Tanah Beutong Ateuh yang Jadi Rebutan

Beutong Ateuh Banggalang, Kamis (25/5/2023) mendadak ramai, ratusan warga berkumpul di jembatan yang menjadi saksi bisu saat  penolakan PT Emas Mineral Murni (PT EMM) dulu. Peristiwa ini dipicu kedatangan rombongan PT Bumi Mentari Energi (PT BME) didampingi tim Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh yang hendak memasang patok lokasi tambang.

Warga pun ramai-ramai turun ke jalan untuk  menolak kehadiran perusahaan tersebut. Masyarakat khawatir, adanya tambang dapat merusak kondisi hutan di Beutong Ateuh Banggalang yang berdampak terhadap kehidupan sosial, ekonomi masyarakat, termasuk bencana yang mengancam keselamatan warga.

Sejumlah perempuan dan laki-laki berorasi dan meneriakkan yel-yel penolakan perusahaan tambang masuk ke daerah mereka. Salah satunya adalah Bunda Fatimah, putri almarhum Tgk Bantaqiah yang merupakan tokoh panutan warga setempat. Dia menyebutkan, kehadiran perusahaan tambang telah mengusik ketentraman warga yang selama ini sudah hidup tenang setelah berhasil menolak PT EMM.

Setelah berorasi, warga juga menyodorkan surat pernyataan bersama dengan tulisan tangan terkait penolakan PT BME. Camat Beutong Ateuh Banggalang, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nagan Raya, empat kepala desa membubuhi tanda tangan sebagai bentuk dukungan penolakan masuknya perusahaan tambang tersebut.

Pihak perusahaan dan tim Dinas ESDM pun terpaksa balik kanan dan gagal memasang patok lokasi tambang. Rombongan langsung meninggalkan Beutong Ateuh Banggalang saat itu. Warga kemudian langsung membubarkan diri secara tertib kala itu.

Kendati ada berbagai penolakan dari warga, bayangan-bayangan masuknya perusahaan tambang ke Beutong Ateuh Banggalang masih terjadi. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meyakinkan masyarakat agar perusahaan tambang dapat beroperasi di sana. 

Wajar saja Beutong Ateuh Banggalang menjadi lahan rebutan banyak pihak. Karena tanah napak tilas pahlawan nasional Cut Nyak Dhien ini memiliki kekayaan alam yang signifikan. Hutan yang masih lebat, juga terdapat banyak potensi alam. 

Sehingga tidak mengherankan banyak pihak yang melirik kawasan tersebut yang membuat warga terus resah. Padahal mereka sudah mulai hidup tenang setelah berhasil menolak keberadaan PT EMM, namun sekarang persoalan baru muncul yang berpotensi terjadi konflik baru.

Berbagai fase konflik sudah pernah dilalui oleh warga Beutong Ateuh Banggalang. Tidak hanya konflik Sumber Daya Alam (SDA). Kawasan ini juga pernah merasakan kecamuk konflik Aceh dan mereka sudah cukup makan asam garam terhadap berbagai tekanan, teror hingga pernah terjadi sebuah tragedi pembantaian yang sangat terkenal kala itu.

Tragedi pembantaian itu terjadi pada 23 Juli 1999. Pasukan tentara yang dipimpin  Kasi Intel Korem 011/Lilawangsa, Letkol Inf Sudjono menyerbu Tgk Bantaqiah bersama muridnya dengan senjata api yang memakan korban jiwa mencapai 54 santri, termasuk anak dan menantunya di Pesantren Babul Al-Mukarramah..

Kendati sudah pernah ada sidang koneksitas saat itu. Akan tetapi hingga sekarang peristiwa pembantaian itu belum ada titik terang, karena aktor intelektual belum terungkap hingga sekarang. 

Berbagai fase konflik yang sudah dilewati membuat warga setempat, termasuk keluarga almarhum Tgk Bantaqiah tidak pernah gentar menghadapi berbagai tekanan untuk mempertahankan tanah leluhurnya. 

Mereka meyakini, menyelamatkan hutan Beutong Ateuh Banggalang, juga telah menyelamatkan wajah Aceh, karena semua SDA di sana merupakan milik rakyat Aceh yang belum saatnya diambil.

“Kami akan pertahankan ini (menyelamatkan hutan Beutong Ateuh Banggalang) sampai titik darah terakhir,” kata Bunda Fatimah.

Matanya tampak berkaca-kaca, wajah yang tampak sedikit memerah menahan gejolak amarahnya. Berkali-kali dia terdiam sembari menarik nafas dalam saat bercerita penolakan perusahaan tambang masuk ke Beutong Ateuh Banggalang.

Bunda Fatimah juga selalu berada di garda terdepan, baik saat menolak PT EMM dulu maupun saat hadir lagi perusahaan tambang baru yaitu PT BME. Saat menghadang rombongan perusahaan dan tim ESDM hendak memasang patok lokasi tambang, Bunda Fatimah juga yang paling banyak berorasi dan berada di garis terdepan.

Dia menyebutkan, hutan di Beutong Ateuh Banggalang masih cukup baik, subur dan menjadi sumber kehidupan warga. Bila hutan rusak, ia memastikan bakal menjadi bencana baru, bukan hanya bencana alam juga bencana sosial dan ekonomi.

Beutong Ateuh Banggalang memiliki hutan tropis yang luas yang masih alami. Menjadi habitatnya berbagai spesies tumbuhan dan hewan, termasuk flora dan fauna. Berperan penting menjaga keseimbangan ekosistem, menyimpan karbon dan mempertahankan keanekaragaman hayati.

Dikutip dari buku Beutong Ateuh Banggalang, Catatan Perlawanan rakyat Menolak PT Emas Mineral Murni, hutan di sana juga berfungsi klimatologis yang sangat penting untuk mengatur iklim lokal dan global, serta menjadi siklus perubahan cuaca.

Selain itu juga berfungsi hidrologis untuk menjaga daerah resapan, persediaan air untuk kebutuhan makhluk hidup. Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Meureubo misalnya, selain menjadi pembatas antar desa di sana, juga menjadi sumber kehidupan warga, karena banyak terdapat ikan khas seperti Keureulieng.

Beutong Ateuh Banggalang memiliki banyak sungai kecil dan sumber air alami lainya. Sumber air ini berperan penting untuk menyokong kebutuhan warga dan ekosistem di daerah tersebut. Airnya dipelgunakan untuk air minum, pertanian, perkebunan dan lainnya.

Krueng Meureubo juga merupakan sumber air bagi masyarakat tiga kabupaten, yaitu Nagan Raya, Aceh Barat dan Aceh Tengah. Sungai ini menjadi sumber air bagi 70 desa dengan jumlah penduduk ditaksir mencapai 50 ribu jiwa lebih.

“Kalau hutan rusak, air tercemar, bukan kami saja yang merasa dampak, tapi juga banyak sampai ke hulu,” kata Bunda Fatimah.

Krueng Meureubo juga terdapat tiga sub sungai/ anak sungai yang mengalir ke Krueng Meureubo yang menjadi sumber utama air untuk persawahan seluas 204,15 hektar dan lahan pertanian lainnya.

Tanah yang subur dan kondisi iklim sangat mendukung untuk pertanian dan perkebunan. Beberapa jenis tanaman seperti kopi, padi, cokelat, karet dan rempah-rempah tumbuh subur di sana. Termasuk pohon kemiri yang harganya sekarang selangit, per tonnya mencapai Rp 7 juta lebih.

Kawasan hutan Beutong Ateuh Baanggalang juga kaya dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Tempat hidup berbagai spesies tumbuhan dan hewan, termasuk spesies kunci yang dilindungi, yaitu harimau sumatera, gajah sumatera dan orangutan.  Sehingga menjadi koridor Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dengan hutan Ulu Masen.

Sehingga tidak mengherankan tanah Beutong Ateuh Banggalang jadi rebutan, selain cukup subur untuk berbagai tanaman yang berkelanjutan. Terutama palawija, padi hingga tanaman keras lainnya seperti kemiri, durian, karet dan berbagai jenis tanaman lainnya. Juga terkandung SDA lainnya, yaitu emas.

Ketua Generasi Beutong Ateuh Banggalang (GBAB), Zakaria mengungkapkan, warga di sini tanpa tambang sudah hidup sejahtera dari hasil alam. Justru bila tambang beroperasi, hutan rusak, air tercemar, sehingga berdampak buruk terhadap kondisi ekologi yang mengakibatkan sumber perekonomian masyarakat terganggu.

“Kami bisa hidup berdampingan dengan hutan, dengan seperti ini ekonomi warga tumbuh, jadi tidak perlu ada tambang,” jelasnya.

Zakaria akui Beutong Ateuh Banggalang menjadi incaran banyak pihak untuk mengeruk kekayaan alam di sana, karena memiliki banyak kekayaan SDA.. Bagi dia, ini malapetaka yang akan terjadi bila suatu saat nanti ada perusahaan tambang beroperasi.

Sehingga ia bersama pemuda dan warga setempat tetap bersikeras untuk menolak setiap perusahaan tambang masuk. Yang ia tolak, bukan hanya dari korporasi, tambang ilegal juga diharamkan beroperasi di Beutong Ateuh Banggalang.

“Jadi tidak ada tambang ilegal di sini, Saya juga mau mengklarifikasi bahwa tambang ilegal yang ada itu berada di Beutong Bawah, bukan Beutong Ateuh,” jelasnya.

Seorang tokoh masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Tgk Diwa Laksana juga menyampaikan hal senada. Menurutnya, keberadaan perusahaan tambang telah membuat masyarakat terusik. 

“Kami tidak terima perusahaan tambang masuk ke sini,” tegasnya.

Tgk Diwa mengaku sepengetahuannya belum ada warga yang tinggal di lingkaran tambang hidupnya sejahtera. Justru kemiskinan yang mengancam warga, karena lahan dan tanah mereka diambil. Termasuk terjadi kerusakan hutan yang mengakibatkan terjadi perubahan fungsi lingkungan yang tentu berpengaruh terhadap perekonomian warga.

Menurut Tgk Diwa, kesuburan tanah yang dimiliki di Beutong Ateuh Banggalang sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan perekonomian warga. Ia mencontohkan, bila pada kebanyakan menanam padi menggunakan berbagai pupuk kimia. Tetapi di sini tak dibutuhkan, cukup dengan kesuburan tanah padi bisa menghasilkan yang melimpah.

Dia juga mengaku, warga Beutong Ateuh Banggalang tidak pernah kekurangan gabah sebagai makanan pokok masyarakat. Karena kebiasaan warga, padi tidak diperjualbelikan, tetapi untuk kebutuhan konsumsi.

“Jadi sekarang itu kami tanah padi tidak perlu pupuk kimia, padi kami gak pakai pupuk,” kata Tgk Diwa sembari menunjukkan tumpukan gabah yang baru selesai dipanen.

Sementara itu pimpinan pesantren Babul Al-Mukarramah, Tgk Malik Abdul Aziz, sebuah pesantren warisan almarhum Tgk Bantaqiah mengaku, masyarakat Beutong Ateuh Banggalang tidak membutuhkan tambang. “Yang kami butuhkan itu hutan, karena dari sana kami bisa berpenghasilan,” tegasnya.

Ia berharap pemerintah, kepolisian agar dapat berpihak dan melindungi warga yang berjuang mempertahankan tanahnya dari eksploitasi perusahaan tambang. “Apa yang kami pertahankan ini untuk generasi dan anak cucuk kami nanti di Beutong Ateuh Banggalang,” tegasnya.

Tanah Beutong Ateuh Banggalang sekarang masih sedang diperebutkan. Belum selesai rencana pembukaan tambang yang hendak dilakukan oleh PT BME. Sekarang kembali beredar informasi akan dibuka kilang sawmill, yaitu tempat pembelahan kayu log atau gelondong menjadi lembaran papan.

Materialnya akan diambil dari hutan Beutong Ateuh Banggalang, meskipun lahan tempat pengambilan kayunya berada di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) yang masih berhutan lebat.

Kondisi ini tentu akan menambah pekerjaan rumah warga Beutong Ateuh Banggalang. Perebutan lahan ini tentu akan berdampak terhadap ketenangan warga yang sedang berjuang mempertahankan keutuhan hutan.[]

Baca Juga:

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.