“ Saya sudah mendaftar untuk bisa menjalankan ibadah haji, tapi belum terlaksana, belum dipanggil kantor agama, kalau bisa tolong sampaikan ke Pak Jokowi, agar saya bisa dipercepat berangkat ke tanah suci.”
Itulah sebagian kecil obrolan antara Syarwani Sabi dengan sejumlah jurnalis sekitar dua tahun lalu, usai melakukan ritual menenangkan seekor harimau yang baru saja ditangkap dengan menggunakan kandang jerat yang dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Siapa sangka, obrolan hangat itu adalah obrolan terakhir Kek Carwani, panggilan akrab Syarwani Sabi, dengan sejumlah jurnalis di Aceh.
Syarwani Sabi (86), sang pawang harimau Sumatera di Aceh ini tutup usia pada Senin (20/06/2022) akibat usia lanjut dan gangguan pernafasan.
Syarawani Sabi menghembuskan nafas terakhirnya selepas salat magrib sekitar pukul 18:55 WIB di kediamananya di Desa Blang Seubeutong Kabupaten Aceh Barat.
Informasi meninggalnya sang pawang harimau dengan cepat menyebarluas di berbagai media sosial dan banyak pihak yang mengucapkan duka cita atas berpulangnya sang meastro harimau ini.
Syarwani Sabi dilahirkan dari kalangan keluarga yang sederhana. Ayahnya bernama Haji Nyak Sabi juga seorang pawang harimau.
Ayahnya, Nyak Sabi, sesungguhnya tidak ingin Syarwani mengikuti profesinya sebagai pawang harimau. Namun, sejak kecil Sarwani selalu mengikuti ayahnya, mengusir harimau yang masuk permukiman penduduk.
Meskipun sedang sekolah di Sekolah Rakyat [SR], Syarwani tetap memaksa ikut ayahnya bila ada warga yang minta tolong, karena ada harimau berkeliaran.
Namun usaha sang ayah untuk melarang Sarwani, meski dengan berbagai cara, tidak berhasil. Lelaki yang tinggal di Desa Blang Sibatong, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat, itu telah memantapkan hatinya untuk menjaga harimau tetap hidup di alam liar. Akhirnya, Syarwani tidak sempat menyelesaikan sekolah.
“Meskipun tidak diizinkan, saya bersikeras ikut bila ayah dipanggil masyarakat untuk mengusir harimau, agar kembali ke hutan. Saya sangat sayang dan sangat ingin menyelamatkan harimau agar tidak dilukai, terlebih dibunuh oleh masyarakat yang merasa terganggu,” paparnya.
Kek Carwani pun kemudian dikenal sebagai pawang harimau. Tahun 2007 BKSDA Aceh melirik keberadaan Kek Carwani, dan kemudian mengontraknya untuk bisa membantu BKSDA,engatasi konflik harimau dan manusia yang semakin meningkat. Tak hanya di Aceh, oleh BKSDA, Carwani pun diajak mengatasi konflik hingga ke provinsi Riau.
Satu dari sekian kasus yang ditangani Carwani adalah ditangani Carwani adalah masuknya harimau ke perkebunan warga di Kota Subulussalam. Konflik harimau dengan manusia terjadi di Desa Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam pada Selasa 08 Maret 2020 lalu. Kakek Carwani pun diturunkan ke sana untuk menaklukkan satwa yang dilindungi tersebut.
Kakek Carwani berusia 86 tahun tersebut tampil apa adanya dengan tubuh mungil, pakaian lusuh, kulitnya legam keriput dimakan usia. Meski berjalan kaki harus dibantu tongkat lantaran kakinya mengalami cidera akibat kecelakaan lalulintas, ia tetap bersemangat menjalankan tugasnya.
Semasa sekolah, Kek Carwani sering bolos sekolah dan memilih ikut ayahnya bernama Haji Nyak Sabi yang juga pawang harimau ke hutan. Saat sang ayah pergi, Kek Carwani mengikuti dari belakang.
Hampir semua daerah di Aceh dimasuki Carwani untuk menaklukkan binatang dengan loreng khas ini. Carwani menyatakan setiap menaklukkan harimau tujuannya hanya untuk membantu masyarakat yang merasakan ketakutan terhadap hadirnya harimau.
Kek Carwani menaklukkan sang raja rimba dengan cara-cara tradisional, dan terbukti satu per satu sang raja rimba takluk di tangan pria periang ini.
Kini, sosok Kek Carwani yang periang tersebut telah di panggil menghadap sang Ilahi,
Semoga diampuni segala kesalahan dan diterima segala amal ibadahnya dalam membantu umat manusia disetiap konflik dengan hewan buas, dan menjadi amal jariah di alam sana. Aamiin.(Yan).