Walhi Aceh Minta Bupati Aceh Selatan Hentikan Pembangunan Pabrik Semen

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh meminta kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan menghentikan pembangunan pabrik semen PT Kotafajar Semen Indonesia di kabupaten setempat.

Permintaan itu disampaikan mengingat belum ada kebutuhan mendesak serta mengharuskan adanya pabrik semen yang akan didirikan di Kecamatan Pasie Raja dan Kecamatan Kluet Utara.

“Meminta kepada Bupati Aceh Selatan untuk menunda rencana pembangunan pabrik semen di Aceh Selatan,” kata Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, pada Senin (25/4/2022).

Shalihin menyampaikan, dalam hal ini, Walhi Aceh memberikan sejumlah catatan penting terkait rencana pembangunan pabrik semen tersebut.

Pembangunan pabrik semen dengan kapasitas produksi enam juta ton per tahun dengan luas area 1.234 hektare tersebut akan berdampak serius terhadap lingkungan.

“Terutama kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai) Kluet seluas 163.551 hektare, yang mencakup DAS Pasie Raja 3.281 hektare dan DAS Kluey Utara 1.369 hektare,” ujarnya.

Tidak hanya itu, pembangunan juga berdampak terhadap Cekungan Air Tanah (CAT) Kotafajar seluas 26.910 hektare. Mencakup dalam CAT Kecamatan Pasie Raja 3.494 hektare dan Kluet Utara 4.409 hektare.

Catatan kritis lain menurut Walhi Aceh adalah kedua kecamatan lokasi pembangunan pabrik semen tersebut rawan terjadi bencana, baik abrasi maupun kerawanan tingkat gerakan tanah menengah dan juga masuk dalam zona tiga dengan tingkat kerawanan gerakan tanah tinggi.

Terutama di Gampong Pasie Kuala Asahan, Kecamatan Kluat Utara, cukup rawan terjadi abrasi. Selain itu juga kedua kecamatan ini masuk zona empat dan lima tingkat bahaya erosi berat serta sangat berat.

Hal yang paling berbahaya lainnya dikatakan direktur Walhi Aceh, adalah kedua kecamatan tempat dibangun pabrik semen ini merupakan kawasan rawan bencana alam geologi yaitu gempa bumi tektonik.

“Tentu ini akan sangat berbahaya bila pembangunan pabrik semen dilanjutkan di lokasi tersebut,” jelas Shalihin.

“Catatan ini berdasarkan yang tertera dalam Qanun kabupaten Aceh Selatan Nomor 11 tahun 2016 tentan RTRW 2016-2036 sendiri, jadi ini pemerintah sendiri yang mencatat,” imbuhnya.

Bila pembangunan ini tetap dilanjutkan, mengkhawatir akan terjadi konflik sosial antara masyarakat dengan perusahaan. Terutama yang sudah ada di depan mata adalah konflik sengketa lahan antara warga dan perusahaan pabrik semen tersebut.

Potensi dampak lainnya yang bakal terjadi akibat pembangunan pabrik semen tersebut adalah bakal terjadi krisis air. Baik kebutuhan air bersih untuk warga, pertanian serta perikanan di dua kecamatan tersebut.

“Hal lain yang tidak dapat dihindari adalah pencemaran limbah cair, debu, udara hingga kebisingan bagi warga yang tinggal berdekatan dengan pabrik,” jelasnya lagi.

Jikapun pembangunan terus dipaksakan untuk dilanjutkan, maka Walhi Aceh meminta kepada bupati Aceh Selatan untuk tidak menerbitkan izin atau rekomendasi untuk PT Kotafajar Semen Indonesia.

Apalagi jika sebelum melakukan kajian dampak lingkungan secara menyeluruh termasuk kajian terkait aspek kebencanaan sebagaimana tersebut dalam qanun tata ruang kabupaten Aceh Selatan.

“Meminta kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh untuk lebih hati-hati dan melakukan pembahasan yang mendalam terhadap dokumen amdal PT Kotafajar Semen Indonesia,” ucap Shalihin.

Sehubungan dengan itu, Walhi Aceh juga meminta PT Kotafajar Semen Indonesia untuk memberikan lisensi atau jaminan selain instrument amdal kepada masyarakat.

“Mulai dari terkait penerimaan tenaga kerja, terpenuhi air bersih, dan pengganti lahan pertanian atau perkebunan masyarakat yang terkena imbas dari pabrik semen,” ujarnya.[acl]

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.