Home Berita Pencabutan Qanun KKR Aceh, Menumbuhkan kembali Luka Korban HAM di Aceh
BeritaHeadlineNews

Pencabutan Qanun KKR Aceh, Menumbuhkan kembali Luka Korban HAM di Aceh

Share
surat-kemendagri
Share

Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA (FK3T-SP.KKA) menyayangkan rekomendasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 100.2.1.6/9049/OTDA tanggal 7 November 2024 yang ditujukan kepada Pemerintah Aceh untuk mencabut Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR) Aceh, karena  ini dipandang sebagai upaya menghalangi akses keadilan dan pemulihan bagi korban pelanggaran HAM di Aceh.

Koordinator FK3T-SP.KKA, Murtala mengatakan Qanun KKR Aceh yang disahkan tahun 2013, dirancang untuk mengatasi Pelanggaran HAM yang terjadi selama konflik yang berkepanjangan di Aceh dan sejarah terbentuknya Qanun KKR Aceh berkat perjuangan panjang dari para korban dan elemen masyarakat sipil yang  peduli terhadap penegakan hak asasi manusia.

Sehingga apabila Qanun KKR Aceh dicabut, berpotensi menghalangi akses keadilan bagi korban dan keluarga korban, menimbulkan ketidakpuasan, dan berdampak cukup luas karena merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, serta berdapak terhadap proses perdamaian yang telah dibangun.

Lebih lanjut Murtala menympaikan, tanpa adanya mekanisme formal yang disediakan oleh qanun tersebut, banyak korban akan kehilangan harapan dalam mendapatkan pengakuan dan reparasi yang menjadi haknya sehingga menambah beban psikologi bagi korban dan keluarga yang merasa dikhianati oleh pemerintah. 

 “Sekali lagi kami katakan bahwa rekomendasi tersebut berpotensi menimbulkan rasa ketidakadilan, dimana kami telah berjuang untuk pengakuan untuk hak-hak kami para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Aceh”, katanya. Kepada Digdata.id pertengahan November 2024 lalu.

Dok. Rumoh Geudong Aceh, lokasi pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh

Senada dengan itu, Koordinator LSM Paska, Faridah, mengatakan KKR merupakan salah satu wadah penting bagi korban konflik di Aceh, yang juga merupakan implementasi dari hasil kesepakatan damai MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).  Menurut Faridah, pembubaran KKR akan menambah luka bagi para korban konflik yang sudah lama berjuang untuk mendapatkan keadilan dan pengakuan atas penderitaan mereka.

“Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bukan hanya lembaga negara, tetapi juga merupakan simbol komitmen negara dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masa lalu akibat konflik. Pembubaran KKR akan memperburuk proses penyembuhan dan keadilan bagi korban, yang sudah lama menantikan adanya pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi,” ujar Faridah.

Sebelumnya diberitakan, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia meminta Pemerintah Aceh untuk mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Permintaan tersebut disampaikan Plh Sekretaris Dirjen Otda, Suryawan Hidayat, melalui surat Nomor: 100.2.1.6/9049/OTDA yang ditujukan kepada Pj Gubernur Aceh Up. Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, tertanggal 7 November 2024.

Dalam surat tersebut, Dirjen Otda mengemukakan beberapa alasan agar Pemerintah Aceh mencabut Qanun KKR Aceh. Salah satunya merujuk pada ketentuan Pasal 229 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Pasal 229 ayat (2) disebutkan, “Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.”

Selain itu, Dirjen Otda juga merujuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang menjadi dasar hukum pembentukan KKR telah dicabut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 006/PUU-IV/2006.

Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Mastur Yahya, menyebutkan bahwa keberadaan KKR Aceh sangat penting untuk memastikan rekomendasi pemulihan korban konflik Aceh terus berjalan.

“Ribuan data korban konflik telah kami rekomendasikan ke pemerintah, baik daerah maupun pusat, untuk proses pemulihan,” kata Mastur Yahya, Kamis, 14 November 2024.

Mastur menjelaskan, sejak 2017, KKR Aceh telah mengumpulkan lebih dari 6.000 pernyataan korban pelanggaran HAM di 14 kabupaten/kota di Aceh. 

Dia juga menambahkan bahwa KKR telah mengadakan audiensi dengan pemerintah pusat terkait rekomendasi reparasi dan program rekonsiliasi.

Kurniawan Dosen FH USK
Kurniawan Dosen FH USK

Sementara itu, kepada Digdata.id, Senin (18/11/2024), Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Syaih Kuala (USK) Banda Aceh, Kurniawan mengatakan, kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Aceh dalam membentuk badan atau kelembagaan daerah, baik dalam rangka menjalankan “status satuan pemerintahan daerah yang bersifat Khusus” diantara salah satunya seperti KKR Aceh, termasuk dalam membentuk kelembagaan dalam rangka menjalankan “status pemerintahan yang bersifat istimewa” merupakan kewajiban Konstitusional yang dijalankan oleh Pemerintah Aceh sebagaimana yang telah dijamin dalam Pasal 18B ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dan selanjutnya diatur dalam UU Pemerintahan Aceh.

Dengan demikian, Pemerintah maupun Kementerian terkait secara Konstitusional tidak berwenang untuk membubarkan  kelembagaan yang ada di Aceh baik dalam rangka menjalankan kekhususan Aceh maupun Keistimewaan Aceh sebagai satuan daerah otonom.

Kurniawan menekankan bahwa eksistensi KKR di Aceh merupakan amanat/kehendak Konstitusi (UUD NRI Tahun 1945) yang selanjutnya pengaturannya diatur dengan undang-undang (dalam hal ini UU No.11 Tahun 2006). Keberadaan KKR di Aceh tidaklah dilihat dari permasalahan hukum semata, melainkan juga ada pertimbangan filosofis dan sosiologis termasuk aspek politik hukum. (Yan)



.
.

Share
Related Articles
BeritaHeadline

Aceh Masuk 10 Besar Provinsi dengan Deforestasi Tertinggi di 2024

Deforestasi di Indonesia meningkat 2 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Aceh...

BeritaHeadlineJurnalisme Data

Keruk Emas di Benteng Ekologi (3)

Peta angkasa menunjukkan, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) merambah Kawasan Ekosistem Leuser...

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui terdampar di Pantai Leuge, Kecamatan Pereulak, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (29/01/2025)
BeritaHeadlineNews

Imigran Etnis Rohingya Kembali Terdampar di Aceh Timur

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui...

Pertunjukkan Barongsai memeriahkan Tahun Baru Imlek 2025 di Banda Aceh.
BeritaHeadlineNews

Barongsai Imlek, Sedot Perhatian Warga Banda Aceh

Atraksi barongsai digelar dalam rangka memeriahkan tahun baru Imlek 2576 Kongzili di...