Dengan lantang, Badriyah meneriakkan suaranya, menyuarakan akan hak-hak penghuni rumah-rumah komplek dewan revolusi yang dikosongkan paksa oleh Kodam Iskandar Muda. “Ini bukan asrama PHB milik Kodam, jadi TNI tidak berhak mengusir kami dari sini, kami adalah pemilik rumah turun temurun dari orangtua kami yang juga pejuang di Aceh dan membangun Kodam di Aceh,” teriaknya.
Tak henti Badriyah terus meneriakkan ketidak bersediaan mereka untuk pergi dan meninggalkan rumah-rumah dikawasan jalan Daud Berureueh, Kecamatan Kuta Alam tersebut.
Tapi teriakan Badriyah dan warga lainnya hanya dianggap angin lalu, puluhan personel TNI tetap mengarahkan derap sepatunya ke arah rumah warga, memasuki dan mengankut semua barang yang ada didalam rumah, mulai dari tempat tidur hingga pinggan batu berisikan lauk yang sudah dihidang diatas meja namun tak sepat dimakan, keburu ‘pasukan’ tentara masuk dan mengangkat barang-barang milik mereka.
Lima unit rumah warga yang berada di pinggir jalan Daud Berureueh, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, dikosongkan paksa puluhan personel Komando Daerah Militer Iskandar Muda (Kodam IM), dan upaya pengosongan ini, ditentang oleh penghuni rumah.
“Surat tugas tidak ada, surat perintah tidak ada. Tapi tiba-tiba mereka datang mengancam akan mengusir kami dari rumah kami,” kata Intan seorang penghuni rumah.
Kendati mendapat penentangan warga, personel TNI tetap melakukan pengosongan. Satu per satu isi rumah tangga dikeluarkan dari dalam rumah. Bahkan, aliran listrik yang mengalir ke rumah-rumah tersebut juga langsung diputuskan.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) Iskandar Muda (IM), Kolonel Inf Irhamni Zainal mengatakan, lahan tersebut sudah mendapat SHP dari BPN sejak tahun 2018 lalu, sehingga lahan tersebut kini menjadi hak TNI.
Irhamni menjelaskan, penggusuran yang dilakukan oleh pihaknya ini merupakan bagian dari kegiatan pemurnian pangkalan untuk mengembalikan fungsi aset milik negara berupa asrama milik TNI AD, yang nantinya akan ditempati oleh prajurit yang masih berdinas aktif.
Menurutnya, tanah di Asrama PHB TNI AD ini merupakan inventaris kekayaan milik negara, dalam hal ini Departemen Pertahanan yang kuasa pengelolaannya untuk Kodam IM. Hal itu disahkan berdasarkan undang-undang nomor 24 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah tentang pendaftaran tanah, serta surat sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN.
“Jadi pemurnian pangkalan ini kita laksanakan secara humanis dan persuasif. Langkah-langkah mediasi sudah kita lakukan mulai dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2023 ini,” jelasnya.
Kepala Hukum Kodam (Kakumdam) IM, Kolonel Chk Amir Welong mengatakan, penertiban tersebut dilakukan setelah pihaknya menerima surat perintah dari Pangdam IM. Selain itu, kata dia, pihaknya juga mengaku sudah memberikan somasi sebanyak tiga kali kepada para penghuni agar segera pindah secara sukarela. Namun, para warga tidak bersedia direlokasi.
Kuasa Hukum warga dari YLBHI Aceh, Muhammad Qodrat, menyebutkan, tindakan tersebut tidak sesuai prosedur alias cacat hukum. Menurut Qodrat, tindakan pengosongan paksa ini juga tidak sesuai dengan perjanjian yang tertuang dalam surat somasi.
Dimana, dalam somasi itu disebutkan warga yang mendiami rumah di komplek yang kini diklaim menjadi bagian dari Asrama PHB TNI AD, di Dusun Gurita, Gampong Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam ini diberi jangka waktu untuk melakukan pengosongan.
“Dalam somasi tersebut disebutkan diberi jangka waktu untuk masyarakat melakukan pengosongan. Apabila masyarakat tidak bersedia, dalam somasi itu disebutkan bahwa pihak Kodam akan menempuh jalur hukum baik perdata maupun pidana,” kata Qodrat di lokasi pengosongan, Rabu (18/01/2023).
“Nah, setelah jangka waktu berakhir ternyata pihak Kumdam (Hukum Kodam) tidak menempuh jalur hukum, tapi langsung melakukan penggusuran secara sepihak,” katanya.
Qodrat menjelaskan, pihak Kodam IM mengklaim tanah di kawasan rumah tersebut termasuk ke dalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama Departemen Pertahanan, yang mana kuasa pengelolaannya diberikan untuk Kodam.
“Jadi mereka menganggap mengklaim ini SHP. Nah, kita duga penerbitan SHP itu mengandung cacat hukum,” sebutnya.
Oleh karena itu, kata Qodrat, pihaknya sedang menempuh upaya hukum untuk menggugat sertifikat itu.
‘Ternyata pihak Kodam IM tidak ingin menunggu proses hukum yang sedang berjalan, melainkan langsung melakukan pengosongan paksa, tentu saja warga tidak sepakat, warga kehilangan tempat tinggal. Mungkin malam ini akan bertahan di sini karena mereka tidak tahu harus ke mana,” ujarnya.
Asmadi (50) warga Asrama Dewan Revolusi yang terpaksa juga harus mengosongkan rumahnya, berkisah, kalau rumah-rumah tersebut ditempati oleh orangtua mereka sejak tahun 1962.
“Sebelumnya orangtua kami pejuang dan tentara RI, namun kemudian bergabung bersama pasukan DI/TII, tapi setelah ada kesepakatan antara Daud Beureueh dan pemerintah RI, maka para prajurit ini kembali ke NKRI dan menjadi pasukan TNI di Aceh yang kini menjadi KODAM Iskandar Muda,” kisah Asmadi.
Sebagai kompensasinya, mereka diberi urmah tempat tinggal, dan untuk komplek Dewan ini ada beberapa unit, dan hari ini lima unit rumah harus dikosongkan dengan aalasan, kawasan ini sudah menjadi milik Kodam IM.
Rumah-rumah yang harus dikosongkan adalah rumah milik Almarhum TM Syah Husin (Yang meninggal dunia 1983 saat masih bertugas sebagai TNI Kodam IM) dan rumah kini dihuni oleh Cut Badriyah (anak) bersama keluarganya.
Rumah milik Alm Alibasyah, dan kini dihuni oleh Asmadi (anak) beserta keluarga.
Rumah milik Almarhum Ilyas Rais dan kini dihuni oleh Intan (ANak) beserta keluarganya.
Rumah milik Hasballah dan kini dihuni oleh Syahril (anak) beserta keluarganya.
Rumah milik Almarhum Kol Farid Mahjadi, yang kini dihuni oleh Aldi (Anak) beserta keluarganya.
Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda (Kapendam IM), Irhamni Zainal, mengatakan, warga di kawasan komplek Asrama Dewan Revolusi,Lampriet, yang harus mengosongkan rumah tersebut, akan direlokasi sementara ke rumah dinas (Rumdin) TNI di Batalyon Infanteri Raider 112/DJ, Mata Ie, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.
“Warga ini akan dipindahkan sementara ke perumahan dinas Yonif Rider 112 di daerah Mata Ie, selama enam bulan,” kata Irhamni.
Kuasa Hukum warga dari YLBHI Aceh, Muhammad Qodrat, menyebutkan, meski sudah disediakan rumah sementara, namun warga menolak dan mencoba bertahan dilokasi tersebut. (Yan)