Permenkes No16/2022, Apakah Menjadi Jalan Tol Bagi Legalisasi Ganja di Indonesia?

Wacana-wacana untuk legalisasi tanaman ganja sebagai sumber pengobatan dan bahan medis, sedikit mendapat angin segar. Kementrian Kesehatan RI akhirnya mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Produksi dan/atau Penggunaan Narkotika Untuk Kepentingan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa : Ruang lingkup pengaturan tata cara penyelenggaraan Produksi dan/atau Penggunaan Narkotika untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

  1. penyelenggaraan Produksi dan/atau Penggunaan Narkotika golongan I dalam Produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh Industri Farmasi tertentu;
  2. syarat dan tata cara mendapatkan izin memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi lembaga ilmu pengetahuan.

Menyikapi hal ini , Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dengan cepat mewacanakan untuk membuat qanun tentang legalisasi ganja medis.

Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani. Poto: Dara/Digdata.id

Ketua Komisi V DPR Aceh M Rizal Falevi Kirani mengatakan, wacana itu muncul setelah ada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 16 tahun 2022,  yang mengatur tata cara penggunaan narkotika untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peraturan itu ditandatangani Menteri Kesehatan pada 8 Juli lalu dan diundangkan pada tanggal 20 Juli 2022.

“PMK nomor 16 tahun 2022 jadi dasar bahwa kami akan mengkaji lebih komprehensif dulu terhadap substansi keluarnya PMK, salah satunya adalah berbicara tentang legalisasi ganja untuk medis,” kata Falevi Kirani, Kamis (25/08/2022).

Falevi menegaskan bahwa kehadiran qanun sangat penting sebagai turunan dari PMK. “Kita sudah bisa melakukan kajian-kajian, baik naskah akademik, maupun kajian informal lainnya,” lanjutnya.

Menurutnya, Aceh punya literatur ganja yang komprehensif dan menjadi salah satu yang berkualitas di dunia. Kajian penting dilakukan sebelum membuat sebuah regulasi. Di negara lain, ganja medis disebut telah bermanfaat dan memberi kontribusi untuk penyembuhan penyakit dan peningkatan kesehatan.

Almarhum Musri dan Penelitiannya Tentang Ganja

Almarhum Prof Musri Musman, seorang pakar penelitian terhadap tanaman ganja dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dalam beberapa kesempatan mengungkap sejumlah manfaat dari minyak biji ganja. Salah satunya mengandung omega 3 dan omega 6.  

Hal itu diungkap Prof Musri saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Kamis, 30 Juni 2022, lebih kurang sebulan sebelum kepergiannya. Dalam rapat tersebut hadir pula ibu pejuang untuk ganja medis bagi anaknya, Santi Warastuti.

Prof Musri menjelaskan soal jenis ganja untuk medis. Menurutnya, ada tiga golongan ganja untuk penggunaan medis yakni, Cannabis Sativa, Cannabis Indica, dan Cannabis Ruderalis. 

Disebutkan Prof Musri, diketahui ganja itu dalam genus cannabis itu digolongkan dalam tiga. Cannabis Sativa, itu daunnya runcing-runcing, dan batangnya tinggi tinggi, mengandung THC yang konsentrasinya lebih tinggi. Jenis ini bisa ditemui di Aceh.

Yang kedua adalah Cannabis Indica, ini tumbuhan pendek paling tinggi dua meter, daunnya besar-besar. Dan yang ketiga adalah, Cannabis Ruderalis itu yang disebut rami. Cannabis sativa disebut mariyuana, sedangkan indica disebut hemp. Di mana hemp dan mariyuana dilakukan oleh industri, pada saat itu belum ada klasifikasinya seperti ini.”Itu penekanan yang kita buat,” katanya.  

Dari tumbuhan tersebut, Prof Musri mengatakan orang bisa melihat pemanfaatan pada bijinya. Dimana mengandung sejumlah nutrisi yang dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari.

Petugas Gabungan membakar tanaan ganja, di Lamteba, Aceh Besar. Poto: Humas BNNP

Dari sekian banyak informasi yang diperolehnya, yang paling penting adalah daya cerna oleh minyak ganja mampu diserap 100 persen oleh tubuh. 

“Jadi tidak ada istilah itu akan meracuni akan memabukkan karena mengandung yang kita sebut edestin 65 persen dan albumin 35 persen, ini persis seperti kita makan telur ayam. Jadi nilai nutrisinya di sana,” jelas Prof Musri.  

Selain itu, lanjutnya, minyak ganja juga memiliki kandungan omega 6 dengan omega 3. FAO mensyaratkan bila suatu bahan mengandung omega 3 (3 bagian) dan 6 (1 bagian) itu merupakan asupan sempurna untuk nutrisi. 

Demikian juga ada sejumlah vitamin. Di mana vitamin ini B1, B2 dan sebagainya bisa digunakan untuk mengatasi stunting karena sifat nutrisinya yang tinggi. “Di situ kebermanfaatan minyak biji ganja banyak nutrisi,” katanya. 

Kemudian, sambung Prof Musri, di dalam tubuh ada 20 asam amino, 10 disebut asam amino esensial, 10-nya disebut non esensial. Dari 10 asam amino esensial itu, kata dia, 9-nya terkandung di minyak biji ganja.

“ Hendaknya semua pihak jangan melulu memandang ganja sebagai subjek negatif, melainkan juga ikut memandang secara objektif bahwa terdapat hal positif dari penggunaan ganja untuk kebutuhan medis,” jelasnya.

Mengenai tantangan legalisasi ganja di Indonesia menimbang tumbuhan tersebut rentan disalahgunakan, Prof Musri menegaskan agar Pemerintah Republik Indonesia ikut mengeluarkan regulasi pengawasan.

Regulasi pengawasan adalah regulasi yang membatasi ruang gerak ganja untuk disalahgunakan, dan Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan regulasi ini ketika ganja dilegalkan untuk kebutuhan medis.

Mendesak Lahirkan Qanun Legalisasi Ganja untuk Medis

Ketua Komisi V DPR Aceh, Falevi Kirani, menegaskan, bahwa saat ini sebuah keharusan Aceh melakukan sebuah kajian dan ini tentunya akan melahirkan sebuah regulasi. Karena kita berbicara Aceh adalah bicara qanun,” ujarnya.

Dalam qanun itu kelak diatur tata cara dan terkait larangan dan perizinan  ihwal ganja medis. Bila terwujud, Falevi  yakin ganja medis akan menyumbang pendapatan asli Aceh karena jadi barang ekspor ke negara lain.

“Karena banyak negara dimana disana tidak bisa tumbuh ganja yang berkualitas seperti di Aceh. Peluang ini yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah tentunya secara legal,” tutur Falevi.

DPR Aceh akan mengkaji detail plus dan minus legalisasi ganja medis dengan melibatkan berbagai pihak, seperti pihak kesehatan dan peneliti. Dalam waktu dekat, DPR Aceh memanggil tenaga ahli untuk mengkaji secara regulasi lebih dahulu.

“Secara literatur ganja bukan barang asing dan tabu di Aceh. Cuma bagaimana dikemas secara regulasi agar tidak menyalahi aturan bernegara di sinilah perlu hadirnya pemerintah untuk mengatur tersebut sehingga rakyat tidak disalahkan,” kata Falevi.

Dikalangan masyarakat, komentar pro kontra pun bermunculan. Aan Andika (28) seorang pekerja swasta di Banda Aceh menekankan agar pemerintah bisa meperkuat regulasi. “Jangan hanya memikirkan keuntungan secara cepat semata, tapi juga harus memperhatikan banyak aspek diwaktu yang akan datang, bukan sekarang,” jelasnya.

Penelitian, menurut Aan, akan memakan waktu, jadi jika ada wacana jangan hanya diungkapkan untuk kepentingan saat ini, tapi juga untuk kepentingan diwaktu yang akan datang khusunya bagi generasi penerus nanti.

Hal senada juga diutarakan oleh Muhaimin (27), seorang barista kopi di Banda Aceh. Meski ia sering mendengar ada olahan kopi yang sudah menjadi bubuk dicampur dengan biji ganja dan mulai sering dikonsumi, namun ia mengaku belum pernah menemukan hal tersebut.

“ Bagi saya, jika tidak merugikan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan, mungkin saja bisa dikonsumsi. Jika suatu saat pemerintah melegalkan ganja untuk kepentingan kesehatan dan medis, ya syukur saja, yang penting aturannya jelas, sehingga tidak disalahgunakan,” ujar Muhaimin.

Chidchanok Chidchob merawat tanaman mariyuana di Buriram/ bbc.com

Meski masih menimbulkan perdebatan panjang, tapi kini mulai banyak negara didunia yang sudah melegalkan keberadaan ganja dinegaranya. Adapaun negara-negara yang sudah melegalkan ganja dikalangan medis dan masyarakat adalah; Kolumbia, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Italia, Thailand, Afrika Selatan, Australia, Argentina, Ekuador, Peru, Spanyol, Uruguay, dan Siprus.

Permenkes No 16 Tahun 2022, akankah menjadi jalan Tol, bagi upaya legalisasi ganja untuk kepentingan medis di Indonesia? (Yan)

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.