IUP Galian C Ilegal Masih Beroperasi di Aceh Tengah

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menemukan maraknya kegiatan galian C illegal di Kabupaten Aceh Tengah. Dari 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral bukan logam, 5 izin telah berakhir dan 6 izin sedang dalam proses pengurusan.

“Artinya bahwa terdapat 68,75% persen dari total izin yang statusnya masih bermasalah atau belum bisa melakukan kegiatan operasi produksi di Aceh Tengah,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Rabu (22/06/2022) melalui siaran pers.

Ahmad Shalihin biasa disapa Om Sol menjelaskan, persoalan ini terungkap berdasarkan laporan dari masyarakat terkait maraknya kegiatan galian c ilegal, baik komoditas batuan maupun tanah uruk di Aceh Tengah.

Patut diduga, sebutnya, hasil produksi bahan galian tersebut digunakan sebagai material pembangunan infrastruktur yang didanai oleh anggaran Negara, juga untuk kebutuhan pembangunan dipemukiman masyarakat.

Semestinya bila izin sudah berakhir dan masih dalam proses pengurusan, sebutnya, pemilik IUP dilarang beroperasi. Tetapi faktanya di lapangan pelaku usaha tetap melakukan kegiatan produksi meskipun belum mendapatkan izin operasi produksi dari Pemerintah Aceh. Seperti yang terjadi di Kampung Paya Tumpi 1, Kecamatan Kebanyakan.

“Kegiatan pertambangan galian c ilegal merupakan tindak pidana yang harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum dan harus diminta pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang terjadi,” pintanya.

Om Sol meminta pihak kepolisian harus berani menindak tegas pelaku pertambangan galian c ilegal. Karena kegiatan mereka tanpa memiliki instrument pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, tentunya dengan kegiatan mereka berdampak serius terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan menjadi faktor penyebab bencana ekologi.

Apalagi Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah yang berbukit, dengan klasifikasi kelerengannya berturut-turut <8 persen, 8 – 15 persen, 16 – 25 persen, 26 – 40 persen, dan >40 persen. Berdasarkan kelompok kelerengan tersebut lahan dengan kelerengan 25 – 40 persen mendominasi wilayah Aceh Tengah mencapai 184.932 hektar atau sebesar 41,52 persen.

Artinya bahwa perlindungan atas daerah lereng pada perbukitan harus benar – benar dijaga oleh pemerintah kabupaten dari segala praktik kerusakan. Apalagi Aceh Tengah sebagai kawasan hulu yang memiliki ketergantungan kelangsungan lingkungan hidup bagi daerah hilir.

“Praktik pertambangan galian c ilegal di Kabupaten Aceh Tengah harus segera dihentikan,” ungkapnya.

Aparat penegak hukum, sebut Om Sol, jangan terkesan takut dan kalah dengan pelaku usaha. Karena kegiatan tersebut tidak hanya berdampak terhadap bencana ekologi, kerusakan lingkungan, merubah bentang alam, keresahan masyarakat, mengganggu kualitas air, dan juga krisis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.[acl]

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.