Adanya Pencatutan NIK, Bukti Potret Buram Partai Politik Sebagai Peserta Pemilu

“ Korupsi yang terjadi di Indonesia berakar dari korupsi politik yang dilakukan oleh partai politik. dengan masih adanya pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) masyarakat atau eksploitasi data masyarakat untuk kepentingan politis”Kata Tibiko Zabar Pradano Koordinator Divisi Kampanye Publik Indonesia Corruption Watch (ICW).

Hal tersebut terlihat dari masih adanya ambisi politik yang ingin dicapai dengan mengorbankan kepentingan masyarakat dan adanya ambisi politik yang ingin dicapai dengan cara yang tidak demokrasi. Jelas Tibiko saat memandu diskusi publik membedah hasil temuan tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Aceh terkait pencatutan NIK tanpa izin pemilik oleh sejumlah partai politik dan calon anggota DPD pada Kamis (20/7) di Banda Aceh.

Kegiatan yang dimotori ICW dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) tersebut menghadirkan empat orang pemateri yakni, Ketua Bawaslu Aceh, Agus Syahputra, Mantan Komisioner KIP Aceh, Akmal Abzal, Direktur Katahati Institut, Raihal Fajri dan Anggota Pekerja MaTA, Hafizal.

Tibiko juga mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan tim KJI Aceh baru-baru ini telah mempublish temuan pencatutan NIK masyarakat tanpa izin oleh parpol juga calon DPD dan bagaimana proses pencatutan yaitu  dengan menggunakan data warga yang tercatat sebagai penerima bansos dan mendekati para pemilik akses KTP warga dengan cara membelinya atau menjanjikan sejumlah program ketika ia lolos sebagai dewan nantinya.

Dengan adanya temuan tersebut membuktikan bahwa pengawasan pelaksanaan pemilu belum berjalan maksimal dan itu tidak hanya terjadi di Aceh tetapi hampir di semua provinsi di Indonesia bahkan di pusat juga.

“ ini harus menjadi perhatian bersama dan ditindaklanjuti oleh Bawaslu sebagai pengawas pemilu dan KIP / KPU sebagai penyelenggara Pemilu”Tegas Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW.

Ada empat lokus uji sampel investigasi yang dilakukan tim KJI Aceh selama 3 bulan terakhir terkait pencatutan NIK masyarakat oleh partai politik dan calon DPD yang hasilnya telah di publish di sejumlah media online dengan Judul “Muge KTP di Musim Pemilu”yakni Aceh Timur, Pidie Jaya, Aceh Besar dan Banda Aceh. dan hasilnya ada sejumlah warga di wilayah tersebut NIK nya dicatut oleh Parpol dan calon DPD tanpa sepengetahuan mereka papar Fitri Juliana salah satu anggota KJI Aceh.

“ Mereka mengetahuinya setelah melakukan pengecekan di aplikasi KPU dan saat melakukan verifikasi data oleh petugas KIP di Kecamatan. Bahkan anehnya lagi ada NIK nya dicatut tetapi atas nama orang lain ( bukan nama si pemilik NIK)” beber Fitri lagi dalam diskusi publik “Sengkarut Pencatutan KTP dan Data Pemilih Ganda dalam Menghadapi Pemilu 2024”

Menanggapi hal tersebut, mantan Komisioner KIP Aceh, Akmal Abzal mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh publik terhadap perilaku para peserta pemilu masih lemah Menurutnya, masyarakat hanya berfokus dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu

“Padahal mal administrasi itu yang acap kali dilakukan oleh para peserta pemilu, seperti mengumpulkan KTP tanpa sepengetahuan kita. Ini realita yang terjadi seperti temuan Tim KJI Aceh dan ini membuktikan potret buram partai politik sebagai peserta pemilu,” ungkapnya

Sebagai penyelenggara, kata Akmal, KPU telah membuka Helpdesk untuk digunakan oleh masyarakat dengan melaporkan pencatutan nama dan NIK-nya agar data tersebut dihapus dari Sipol.

“Kalau periode 2023 ini begitu carut marutnya kondisi pendaftaran partai politik peserta pemilu 2024, yang dimana mencatut NIK tanpa izin dan berakhir tanpa sanksi dan tidak ada yang berani membawa ke jalur hukum sebagai shokterapi bagi parpol atau calon DPD, maka yakinlah Pemilu 2029 nantinya juga akan terjadi hal yang sama,” tegasnya

Akmal mengatakan, meskipun KPU telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 pada 27 Juni 2023 lalu, namun data tersebut belum selesai hingga saat ini. Karena banyak pemilih pemula yang umurnya telah mencapai 17 tahun setelah KPU menetapkan jumlah DPT hingga hari pemungutan suara 14 Februari 2024

“Sampai dengan hari ini rekam digital terhadap identitas pemilih pemula itu belum dimiliki,” ungkapnya

Sementara itu Ketua Bawaslu Aceh, Agus Syahputra, berterima kasih kepada tim KJI Aceh yang telah turun kelapangan untuk memastikan pencatutan NIK tanpa ijin orang tersebut, dan temuan tersebut menjadi masukan bagi mereka dalam melakukan pengawasan pemilu nantinya.

Agus juga tak menampik hasil temuan KJI Aceh terkait pencatutan NIK oleh partai peserta peserta pemilu, karena di panwaslih Aceh sendiri banyak laporan warga yang masuk, dan wilayah terbanyak pelaporan pencatutan nik terjadi di Aceh Tengah sebanyak 40 kasus.

Berdasarkan penelusuran pihaknya, banyak pencatutan NIK ini disebabkan oleh program-program bantuan dari partai politik dan bansos pemerintah.

“ Dalam pengawasan Pemilu nantinya, Panwaslih tidak bisa sendiri,harus dibantu oleh CSO, Jurnalis juga masyarakat yang tujuannya agar pemilu bisa berjalan secara demokrasi”harap ketua Panwaslu Aceh

Ia juga mengatakan, sejauh ini  Panwaslih Aceh bersama KIP Aceh telah memperbaiki puluhan ribu data pemilih tetap di Aceh, seperti data ganda, pemilih pemula hingga pemilih yang telah meninggal dunia.

Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri mengungkapkan bahwa, ditemukannya data ganda pemilih merupakan kesalahan administrasi kependudukan pada saat melakukan perekaman E-KTP.

Jurnalis dan sejumlah elemen sipil yang ingin menjadikan pemilu lebih baik dari sebelumnya harus sama-sama menjadi tim pemantau dan masih ada waktu mendaftarkan diri menjadi pemantau pemilu.

Sementara itu Hafijal dari MaTA lebih menyoroti masalah regulasi yang dinilai dapat menjadi potensi bagi peserta Pemilu dalam melakukan politik uang pada pesta Demokrasi kali ini, salah satunya penghapusan pelaporan dana kampanye parpol oleh KPU.

 

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.