Aksesoris berjejer rapi di sepanjang jalan belakang Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang tak kunjung laris. Kawasan itu tampak pengunjung sepi. Hanya penjual dengan sabar menunggu barang dagangannya disambangi oleh pembeli.
Cuaca terik saat itu, namun tidak menyurutkan semangat para pedagang aksesoris ramadhan untuk menjajakan barang dagangannya, demi mengais rezeki menghidupi keluarganya.
Matahari perlahan beranjak meninggi. Aspal jalanan bak arang api yang belum habis padam. Kondisi ini sebenarnya agak sulit bagiku, apalagi ini merupakan minggu kedua Ramadhan, Rabu, 20 April 2022.
Saat itu, aku bermaksud menyusuri jalanan di belakang Masjid Raya Baiturrahman hanya sekedar melihat-lihat barang yang dijajakan oleh para penjual di sana.
Namun, ada sesuatu yang menggelitik hatiku tatkala melihat sepinya pengunjung yang menyambangi para pembeli.
Seingatku momen saat ini, tepatnya sebelum pandemi melanda, banyak calon pembeli yang mengitari jalanan ini, bahkan untuk sekedar berjalan-jalan saja tanpa membeli.
Tetapi pandangannya sekarang berbeda, sepi dan penjual hanya duduk sembari sesekali memanggil pejalan kaki yang melintas. Berharap mereka singgah membeli dagangannya.
“Penjualannya lebih hancur sekarang,” tutur Pak Ali singkat.
Pak Ali berusia 50 tahunan, sudah berjualan selama dua tahun di belakang Masjid Raya Baiturrahman, diberi nama tokonya Toko Peci Qalbi Collection. Memasuki 2020, setelah dihantam virus corona, penjualan terus menurun dan 2022 termasuk tahun yang berat baginya.
“Tahun ini lebih parah lagi ya, semenjak apa berlanjut covid tu kan, efeknya kemarin itu lebih parah. Biasanya pertengahan puasa kita ada belanja lagi, puasa kan kita persiapan belanja, pertengahan puasa pasti kita belanja lagi, tapi tahun ni gak belanja. Karena emang gak ada orang beli, sepi,” ungkapnya.
Pak Ali terlihat sibuk merapikan dagangannya sambil mengipasi wajahnya yang bercucuran keringat akibat cuaca yang panas.
Ia lanjut bercerita tentang kondisi dagangannya yang tak kunjung ramai, padahal menurutnya orang Aceh termasuk yang suka pakai peci. Hal itu pula yang menginisiasinya untuk membuka lapak dagangan peci dan aksesoris ramadan lainnya.
“Biasa banyak, apalagi kan orang Aceh suka pakai peci, apalagi di bulan puasa, semenjak pandemi ni gak pernah lagi lah orang beli,” jelas Pak Ali.
Pak Ali menghela napas panjang saat aku menanyakan pendapatannya belakangan ini. Raut wajahnya tampak mengira-ngira perbedaan jumlah pendapatan yang ia dapatkan dulu dan sekarang.
“Persenan tahun ini lebih menurun lah,” jawabnya setelah agak lama. Ia lalu menjelaskan bahwa dirinya juga mempunyai pegawai yang harus ia gaji setiap bulannya.
Karena penjualan terus menurun, Pak Ali mengaku harus menghemat agar dapat bertahan. Terlebih ia memiliki karyawan yang harus digaji, kendati penjualannya terus menurun.
“Mau gak mau ya harus hemat, lain gak ada cara. Hak untuk pegawai tetap kita kasih, berapa persen dia tetap kita penuhi,” ungkap Pak Ali.
Pak Ali mengaku persaingan menjual peci sekarang semakin ketat, karena sudah banyak yang berjualan di lokasi yang sama. Ditambah kondisi pembeli yang sepi, semakin membuatnya terpuruk. Namun ia tak pernah patah arang untuk terus mengais rezeki dari jualan peci.
Pandemi Covid-19 menjadi pukulan berat bagi Pak Ali dan rekan-rekannya. Karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutuskan rantai virus corona, jumlah wisatawan pada 2020-2021 terus menurun.
Berdasarkan data dari BPS Aceh, jumlah wisatawan mancanegara (Wisman) yang masuk ke Aceh terakhir pada Maret 2021. Setelah itu hingga Desember 2022 jumlahnya kosong.
Wisman terakhir berkunjung ke Aceh pada Januari 2020 sebanyak 3.982 orang, meningkat pada Februari tahun yang sama menjadi 4.030 orang dan pada Maret jumlah kunjungannya mulai menurun tersisa hanya 2.389 orang.
Sedangkan sejak April 2020 hingga Desember 2022 kondisi pandemi Covid-19 sedang posisi puncak. Sehingga semua pintu perbatasan, terutama warga negara asing dilarang masuk ke Indonesia, sehingga berdampak serius terhadap kedatangan Wisman ke Aceh menjadi nol..
Padahal selama ini, wisatawan yang datang ke Banda Aceh menjadi andalan penjual peci untuk meningkatkan pendapatannya. Peci bakal laris manis beserta aksesoris lainnya untuk buah tangan selepas berkunjung ke Aceh, khususnya Banda Aceh.
Berbeda sebelum pandemi. Jumlah kunjungan wisatawan, khususnya Wisatawan Mancanegara banyak berkunjung ke Aceh. Ini tentu menjadi berkah bagi penjual aksesoris, seperti pada 2019 lalu jumlahnya di atas seribuan.
“Targetnya cuma wisatawan, tapi kan puasa gak ada yang datang kemari. Siap lebaran nanti baru datang lagi mungkin,” lanjutnya.
Setelah melanjutkan perjalanan-ku. Di tengah perjalanan, aku menemukan sebuah lapak yang tidak jauh berbeda dari Toko Peci Qalbi Collection tadi. Namun, yang berjualan di tempat tersebut merupakan seorang wanita yang berusia sepantaran dengan Pak Ali tadi.
Wanita ini mengenalkan dirinya kepadaku dengan sebutan Bu Wati. Kisahnya juga hampir mirip dengan Pak Ali. Bu Wati, pedagang peci dan aksesoris ramadan kaki lima ini juga mengeluhkan sepinya pembeli selama pandemi..
“Jualan udah lama, dari sebelum tsunami,” ucapnya pertama kali saat membuka percakapan siang itu.
Bu Wati duduk di lapaknya yang sepi sambil membuka telepon genggam di tangannya. Ia menjawab pertanyaanku sambil menunduk ke bawah, tatapannya masih sibuk di telepon pinter miliknya.
“Banyak kali bedanya, omsetnya sekarang bukan menurun lagi, ini aja belum laris,” ucap Bu Wati, volume suaranya agak menurun.
Bu Wati menyampaikan bahwa ia mulai berjualan pukul 09.00 pagi dan tutup pada pukul 18.00 WIB. Namun tetap, selama waktu itu jarang sekali ada calon pembeli yang menyambangi tokonya.
“Biasanya hari meugang, hari pertama ada lah sikit. Kok ni emang gak ada, orang aja gak ada,” tuturnya.
Setelah berbincang dengan Bu Wati, lama aku pandangi lapak-lapak penjual di sepanjang jalan belakang Masjid Raya Baiturrahman, tapi tetap saja jalanan itu sepi. Lokasi tersebut hanya dipenuhi oleh para penjual yang mengadu nasib, menunggu orang singgah dan melihat barang dagangan mereka. [acl].
Reporter: Cut Siti Raihan
Lihat Foto: Cerita Lara Pedagang Aksesoris Ramadan