Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe menemukan 1.276 dari 21.618 balita mengalami kekerdilan atau stunting. Angka ini setara dengan 5,9 persen anak-anak tumbuh tidak sesuai dengan usianya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Asnawi di Lhokseumawe mengatakan, salah satu faktor penyebab stunting dapat dipicu karena kurangnya asupan makanan zat giji mikro, keturunan, faktor kesehatan, lingkungan dan juga faktor ekonomi dampak dari Covid 19 sejak dua tahun terakhir.
“Faktor lingkungan ini sangat penting sekali contohnya kondisi air yang dikonsumsi sehari – hari. Data ini berdasarkan hasil survei status gizi, lalu ini yang digunakan sebagai indikator penanggulangan percepatan stunting sesuai amanat perpres tahun 2021 tentang percepatan penanganan stunting,” kata Asnawi, Kamis (23/06/2022).
Asnawi mengaku, tahun ini Dinas Kesehatan akan berupaya menurunkan angka stunting dan mencegah terjadinya kekerdilan, gizi buruk pada balita di kota setempat. Disisi lain kata Asnawi, mengingat kunjungan posyandu tidak efektif untuk menangani kasus stunting.
Selain itu, tercatat balita yang sudah diperiksa mencapai 13.979 orang atau 64,66 persen. hingga saat ini petugas masih melakukan pemeriksaan terhadap anak lainya. Di antaranya peningkatan kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir, untuk meningkatkan kesehatan bagi anak balita periode 1.000 HPK setelah kelahiran.
“Kita berharap kasus stunting ini dapat teratasi dengan program degan dinas terkait sampai tingkat desa nantinya. Dalam penanganan stunting ini sebenarnya juga tanggung jawab aparatur desa menggunakan dana desa meski tidak seratus persen minimal 10 persen sudah bisa mengatasi kasus stunting,” sebutnya.
Sementara strategi penanganan untuk menurunkan angka stunting yaitu pembinaan sumber daya manusia dan sistem manajemen data.
“Sejauh ini kita juga sudah melakukan sosialisasi, menempelkan baliho. Tapi meski begitu penyebab Covid 19 memicu faktor ekonomi di tengah masyarakat juga,” pungkasnya.[acl]
Reporter: Gita