Sudah 1 Tahun Lalu YAPKA Minta BPOM Buka Data Air Galon Tercemar BPA 

Sudah satu tahun lalu Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YAPKA) mengendus ada dugaan air galon di Banda Aceh tercemar zat kimia Bisphenol –A atau BPA. Pihaknya pernah meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Banda Aceh membuka data tersebut ke publik.

Awal 2022 YAPKA sempat mempertanyakan ke BPOM Banda Aceh terkait air galon tercemar BPA. Namun jawaban yang diperoleh, mereka menjelaskan temuan tersebut  tidak besar dan masih diambang batas.

“Saat itu BPOM mengatakan ada ditemukan BPA pada air kemasan galon, namun zat tersebut tidak besar masih diambang batas,” kata Ketua YAPKA, Fahmiwati, Kamis (22/9/2022).

Fahmi mengaku saat bertemu dengan BPOM awal 2022 lalu berkali-kali mempertanyakan, apakah kandungan zat kimia BPA yang tercemar di air galon tersebut berbahaya untuk konsumen. “Karena YAPKA tidak bicara masalah teknis melainkan kesehatan konsumen,” jelasnya.

YAPKA, sebut Fahmi memiliki amanah dan kewajiban untuk melindungi konsumen dari dampak buruk suatu produk yang tercemar. Karena setiap konsumen berhak mendapatkan pengetahuan mengenai suatu produk sebelum menggunakannya, sebagai diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Konsumen atau masyarakat itu berhak mendapatkan informasi ketika dia membeli air dalam kemasan misalnya  tentang kandungan dalam airnya, wadah yang digunakan aman atau tidak,” ungkapnya. 

Menurut YAPKA, penting hasil penelitian ini dibuka ke publik mengingat hampir 80 persen  warga Banda Aceh menggunakan air kemasan galon. Bukan hanya dikonsumsi oleh rumah tangga, juga warung kopi yang tersedia di setiap sudut pusat provinsi Aceh.

Dilansir Kompas.id. terdapat enam kota di Indonesia air minum kemasan galon  terpapar Bisphenol A (BPA) melebihi ambang batas. Salah satunya Kota Banda Aceh dan Aceh Tenggara, Provinsi Aceh. Hasil uji di enam kota itu menunjukkan kadar BPA di air minum kemasan galon di atas 0.9 ppm per liter. 

Atas dasar itu YAPKA meminta BPOM Banda Aceh untuk membuka hasil penelitian tersebut ke publik. Sehingga dapat menjadi perhatian pemangku kepentingan, termasuk produsen penyedia air galon tersebut untuk memperbaikinya.

“Kami mendesak BPOM serta Pemerintah Aceh untuk menindaklanjuti temuan BPA pada air kemasan galon demi keselamatan konsumen,” tegasnya.

Bila BPOM Banda Aceh tidak berani menyampaikan secara langsung, sebut Fahmi, bisa mengajak beberapa stakeholder dan para pemangku pengambil kebijakan lainnya untuk berkolaborasi menyampaikan hal tersebut kepada masyarakat. “Supaya masyarakat bisa lebih waspada lagi dalam menggunakan air kemasan tersebut,” jelasnya.

Menurut Fahmi, mengontrol dan mengawasi suatu produk yang diperjualbelikan merupakan ranah pemerintah. Bila ditemukan ada suatu produk yang tidak sesuai dengan ketentuan, pemerintah berkewajiban menegur atau memberitahukan kepada pemilik produk tersebut demi keselamatan konsumen.

Karena, YAPKA, kata Fahmi tidak memiliki kewenangan untuk mempublikasikan hasil suatu temuan, termasuk dugaan tercemar BPA di air galon yang masih beredar luas di masyarakat. Terlebih YAPKA tidak memiliki data lengkap terkait dengan hasil penelitian tersebut.

Bila ini terus berlarut tanpa dipublikasikan data dan upaya mitigasi. Fahmi menyebutkan ini membuat konsumen sangat dirugikan. Warga terus mengkonsumsi produk tersebut, karena mereka tidak mengetahui ada tercemar zat berbahaya yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia.[acl]

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.