Si Hitam Yang Menyegarkan Saat Berbuka Puasa

Sebut saja Es Cincau, Es Capuccino Cincau, Ice thai Cincau, dan masih banyak aneka menu minuman lainnya yang menggunakan bahan utama cincau. Dan aneka minuman ini merupakan minuman favorit warga, termasuk saat berpuasa Ramadan.

Di Kota Banda Aceh, hampir disemua lapak takjil Ramadan menyediakan minuman dengan bahan cincau, dan tidak sedikit warga menyerbu lapak takjil tersebut.

Ikhsan, warga Lambaro Skep, satu diantara banyaknya penikmat es cincau. “Rasanya tidak afdal berbuka puasa kalau tidak minum es cincau, segala gerah setelah berupasa seharian, akan teratasi dengan minuman tersebut, lagian cincau juga bagus buat pencernaan,” jelas Ikhsan.

Olahan cincau hitam memang menjadi primadona saat berbuka puasa di Bumi Serambi Mekkah,  sajian minuman berbuka puasa yang berbahan dasar cincau, dipastikan  bisa membuat nyaman tenggorokan dan melepas dahaga saat berbuka.

Namun, tidak banyak yang tahu, jika olahan dari tanaman mesona palustris ini mengandung senyawa fenolik dan fitokimia seperti flavonoid dan tanin yang merupakan senyawa alami yang terdapat pada sayuran dan buah. Dengan banyak mengkonsumsinya maka bisa mengurangi resiko penyakit.

Kata cincau berasal dari bahasa Hokkian, xiancao, untuk menyebut makanan sejenis agar-agar atau gel yang diproduksi dari tanaman Mesona Procumbens dan Mesona Chinensis. Tanaman ini banyak terdapat di Tiongkok

Yuk Fa (66) adalah seorang pengusaha cincau dan pabriknya berada di kampung Laksana Banda Aceh. Setiap hari Yuk Fa memproduksi 300-500 kaleng cincau selama Ramadan. Sayangnya, jumlah ini jauh menurun dari jumlah produksi pada Ramadan tahun lalu, yang rerata lebih dari 500 kaleng per hari.

“Faktor ekonomi masyarakat mempengaruhi daya beli masyarakat di Ramadan tahun ini,” kata Yuk Fa.

Untuk harga jual perkalengnya dibandrol seharga Rp 25.000 rupiah, meskipun saat ini biaya pengiriman bahan baku dan harga bahan bakar gas elpiji naik. Setiap harinya ia bisa bisa menghabiskan 1 tabung elpiji 50 kg dengan harga satu juta rupiah.

Untuk bahan baku pembuatan cincau, sebut Yuk Fa, ia pasok dari Solo dan Semarang, dimana kualitas daunnya jauh lebih baik dari bahan baku yang ada di Sumatera. Untuk Ramadan tahun ini ia memesan 8 ton bahan baku cincau hitam.

Usaha warisan turun temurun dari kakeknya ini, telah ia jalani selama 20 tahun. Yuk Fa adalah generasi ke-3 yang mengelola pabrik, setelah ayahnya, yang menjaga warisan bahan minuman dan makanan olahan daratan Tiongkok ini.

Awalnya Pabrik cincau warisan leluhur Yuk Fa, berada di Gampong Baro, Pasar Aceh, dinamai Cincau Gampong Baroe. Nama merek itu melekat sampai kini. Saat pabrik beralih ke tangannya, Yuk Fa memindahkan lokasi produksi ke Gampong Laksana, toko di Gampong Baro hanya untuk penjualan saja, cerita Yuk Fa.

Usaha cincaunya kini dibantu sang putra, Suwanto bersama 5 pekerja lainnya, Produksi cincau Yuk Fa juga dipasarkan ke seluruh kabupatan/kota se Aceh, dengan harga jual Rp 25 ribu per kaleng.

“Sebelum covid-19, dalam sehari kita produksi sekitar 1 ton lebih cincau atau 1000 kaleng dalam sehari. Pekerja saat itu sampai 20 orang. Saat pandemi jumlah produksi kita hanya 10 persen dari normalnya. di bulan puasa tahun kemarin agak tinggi peminatnya sehingga produksi sedikit meningkat, tapi untuk puasa tahun ini agak sepi, daya beli masyarakat rendah sehingga produksinya pun kita kurangi”jelas Yuk Fa.

Uniknya Yuk Fa tidak menjual cincau buatannya ke pasar-pasar yang ada di Banda Aceh, ia hanya menjual di tokonya yang ada di kampong Baro dan di Pabriknya di kampung Laksana tepatnya di depan SD Negeri 36 Banda Aceh.

“ selama ini masyarakat dan agen yang datang ke pabrik langsung untuk membeli cincau baik untuk makan sendiri ataupun untuk dijual lagi, begitu juga pesanan dari luar Banda Aceh seperti Sabang, Meulaboh, Aceh Tengah dan sejumlah kabupaten lainnya di Aceh,” jelas Yuk Fa lagi.

Yuk Fa juga mengatakan, untuk permintaan dari luar daerah yang tertinggi dari Melaboh. Setiap hari ada pesanan dan bisa mencapai puluhan kaleng.

Dua dekade usaha Yuk Fa masih bertahan, pelanggannya pun tak berkurang. Bagi Yuk Fa, kualitas, kebersihan dan kepuasan pelanggan menjadi hal penting baginya. Sehingga ia selalu memperhatikan setiap proses pembuatan sudah sesuai dengan prosedur agar bisa menghasilkan cincau yang baik.

“Bagi saya kualitas itu penting. Makanya itu setiap selesai dipakai alatnya langsung dicuci, biar gak berkerak berpengaruh pada kualitas cincau,” kata Yuk Fa. (Yan)

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.