untuk melawan kotak kosong daripada pemimpin perempuan yang juga hasil politik dinasti,” tutur Ika.
Tingginya ujaran kebencian yang selalu muncul di pemilu, harus diikuti dengan langkah moderasi konten dari platform digital. “Kita tidak bisa mengandalkan literasi digital saja, tapi platform digital dapat mencegah konten ujaran kebencian,” kata Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Bayu Wardhana.
Selama pelaksanaan Pilkada 2024, AJI dan MDDRH akan memantau ujaran kebencian di TikTok dan Twitter. Dengan menggunakan kata kunci sebanyak 441 kata, hasil pemantaun selama Agustus-September telah mengumpulkan sebanyak 4,712 video TikTok dan 32,168 komentar TikTok.
Dari jumlah tersebut, sejauh ini diambil sampel sebanyak 2,512 data, dimana sebanyak 456 data mengandung ujaran kebencian. Kata kunci yang digunakan untuk mengambil data telah disesuaikan dengan konteks lokal di setiap provinsi.
“Ini bahkan masih dua bulan pertama, belum masuk ke Oktober. API research TikTok hanya tersedia untuk peneliti di Amerika Utara dan Eropa, sehingga kami perlu memanfaatkan akses dari kolaborator kami di universitas-universitas di Amerika. Indonesia adalah negara pengguna terbesar TikTok di dunia, yang kedua baru Amerika, tapi sayangnya justru kita tidak dibukakan akses. Ini tentu memperlambat upaya kami,” terang Associate Professor Data Science Derry Wijaya, yang juga memimpin tim data scientist memantau ujaran kebencian kali ini.[acl]