Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 159/ts.02.02/k/6/2023 tentang kenaikan harga beli gula di tingkat petani. Harga yang harus ditebus dari petani berdasarkan surat tersebut sebesar Rp12.500 per kilogram dari sebelumnya Rp11.500 per kilogram.
Harga baru pembelian gula kristal putih (GKP) dari petani berlaku hari ini, Senin (3/7/2023). Semenjak hari ini, pengusaha yang hendak membeli gula dari petani harus mengikuti harga berdasarkan surat edaran tersebut.
“SE ini sebagai dasar pembelian GKP di tingkat petani oleh pelaku usaha gula di Indonesia,” kata Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi melalui keterangannya, Minggu (2/7/2023).
Menurut Arief, penerbitan SE ini untuk mempercepat penerapan harga gula konsumsi yang wajar di tingkat petani sampai dengan diterbitkannya Perubahan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 11 tahun 2022 yang juga mengatur tentang harga acuan pembelian GKP di tingkat produsen dan konsumen.
“Saat ini draft Perubahan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 11 tahun 2022 telah melalui proses harmonisasi antar kementerian dan lembaga, serta masih dalam proses pengundangan,” katanya.
Menjaga keseimbangan dari hulu ke hilir
Harga pembelian GKP di tingkat petani yang baru ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yang mengacu kepada Perbadan Nomor 11 Tahun 2022 atau sebelum rencana perubahan.
Ia menjelaskan penerbitan SE ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan harga gula dari hulu hingga hilir di tengah musim giling tebu.
“Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani tebu,” kata Arief.
Arief mengungkap kenaikan harga pembelian gula konsumsi di tingkat petani tidak terlepas dari adanya kenaikan biaya produksi seperti biaya sewa, tenaga kerja, benih, pupuk, dan pestisida, serta biaya distribusi.
Berdasarkan survei Biaya Pokok Produksi (BPP) Tebu 2023 yang dilakukan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, telah terjadi kenaikan BPP dari Rp589.229 per ton tebu menjadi Rp 650.000 per ton tebu atau naik 9,08 persen.
“Untuk itu, diperlukan penyesuaian agar keseimbangan dan kewajaran harga di tingkat petani, penggilingan, pedagang, dan konsumen, terjaga sesuai harga keekonomian saat ini,” ujarnya.
Libatkan seluruh pihak terkait
Dalam hal proses pembahasan penyesuaian harga gula konsumsi ini, Arief memastikan Badan Pangan Nasional mendengar masukan dan aspirasi dari seluruh stakeholder pergulaan nasional, seperti Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI), Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Gabungan Produsen Gula Indonesia (GAPGINDO), serta pelaku usaha.
Terkait besaran harga yang ditetapkan, Arief menjelaskan telah terjadi beberapa kali pembahasan dengan melibatkan kementerian/embaga terkait seperti Kantor Staf Presiden, Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, ORI, Badan Pusat Statistik (BPS), Satgas Pangan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Asosiasi, serta pelaku usaha gula.
“Kita lakukan [penetapan harga] agar memperoleh hasil yang adil bagi semua pihak,” ujarnya.
Dalam hematnya, peningkatan pendapatan di sektor hulu diharapkan mendongkrak minat masyarakat atau petani tebu untuk menanam dan meningkatkan produksi tebunya, sehingga dapat mendorong bertambahnya ketersediaan bahan baku tebu yang berdampak pada kenaikan produksi gula nasional.
Arief mengatakan bahwa untuk memastikan agar pemberlakukan harga pembelian di tingkat petani tersebut berjalan dengan baik dan presisi, Badan Pangan Nasional telah berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri terkait langkah-langkah sosialisasi serta pengawalan implementasi harga di lapangan.[acl]
Sumber: fortuneidn.com