Home Berita “Muge” KTP di Musim Pemilu (Bag. 2 )
BeritaHeadlineJurnalisme DataNews

“Muge” KTP di Musim Pemilu (Bag. 2 )

Share
Share

Seorang jurnalis foto di Banda Aceh, Hendri, juga mengaku NIK-nya pernah terdaftar sebagai anggota Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Anehnya kata dia, meski yang terdaftar adalah NIK-nya, tetapi nama yang muncul di aplikasi infopemilu.kpu.go.id justru Mulyono Hutapea. “Waktu kulihat langsung bikin screenshot dan kubuat status di WhatsApp,” kata Hendri, Senin, 15 Mei 2023.

Meski sadar organisasi profesinya tak membolehkan Hendri untuk bergabung dengan parpol, tetapi ia tidak melapor ke KIP Aceh atau ke KPU. Yang pasti, ketika Hendri mengecek lagi pada pertengahan Mei 2023, NIK-nya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol. Belakangan, PPB tidak lolos verifikasi dan gagal menjadi peserta Pemilu 2024.


Pencatutan NIK tak hanya dilakukan oleh partai “gurem”. Salah satu dedengkot partai politik di Indonesia, juga pernah dilaporkan ke Bawaslu Aceh gara-gara mencatut NIK milik Syahril, seorang jurnalis TV di Banda Aceh. Saat itu kata Syahril, iseng-ieng dia mengecek NIK-nya di infopemilu.kpu.go.id. “Ternyata nama saya muncul sebagai anggota partai tersebut,” kata Syahril pada Mei 2023 lalu.


Ia merasa sangat dirugikan dengan pencatutan itu dan melapor ke Bawaslu Aceh. Selanjutnya, laporan tersebut diproses langsung oleh KIP Aceh dan memakan waktu hingga satu bulan lamanya. Bahkan dia harus mengikuti sidang di KIP Aceh yang juga menghadirkan ketua partai yang dilaporkan tersebut. “Saya dikonfirmasi kembali di dalam sidang itu, apakah benar saya bukan pengurus dari partai itu, pihak KIP juga menanyakan kepada ketua partai apakah saya bukan anggota mereka.”

Setelah sidang, Syahril harus menunggu prosesnya hingga beberapa hari. “Seminggu kemudian saya cek kembali di aplikasi dan nama saya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol,” ujar Syahril lega.

Pencatutan NIK oleh parpol dinilai sangat merugikan. Arawan dan Adhil misalnya, gara-gara NIK mereka terdaftar sebagai anggota parpol, banyak peluang pekerjaan yang terlewat begitu saja. Meskipun mereka segera melapor ke KPU begitu mengetahui adanya pencatutan, tetapi proses penghapusan pada sistem KPU membutuhkan waktu yang lama hingga berbulan-bulan.

Tidak seperti Syahril yang urusannya selesai hitungan minggu, Arawan bahkan berulang kali menanyakan perkembangannya pada pengurus PKN Aceh melalui direct message Instagram. Barulah sekitar Februari 2023 saat mengecek kembali NIK-nya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol. Begitu juga Adhil yang harus menunggu hingga hitungan bulan.


DUKUNGAN dalam bentuk KTP tidak hanya dibutuhkan oleh partai politik untuk memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary treshold) sebanyak empat persen. Para individu yang akan maju sebagai bakal calon anggota dewan perwakilan daerah (DPD) secara independen juga membutuhkan dukungan untuk memenuhi persyaratan dukungan minimal sebagaimana diatur dalam Pasal 183 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.


Bagi provinsi dengan daftar pemilih tetap (DPT) 1 juta orang wajib memenuhi persyaratan dukungan minimal seribu orang; 1—5 juta DPT wajib memenuhi minimal 2 ribu dukungan; 5—10 juta wajib memenuhi minimal 3 ribu dukungan; 10—15 juta wajib memenuhi minimal 4 ribu dukungan; dan lebih dari 15 juta wajib memenuhi minimal 5 ribu dukungan.


Provinsi Aceh dengan jumlah penduduk sekitar 5.507.855 jiwa, memiliki jumlah pemilih sebanyak 3,75 juta orang. Itu artinya, bakal calon anggota DPD asal Aceh hanya perlu memenuhi syarat dukungan minimal sebanyak 2 ribu orang/KTP yang berasal paling sedikit setengah dari jumlah kabupaten/kota di Aceh. Untuk per satu kabupaten/kota mereka hanya perlu dukungan minimal sekitar 200 KTP. Wacana catut-mencatut KTP pun kembali mencuat setelah KIP melakukan verifikasi faktual. Publik menilainya sebagai salah satu bentuk kecurangan dalam proses pelaksanaan pemilu. Kesempatan bagi para muge atau tengkulak  untuk “berdagang” KTP.


Mereka yang NIK-nya dicatut umumnya baru mengetahui setelah diverifikasi faktual secara langsung oleh petugas dari KIP kabupaten/kota melalui PPS. Contohnya seperti yang dialami warga Aceh Timur, Arrazi. Ia mengaku kalau NIK-nya dicatut oleh salah satu bakal calon DPD RI asal Aceh atas nama Iy.

Selain tidak mengenal bakal calon DPD tersebut, dia juga tidak merasa pernah memberikan KTP untuk mendukung Iy. Ia juga tidak memberikan kepada orang lain yang memiliki aktivitas di partai politik. Arrazi baru mengetahui kalau NIK-nya dicatut setelah petugas PPS melakukan verifikasi langsung kepadanya.

“Sekitar bulan April lalu datang petugas PPS ke rumah saya untuk melakukan verifikasi faktual pendukung salah satu bacalon anggota DPD. Saat itu saya tidak di rumah sehingga mereka mengonfirmasi pada saya via telepon. Dari situlah saya tahu kalau KTP saya sudah dicatut oleh yang bernama Iy itu,” kata Arrazi saat dihubungi pada Minggu malam, 28 Mei 2023.


Kesal karena KTP-nya disalahgunakan, Arrazi lantas mencari tahu siapa sosok Iy agar bisa mengonfirmasi langsung perihal pencatutan itu. Namun, setelah ia bertanya sana sini, tidak ada yang mengenal Iy. Orang-orang di sekitarnya juga tidak ada yang kenal. “Betul-betul tidak terdeteksi oleh saya siapa itu Iy,” katanya.

Hingga Minggu terakhir Mei kata Arrazi, ketika dia mengecek di situs KPU, namanya masih tercantum sebagai pendukung bacalon tersebut. Namun, dia tidak melapor ke KIP ataupun melapor secara online via website KPU karena tidak paham secara teknis.

Sementara itu, Iy saat dikonfirmasi perihal itu menjelaskan bahwa jika ada warga yang merasa bukan pendukung dirinya ataupun bakal calon DPD lainnya dapat melapor via https://helpdesk.kpu.go.id/tanggapan. Orang tersebut hanya perlu melampirkan surat pernyataan dan menunggu proses dari KPU. Secara teknis kata dia, yang bertugas mengumpulkan KTP dukungan di lapangan adalah timnya. Ada beberapa daerah yang dinilai menjadi basis konstituennya, seperti Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Timur, hingga Singkil dan Simeulue.

“Saya juga kan mengajar, jadi banyaklah yang memberikan dukungan dari para kolega, mahasiswa, kepala sekolah, hingga dari dayah,” katanya saat dikonfirmasi pada Kamis, 8 Juni 2023.

Bahkan, kata dia, sebagai syarat mendaftar bakal calon DPD  kemarin, dia menyiapkan hingga 2.500 KTP lebih. Jadi, kata dia, jika ada satu dua yang miss seperti itu dipersilakan untuk mengundurkan diri. Dia menghormati hak setiap individu dalam menentukan pilihan politiknya. “Apalagi terkadang memang ada kebutuhan-kebutuhan administrasi ketika mendaftar suatu pekerjaan yang tidak membolehkan mendukung partai politik atau kontestan pemilu,” ujarnya. (Bersambung)

Ditulis oleh Tim KJI Aceh: Ihan Nurdin (perempuanleuser.com); Fitri Juliana (digdata.id); Mohd Saifullah (ajnn.net); Ulfa (KBA.One) dan Iskandar (ajnn.net).

Share
Related Articles
Sejumlah pemuda berdiskusi dan kenduri memperingati Haul ke-15 Hasan Tiro di Aceh. Poto : For Digdata.id
BeritaNews

Orang Muda di Aceh, Peringati Haul ke 15 Hasan Tiro

Nama Hasan Tiro, pastinya tak pernah lekang diingatan masyarakat di Aceh. Hasan...

JCH Perempuan asal Embarkasi Aceh bersiap berangkat ke Mekkah.
BeritaHeadlineNews

Jadi Amirul Hajj, Menteri PPPA Pastikan Hak Jemaah Haji Perempuan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi, memastikan jemaah...

Wahyu Majiah dan Pameran Foto & Video: Kita Berhak Sehat
BeritaNews

Fotografer Perempuan Asal Aceh Tampil di Pameran “Kita Berhak Sehat” di Jakarta

Fotografer perempuan muda berbakat asal Aceh, Wahyu Majiah, menjadi salah satu dari...

JCH asal embarkasi Aceh bersiap berangkjat menuju Makkah. Poto : Fitri Juliana/Digdata.id
BeritaNews

BP Haji Bakal Perbanyak Pembimbing Perempuan pada 2026

Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan rencana...