Booming Sampah Masa Pandemi Covid-19

Kesadaran masyarakat belum dibarengi dengan aksi nyata untuk pengolahan atau mendaur ulang sampah plastik. Sehingga laju pertumbuhan sampah plastik meningkat, tidak hanya secara nasional, juga terjadi di Kota Banda Aceh.

Sampah plastik menjadi ancaman serius pencemaran tanah maupun laut. Karena sifat sampah plastik yang tidak mudah terurai, butuh ratusan tahun bila terurai secara alami. Fenomena ini semakin parah saat Indonesia dilanda pagebluk Covid-19 saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sampah plastik secara nasional saat pagebluk Covid-19 cenderung meningkat. Pada 2019 jumlah sampahnya hanya 15,97 persen, meningkat menjadi 17,36 persen. Begitu juga jumlah total sampah mengalami peningkatan. Pada 2019 jumlahnya 29 juta ton lebih, meningkat menjadi 32 juta ton lebih, ada terjadi kenaikan 9,38 persen selama 2019-2020.

Begitu juga di Banda Aceh penggunaan sampah plastik pada 2021 meningkat. Kenaikan ini ada kaitannya masyarakat diminta untuk berdiam diri di rumah untuk memutuskan rantai penyebaran virus corona. Sehingga berdampak meningkatnya masyarakat berbelanja secara daring, menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan sampah plastik.

Laporan dari  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menunjukkan, sampah plastik mengalami peningkatan akibat adanya pembatasan sosial selama pagebluk Covid-19. Karena sebagian besar masyarakat berbelanja secara daring yang pengemasannya menggunakan plastik.

Penelitian ini dilakukan LIPI  di kawasan Jabodetabek yang dilakukan melalui survei online pada tanggal 20 April-5 Mei 2020. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas warga Jabodetabek melakukan belanja online cenderung meningkat. Dari yang sebelumnya hanya 1 hingga 5 kali dalam satu bulan, menjadi 1 hingga 10 kali selama PSBB/WFH.

Kondisi serupa juga tidak jauh berbeda saat PSBB diberlakukan di Banda Aceh. Saat kasus Covid-19 meningkat tajam, seluruh warung kopi dan pusat perbelanjaan lainnya diminta untuk melakukan penjualan dengan metode take away atau tidak makan ditempat.

Begitu pula dengan penggunaan layanan delivery makanan lewat jasa transportasi online. Padahal, 96 persen paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap. 

Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan. Bahkan di kawasan Jabodetabek, jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli jumlah sampah plastik dari kemasan yang dibeli.

Survei tersebut menemukan bahwa kesadaran masyarakat belum dibarengi dengan aksi nyata untuk pengolahan atau mendaur ulang sampah plastik. Sehingga laju pertumbuhan sampah plastik meningkat, tidak hanya secara nasional, juga terjadi di Kota Banda Aceh.

Berdasarkan  data terbuka dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) yang dianalisis oleh digdata.id menunjukkan, sampah yang berhasil dikelola tingkat gampong hanya 0,09 persen dari total sampah yang terkumpul di Banda Aceh. Artinya 99,91 persen yang dibuang ke TPA.

Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.ID

Sampah botol plastik di kawasan pelabuhan TPI. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.ID
Proses penimbunan sampah. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.ID
Warga memilah botol plastik untuk di jual dan sebagai bagian dari program pemanfaatan ulang sampah botol plastik. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.ID
Armada pengumpul sampah. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.ID
Pekerja sedang memilah besi di pusat pengolahan barang bekas. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.ID

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.