Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyoroti biaya Kunjungan Kerja (Kunker) tiga pimpinan dan satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ke Amerika Serikat (AS). Anggaran yang fantastis itu sebesar Rp 400 juta lebih, seharusnya cukup bangun rumah dhuafa sebanyak 5 unit lebih atau dialihkan untuk pemberdayaan ekonomi di tengah himpitan perekonomian paska pandemi Covid-19.
Pimpinan dan anggota DPRA dijadwalkan akan melakukan Kunker ke Rhode Island, Amerika Serikat pada tanggal 16 sampai 22 Mei 2022 mendatang.
Dalam dokumen estimasi anggaran kunjungan tersebut dituliskan, Kunker tersebut dilakukan dalam rangka memaksimalkan peran legislatif terkait dengan pembangunan strategis Aceh di bidang pendidikan khususnya perguruan tinggi sekaligus memenuhi undangan The University Of Road Island.
Estimasi biaya yang cukup fantastis pun dikeluarkan untuk perjalanan luar negeri mencapai Rp 400 juta. Dengan rincian, tiket pesawat dari Aceh – Jakarta – Aceh Rp6.000.000; tiket pesawat Jakarta – Amerika Serikat (PP) Rp40.000.000; visa service Rp3.000.000; dan travel insurance @ USD 200 Rp3.000.000; biaya harian selama tujuh hari x 489 USD x Rp14.310, sama dengan Rp48.983.130. Sehingga per orang mencapai Rp100.983.130 dengan total Rp403.932.520.
Adapun nama pelaksana perjalanan dinas diantaranya, H Dalimi, S.E, Ak., Hendra Budiman S.H., Safaruddin, S.Sos, M.S.P., dan Ir. Alaiddin Abu Abbas, M.M.
Koordinator MaTA, Alfian mengatakan, Kunker ke Amerika patut dipertanyakan, terlebih dengan anggaran 400 juta lebih.
“Dari budget yang sudah di ACC oleh pimpinan DPRA perlu kita pertanyakan, terlihat dari harga tiket pesawat, setau kami tidak mencapai angka demikian,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa (10/5/2022).
Alfian juga mengatakan, agar rencana Kunker itu dibatalkan dan tidak setuju dengan pernyataan hal tersebut adalah bagian dari pengawasan.
“Kita berharap bahwa rencana kunker ini harus dibatalkan karena sama sekali tidak ada keinginan dari rakyat. Sangat tidak beralasan ketika mengatakan itu bagian dari pengawasan. Misalnya anggaran paling besar program yang sudah dijalani sebelumnya tidak ada proses pengawasan, mengapa keluar negeri ada pengawasan. Saya pikir alasan yang sangat tidak relevan sekali, lebih kepada untuk main-main untuk jalan-jalan,” katanya.
Ia juga menyebutkan sebaiknya, biaya itu dialihkan untuk hal yang lebih bermanfaat seperti pembangunan rumah dhuafa, pendidikan di Aceh, dan pembangunan jembatan.
“Artinya lebih bermanfaat misal uang itu dialihkan dan digunakan untuk membangun rumah dhuafa, fasilitas pendidikan, dan jembatan sebagai akses masyarakat,” ujarnya.
Jika diestimasikan, biaya kunker yang mencapai angka Rp 400 juta lebih itu untuk membangun rumah duafa, dengan estimasi sebesar Rp 80 juta per unit, maka dapat mencapai 5 unit rumah.
Sementara itu seorang pimpinan DPRA, Safaruddin mengaku tidak berangkat ke AS meskipun namanya tercantum dalam dokumen estimasi anggaran tersebut. Dia bahkan menyebutkan tidak mengurus administrasi apapun untuk keberangkatan ke Negera Paman Sam.
“Saya tidak ikut, tidak ngurus apapun,
Yang pertama tidak tau agenda apa dan tidak ngurus apapun, mungkin yang lain yang ikut,” katanya dengan singkat.
Menurut Safaruddin, kunjungan tersebut dalam rangka memenuhi undangan dari pihak Rhode Island University Amerika Serikat yang berulang tahun, dan surat itu ditujukan kepada pimpinan.
“Itu semua diurus, mana tau kalau memang ada kesempatan dan diagendakan mau ke sana, jadi mereka tinggal cukup pengurusan Kemendagri dilancarkan dan tidak berulang-ulang, yang pasti saya tidak ikut dan tidak mengurus apapun dalam agenda itu,” tandasnya.[acl]
Reporter: Hasni Hanum