Home Berita “ Tak Jaga Leuser, Apalah jadinya Kita…?”
BeritaHeadlineKawasan Ekosistem LeuserNews

“ Tak Jaga Leuser, Apalah jadinya Kita…?”

Share
Aksi bikin mural di arena Pekan Raya Leuser, 3-8 Desember 2024. Foto : Digdata.id
Aksi bikin mural di arena Pekan Raya Leuser, 3-8 Desember 2024. Foto : Digdata.id
Share

“Saat itu, saya langsung berlari ke arah jembatan di Kampung, dibelakang saya sejumlah ibu rumah tangga dan perempuan di kampung kami, menyusul, kami berniat menghadang orang-orang yang mengaku tim survey dari sebuah perusahaan tambang, dan menolak kehadiran mereka. Kami tidak mau kehilangan sumber kehidupan, dikarenakan adanya pertambangan yang akan segera dibuka di lahan hutan kampung kami.”

Sedikit emosi, Saudah menceritakan upaya-upaya warga Gampong Blang Meurandeh, Kecamatan Beutong Ateuh Benggalang, Kabupaten Nagan Raya, mempertahankan kampung halaman mereka yang disebut-sebut akan “dikuasai” oleh para pelaku tambang untuk mengeksploitasi lahan hutan dan desa mereka.

Eksploitasi tambang emas yang sudah ada dan sudah berlangsung, dirasa memberi kesengsaraan bagi warga. “Kalau orang-orang tua kami dulu tidak pernah merasakan banjir, tapi kini jangankan banjir, bahkan banjir bandang pun kami rasakan dan menimbulkan kerugian yang cukup luar biasa bagi warga,” ujar Saudah.

Saudah tidak sendiri yang mengeluhkesahkan kondisi kampung dan hutan di kawasan kampung mereka yang mulai berubah menjadi lahan sawit. Yang ujung-unungnya membuat kehidupan warga menjadi berbalik 180 derajat, dari semula aman dan tentram kini menjadi was-was dan cemas jika masuk musm hujan karena ancaman banjir, banjir bandang dan longsor. Belum lagi ancaman hewan liar yang merangsek masuk kampung memakan hasil kebun dan ternak warga. Diantaranya ada Wirdana dari Aceh Tengah dan Watini dari Aceh Timur, dan beberapa perwakilan warga dari Aceh Tamiang, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Mereka adalah warga yang hidup dilingkung kawasan Hutan Leuser, yang menjadi kawasan konservasi hutan.

Kisah-kisah gangguan terhadap hutan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di pedesaan dilingkungan kawasan Konservasi Leuser ini terungkap saat diskusi masyarakat tapak pada Pekan Raya Leuser yang diselenggarakan oleh Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAka) yang berlangsng di Banda Aceh pada awal Desember 2024 lalu.

Mengenalkan hewan kunci yang hidup di kawasan ekosistem Leuser kepada anak-anak, pada Pekan Raya Leuser, di Banda Aceh. Foto : Digdata.id

Lukmanul Hakim, Pengurus Yayasan HAkA Aceh menegaskan, bahwa Aceh memiliki 3,5 juta hektare kawasan hutan, dimana 2,6 juta hektarnya adalah kawasan lindung Ekosistem Leuser yang menjadi habitat spesies langka seperti gajah, badak, orang utan, dan harimau.

“Hutan Aceh adalah kebanggaan kita, tetapi ancamannya juga besar. Pada 2023, Aceh mengalami 97 kasus banjir, banyak di antaranya disebabkan oleh deforestasi. Sebanyak 8.906 hektare tutupan hutan hilang tahun lalu,” ujar Lukman.

Ia menekankan bahwa hilangnya tutupan hutan tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga meningkatkan risiko bencana. Oleh karena itu, menjaga tutupan pohon melalui upaya konservasi aktif menjadi hal yang sangat penting. “Jika hutan rusak maka kita juga akan rusak,” tegas Lukmanul Hakim.

HAkA Aceh, sebut Lukman, tak henti-hentinya mengkampanyekan akan pentingnya kawasan hutan dan ekosistem leuser sebagai penyangga hidup manusia, diantaranya dengan menyelenggarakan Pekan Raya Leuser pada tanggal 3-8 Desember 2024 di Banda Aceh, dalam rangka merayakan upaya perlindungan hutan berbasis masyarakat di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser di Provinsi Aceh. Acara utamanya digelar di Museum Tsunami pada tanggal 7-8 Desember 2024.

Acara di Museum Tsunami dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni dari masyarakat dan sanggar dari beberapa kabupaten di Aceh, bazaar produk masyakat, live mural dari seniman, dialog entitas masyarakat bersama instansi pemerintah, permainan tradisional untuk anak-anak, dan beberapa pentas seni lainnya. Selama 2 hari, Pekan Raya Leuser dihadiri lebih dari 500 orang, termasuk lebih dari 100 orang masyarakat dampingan yang hadir dari kabupaten-kabupaten di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser.

“Pekan Raya Leuser ini adalah wadah untuk memperlihatkan upaya-upaya berbagai entitas kelompok masyarakat di Kawasan Ekosistem Leuser yang sudah berjuang untuk melindungi hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Kita mengundang Teungku Inong, Pawang, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), Kelompok Pemuda, dan Perempuan Paralegal Lingkungan Hidup. Di saat bersamaan, acara ini juga menjadi ajang komunikasi antara entitas tersebut, dan menjadi wahana untuk meningkatkan kesadaran publik, khususnya untuk kita yang hidup di kota, terkait upaya dan tantangan masyarakat untuk melindungi hutan,” ujar Rubama, Community Conservation Manager di Yayasan HAkA.

Kelompok Entitas masyarakat dampingan juga membacakan pernyataan sikap kepada pemerintah Aceh yang berisi harapan-harapan mereka terkait konservasi Kawasan Ekosistem Leuser. Foto : Yayasan HAkA.

Entitas masyarakat dampingan juga membacakan pernyataan sikap kepada pemerintah Aceh yang berisi harapan-harapan mereka terkait konservasi Kawasan Ekosistem Leuser ke depan dan mendukung upaya-upaya masyarakat yang berjuang untuk lingkungan hidup yang sehat. Di antara beberapa permintaan masyarakat, dorongan kepada pemerintah Aceh untuk memastikan adanya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) untuk menjamin tidak adanya rencana pembangunan yang tidak layak di dalam Kawasan yang sensitif ini.

“Ini adalah acara yang sangat baik, terutama untuk kami masyarakat, karena sering merasa bahwa perjuangan kami melindungi hutan terkesan menjadi perjuangan sendiri. Kami berharap melalui pernyataan sikap kami, pemerintah provinsi hingga desa akan mendengar pemintaan kami dan juga mengajak masyarakat untuk berkolaborasi dalam melindungi hutan demi kesejahteraan kita bersama,” sebut Saudah, yang juga merupakan pendiri Perempuan Beutong Bersatu di Kabupaten Nagan Raya.

“Kami sangat senang melihat antusiasme dan kehadiran dari banyak masyarakat di Banda Aceh ke Pekan Raya Leuser. Apabila tidak mengenal masyarakat-masyarakat yang hidup bersampingan dengan hutan, kita tidak akan mengetahui perjuangan mereka. Semoga Pekan Raya Leuser juga dapat meningkatkan kolaborasi antar pihak, dan menjadi semangat bersama untuk melindungi hutan Aceh, khususnya Kawasan Ekosistem Leuser,” ujar Badrul Irfan, Sekretaris Yayasan HAkA.  (Yan)

Share
Related Articles
BeritaHeadline

Aceh Masuk 10 Besar Provinsi dengan Deforestasi Tertinggi di 2024

Deforestasi di Indonesia meningkat 2 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Aceh...

BeritaHeadlineJurnalisme Data

Keruk Emas di Benteng Ekologi (3)

Peta angkasa menunjukkan, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) merambah Kawasan Ekosistem Leuser...

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui terdampar di Pantai Leuge, Kecamatan Pereulak, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (29/01/2025)
BeritaHeadlineNews

Imigran Etnis Rohingya Kembali Terdampar di Aceh Timur

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui...

Pertunjukkan Barongsai memeriahkan Tahun Baru Imlek 2025 di Banda Aceh.
BeritaHeadlineNews

Barongsai Imlek, Sedot Perhatian Warga Banda Aceh

Atraksi barongsai digelar dalam rangka memeriahkan tahun baru Imlek 2576 Kongzili di...