Home Berita Makanan-minuman manis mudah dijangkau, Kasus Diabetes Anak Meningkat
BeritaHeadlineNews

Makanan-minuman manis mudah dijangkau, Kasus Diabetes Anak Meningkat

Share
Share

Pemerintah diminta segera menerbitkan regulasi yang dapat mendorong masyarakat membatasi konsumsi gula di tengah meningkat pesatnya kasus diabetes yang diderita anak-anak, kata pendiri sekaligus CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) Diah Saminarsih.

Makanan dan minuman manis begitu mudah dijangkau, sementara kebijakan pemerintah sejauh ini dianggap “belum cukup melindungi”, dan lebih banyak menggantungkan pembatasan konsumsi gula pada keputusan masyarakat sendiri berdasarkan informasi kandungan gula yang tertera pada label makanan dan minuman.

Padahal literasi kesehatan masyarakat, kata Diah, “masih rendah”.

Oleh sebab itu, CISDI mendesak pemerintah segera mengintervensi situasi ini dengan mengenakan cukai pada minuman berpemanis hingga 20% dari harga minuman.

Selain itu, membentuk regulasi yang mewajibkan produsen memberi label yang tidak hanya mencantumkan informasi kandungan gula di dalam setiap minuman, namun juga soal batas konsumsi gula per hari.

Tanpa intervensi pemerintah, kasus diabetes anak dikhawatirkan akan terus meningkat, menurunkan daya saing mereka di masa depan, serta menambah beban biaya kesehatan yang ditanggung negara.

IDAI mencatat terdapat 1.645 anak di Indonesia yang menderita diabetes pada Januari 2023, di mana prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak.

“Jumlah ini meningkat 70 kali lipat dibandingkan di 2010 lalu,” kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI Muhammad Faizi, yang juga mengatakan prevalensi kasus diabetes anak pada 2010 adalah 0,028 per 100.000 anak.

Hampir 60% penderitanya adalah anak perempuan. Sedangkan berdasarkan usianya, sebanyak 46% berusia 10-14 tahun, dan 31% berusia 14 tahun ke atas.

Data itu berasal dari 15 kota di Indonesia, dan paling banyak berasal dari Jakarta serta Surabaya.

Faizi juga mengatakan bahwa kasus diabetes pada anak kian meningkat sejak pandemi. Dia menduga itu disebabkan oleh kurangnya aktivitas yang mendorong anak-anak banyak bergerak serta pola makan yang tidak teratur.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengatakan data IDAI itu belum tentu menunjukkan peningkatan kasus, karena “bisa saja mendata kasus lama dan kasus baru”.

“Karena ada registrasi baru maka kesadaran untuk melaporkan menjadi meningkat,” kata Nadia melalui pesan singkat.

Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa “ada kenaikan kunjungan diabetes anak yang lumayan tinggi” sejak 2018 hingga 2022.

“Pada awal 2018 ke akhir 2022, kenaikan diabetes melitus pada anak sekitar 1000 kasus,” kata Ali Ghufron, sambil menekankan bahwa data itu hanya menggambarkan penderita diabetes anak yang berobat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.

Menurut Diah, anak-anak menjadi gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis karena terbiasa dengan pola asuh dan pola makan “yang tidak sehat” sejak dini akibat makanan dan jajanan berkandungan gula tinggi.

Apalagi situasi yang tercipta saat ini, makanan instan dan berpemanis lebih mudah dijangkau dan dianggap lebih praktis. Sementara itu, makanan sehat lebih sulit didapat dan lebih mahal.

Diah mengatakan ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat terkait seberapa batas kandungan gula yang aman.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula tambah per orang per hari adalah sebesar 50 gram atau setara dengan empat sendok makan.

Namun Diah menilai masih banyak masyarakat yang “belum paham” seberapa banyak takaran gula yang tergolong aman sehingga dibutuhkan regulasi dari pemerintah yang mengatur secara detil mengenai itu.

Menurut Diah Saminarsih, peningkatan kasus diabetes pada anak itu “sangat mengkhawatirkan”, mengingat diabetes adalah tipe penyakit kronis dengan dampak sangat panjang.

Apabila pemerintah tidak segera mengintervensi temuan ini dengan kebijakan yang terukur, Diah khawatir penyakit ini akan “menurunkan daya saing mereka” di masa depan yang oleh pemerintah sendiri digadang-gadang sebagai “generasi emas”.

Belum lagi peningkatan beban biaya kesehatan yang akan ditanggung oleh pemerintah. Sebab, diabetes merupakan jenis penyakit yang dapat memicu komplikasi penyakit lainnya seperti jantung dan ginjal.

Biaya pengobatan diabetes sendiri sejauh ini telah membebani keuangan negara. Pada 2020, BPJS Kesehatan mengeluarkan Rp20 triliun untuk memangani penyakit katastropik, salah satunya penyakit diabetes yang terus meningkat. International Diabetes Federation (IDF) pun memperkirakan biaya penanganan diabetes di Indonesia akan meningkat hingga 33% pada 2045. {]

Disunting dari : BBC Indonesia.com

Share
Related Articles
BeritaHeadline

Aceh Masuk 10 Besar Provinsi dengan Deforestasi Tertinggi di 2024

Deforestasi di Indonesia meningkat 2 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Aceh...

BeritaHeadlineJurnalisme Data

Keruk Emas di Benteng Ekologi (3)

Peta angkasa menunjukkan, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) merambah Kawasan Ekosistem Leuser...

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui terdampar di Pantai Leuge, Kecamatan Pereulak, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (29/01/2025)
BeritaHeadlineNews

Imigran Etnis Rohingya Kembali Terdampar di Aceh Timur

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui...

Pertunjukkan Barongsai memeriahkan Tahun Baru Imlek 2025 di Banda Aceh.
BeritaHeadlineNews

Barongsai Imlek, Sedot Perhatian Warga Banda Aceh

Atraksi barongsai digelar dalam rangka memeriahkan tahun baru Imlek 2576 Kongzili di...