Home Berita Pasca Gempa M7,7, Warga Mandalay masih Tidur di Tenda Terbuka, Trauma Gempa dan Takut Bangunan Runtuh
BeritaHeadlineNews

Pasca Gempa M7,7, Warga Mandalay masih Tidur di Tenda Terbuka, Trauma Gempa dan Takut Bangunan Runtuh

Share
Bangunan runtuh akibat gempa dengan kekuatan M7,7 yang mengguncang Myanmar 28 Maret 2025 lalu.
Bangunan runtuh akibat gempa dengan kekuatan M7,7 yang mengguncang Myanmar 28 Maret 2025 lalu.
Share

Empat hari pasca-gempa dahsyat mengguncang Myanmar, banyak warga di Mandalay masih bertahan hidup di tenda-tenda darurat. Mereka memilih mengungsi ke ruang terbuka karena takut bangunan tempat tinggal mereka runtuh sewaktu-waktu.

Gempa Myanmar berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang pada Jumat (28/3/2025), menewaskan lebih dari 2.000 orang. Wilayah terdampak terparah berada di bagian tengah negeri itu, termasuk kota Mandalay yang berpenduduk lebih dari 1,7 juta jiwa.

Tak hanya getaran awal yang merusak banyak rumah, gempa susulan yang terus terjadi turut membuat warga khawatir. Mereka enggan kembali ke dalam bangunan meski harus menghadapi suhu udara yang sangat panas di siang hari.

Takut tertimpa bangunan Hlaing Hlaing Hmwe (57), seorang nenek yang tinggal di Mandalay, mengaku tidak berani kembali ke rumahnya. Kami tidak berani kembali ke rumah karena kami khawatir bangunan tetangga akan runtuh menimpa kami,” ujarnya, dikutip dari kantor berita AFP.

Ia menambahkan, anak-anak di keluarganya sudah ingin pulang karena cuaca sangat terik. Suhu pada Selasa (1/4/2025) tercatat mendekati 40 derajat celsius. Karena kondisi itu, Hlaing mempertimbangkan untuk mencari perlindungan di biara. “Kami mendengar biara-biara juga runtuh, tetapi ada biara lain yang bisa kami datangi,” tuturnya.

Bagi sebagian warga, tinggal di ruang terbuka menjadi satu-satunya pilihan aman, meski harus mengorbankan kenyamanan. Soe Tint (71), warga yang tinggal bersama keluarganya di tenda di area ladang, mengatakan fasilitas dasar sangat terbatas. “Kami merasa tidak aman untuk tidur di rumah kami. Jadi kami pindah ke ladang ini,” kata Soe Tint.

Di sekitarnya, bangunan setinggi enam hingga tujuh lantai tampak miring akibat gempa. Hal itu membuatnya makin cemas. “Saya bahkan mengira detak jantung saya sendiri adalah gempa bumi,” ungkapnya.

Salah satu bangunan yang terdampak parah adalah aula ujian Buddha U Hla Thein. Saat gempa terjadi, ratusan biksu sedang mengikuti ujian. Sebagian bangunan runtuh, dan puluhan tas buku milik para peserta ujian masih tergeletak di luar gedung.

“Ini adalah barang-barang milik para biksu yang mengikuti ujian,” ujar seorang petugas setempat, sembari menunjukkan tumpukan tas, buku pelajaran, catatan, dan paspor. Di lokasi yang sama, tim penyelamat dari India tampak bekerja di antara puing-puing bangunan. Mereka dibantu oleh kendaraan pemadam kebakaran dan alat berat. “Kami tidak tahu berapa banyak orang yang berada di bawah bangunan itu,” kata salah satu anggota tim penyelamat asal India. Sementara itu, seorang petugas pemadam kebakaran Myanmar mengonfirmasi kondisi tragis di lokasi tersebut.

“Banyak mayat diluar. Tidak mungkin ada yang selamat,” ujarnya.

Bencana tengah konflik

Diketahui, upaya pemulihan pasca-gempa semakin sulit karena Myanmar masih dilanda konflik bersenjata. Sejak kudeta militer pada 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, pertempuran antara junta militer dan kelompok anti-pemerintah menghancurkan berbagai infrastruktur penting di negara itu.

Sebagai bentuk duka nasional, junta militer mengumumkan masa berkabung selama sepekan. Selasa lalu, warga diminta mengheningkan cipta selama satu menit pada pukul 12.51 waktu setempat, atau waktu yang sama saat gempa mengguncang empat hari lalu.

Di sekitar Universitas Mandalay, bendera Myanmar tampak dikibarkan setengah tiang. Angin sepoi-sepoi membuat garis kuning, hijau, dan merah pada bendera itu berkibar pelan. Meski lalu lintas di Mandalay mulai kembali ramai, seorang pengemudi mengatakan kondisi jalan masih lebih lengang dari biasanya.

Di tengah ketidakpastian, warga seperti Soe Tint hanya bisa berharap bisa segera kembali ke rumah mereka.

Gempa dahsyat berkekuatan 7,7 magnitudo menggucang Myanmar, Jum’at (28/03/25). Gempa yang berpusat di wilayah Sagaing, Myanmar ini menyebabkan kerusakan besar hingga Thailand.

Mengutip dari liputan6.com, The United States Geological Survey (USGS) melaporkan bahwa gempa tersebut bersifat dangkal, dengan kedalaman hanya 10 km . Episentrumnya terletak di dekat pusat kota Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, sekitar 50 km (30 mil) di sebelah timur Monywa. Gempa bumi dangkal ini terjadi akibat pergerakan Sesar Besar Sagaing dengan mekanisme geser mendatar (strike-slip). Guncangannya dirasakan hingga ke negara-negara tetangga, termasuk Thailand, China, India, dan Bangladesh. (Yan)

Sumber : Kompas.com

Share
Related Articles
Sejumlah pemuda berdiskusi dan kenduri memperingati Haul ke-15 Hasan Tiro di Aceh. Poto : For Digdata.id
BeritaNews

Orang Muda di Aceh, Peringati Haul ke 15 Hasan Tiro

Nama Hasan Tiro, pastinya tak pernah lekang diingatan masyarakat di Aceh. Hasan...

JCH Perempuan asal Embarkasi Aceh bersiap berangkat ke Mekkah.
BeritaHeadlineNews

Jadi Amirul Hajj, Menteri PPPA Pastikan Hak Jemaah Haji Perempuan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi, memastikan jemaah...

Wahyu Majiah dan Pameran Foto & Video: Kita Berhak Sehat
BeritaNews

Fotografer Perempuan Asal Aceh Tampil di Pameran “Kita Berhak Sehat” di Jakarta

Fotografer perempuan muda berbakat asal Aceh, Wahyu Majiah, menjadi salah satu dari...

JCH asal embarkasi Aceh bersiap berangkjat menuju Makkah. Poto : Fitri Juliana/Digdata.id
BeritaNews

BP Haji Bakal Perbanyak Pembimbing Perempuan pada 2026

Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan rencana...