Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, menekankan pentingnya penerapan prinsip religius dalam hal ini pemahaman islam dalam kebijakan pengelolaan ruang hidup di Aceh.
Hal ini muncul dan mengemuka dalam kegiatan Muzakarah Kebijakan Ruang Aceh Berkeadilan Ekologis yqang berlangsung di salah satu hotel Banda Aceh, Selasa, 24 Desember 2024.
Kegiatan yang melibatkan akademisi Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISA) Samalanga, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh ini menggarisbawahi pentingnya penerapan prinsip-prinsip Islam dalam kebijakan pengelolaan ruang. Dan menyerukan agar gubernur Aceh terpilih nantinya bisa mengesahkan Rancangan Qanun (Raqan) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh 2025 saat menjabat.
Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, menyatakan bahwa muzakarah itu melahirkan beberapa rekomendasi, diantaranya adalah mendorong Gubernur Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk segera mengesahkan Raqan RTRW yang berbasis pada prinsip Islam. Meliputi tauhid, khalifah, keadilan, maslahah, dan tawazun.
“Tauhid mengingatkan kita bahwa ruang adalah ciptaan Allah yang harus dihormati dan dikelola dengan bijaksana. Sementara itu, sebagai khalifah di bumi, kita bertanggung jawab menjaga keseimbangan ekosistem dan memanfaatkan ruang demi kesejahteraan umat,” sebut Ahmad Shalihin, Selasa (24/12/2024).
Dari hasil Muzakarah, sebut Ahmad Shalihin, dijelaskan konsep keadilan mengharuskan distribusi lahan yang merata, pemanfaatan ruang yang tidak merugikan pihak manapun, serta memastikan keberlanjutan lingkungan melalui konsep tawazun.
Maslahah juga ditekankan sebagai prioritas dalam kebijakan ini, dengan fokus pada kemanfaatan umum tanpa merusak lingkungan.
“Rekomendasi ini, bertujuan untuk mewujudkan visi pembangunan yang seimbang. Yakni hubungan harmonis antara manusia dengan Allah, antar sesama manusia, dan antara manusia dengan alam, disini juga disebutkan pentingnya transparansi pengelolaan sumber daya alam, terutama di sektor perkebunan, pertambangan, dan kehutanan,” katanya.
Gubernur Aceh, sebut Ahmad Shalihin, harus membuka data dan informasi terkait pengelolaan sektor-sektor tersebut, dan partisipasi masyarakat juga menjadi salah satu fokus utama.
Pemerintah Aceh diharapkan memberikan ruang bagi ulama, cendekiawan Muslim, masyarakat adat, kelompok perempuan, dan pihak-pihak lain yang memiliki pengetahuan untuk berpartisipasi dalam penyusunan Raqan RTRW ini. Selain itu, Raqan RTRW Aceh diharapkan dapat mengakomodasi kawasan perlindungan satwa, wilayah kelola masyarakat, hutan adat, koridor satwa, serta Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), yang harus diakui dan ditetapkan dalam peraturan tersebut. (Yan)