PT. Kalista Alam (KA) membayar ganti rugi lingkungan atas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahap pertama senilai Rp 57.151.709.500 dari total pembayaran senilai Rp Rp114.303.419.000. dan pembayaran tahap dua akan dilakukan pada tanggal 18 November 2023.
Pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA dilakukan setelah melalui serangkaian proses panjang di Pengadilan Negeri Meulaboh yang kemudian didelegasikan ke Pengadilan Suka Makmue mulai dari permohonan eksekusi, pemberian tegoran (aanmaning), pelaksanaan penilaian asset (appraisal) oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJJP) dan koordinasi intensif dengan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh maupun Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue.
Serangkaian upaya tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti hasil putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 50/PDT/2014/PTBNA Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung No. 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sebesar Rp57.151.709.500.
”ini salah satu bentuk komitmen dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menghentikan karhutla dan mengembalikan kerugian lingkungan hidup (negara) serta memulihkan lingkungan hidup yang rusak akibat karhutla di areal perkebunan kelapa sawit milik PT KA seluas 1000 ha”Kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani.
Ia juga mengatakan, pihaknya akan terus mengupayakan langkah eksekusi putusan MA, hingga PT KA menyatakan komitmennya untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp114.303.419.000 paling lambat tanggal 18 November 2023. Disamping membayar ganti rugi lingkungan, PT. KA harus menyanggupi untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup secara mandiri terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1000 ha.
Namun Untuk langkah pemulihan lingkungan tersebut akan dimulai dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK pada tanggal 7 Agustus 2023, dan membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan yang penghitungannya didasarkan atas kebijakan dan arahan dari Ketua Pengadilan Meulaboh maupun Suka Makmue.
Rasio Ridho Sani juga menyampaikan bahwa komitmen KLHK untuk menindak tegas pelaku Karhutla dan ini harus menjadi perhatian bagi semua pihak.
”Kami akan menggunakan semua instrumen hukum baik penghentian, sanksi administratif, penegakam hukum pidana termasuk gugatan perdata agar ada efek jera dan mengembalikan kerugian lingkungan dan negara”ucapnya lagi.
KLHK juga akan terus mengejar pelaku atau penanggung jawab terkait kegiatan karhutla, termasuk mendorong percepatan eksekusi putusan pengadilan terkait gugatan perdata.
Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, Jasmin Ragil Utomo, mengatakan KLHK akan mengawal proses pemulihan lingkungan hidup terhadap lahan bekas terbakar yang dilakukan secara mandiri oleh PT Kallista Alam dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya.
“Pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA, haruslah diikuti dengan tindakan pemulihan lingkungan hidup karena keterlambatan setiap hari pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan akan menambah uang paksa (dwangsom) yang harus dibayarkan oleh PT KA,” sebut Jasmin.
Seperti diketahui, kasus ini bermula ketika pada 2014 silam PT Kallista Alam dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum membakar lahan gambut tripa. Atas perbuatan tersebut perusahaan sawit ini dihukum ganti rugi sebesar Rp366 miliar.
Angka itu terdiri dari Rp114 miliar tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara dan Rp 251 miliar untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar. Luas lahan terbakar saat itu yaitu sekitar 1000 hektare. Tujuan pemulihan ini agar lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya.