Sebanyak 75 oang pengungsi Rohingya ditempatkan di bekas gedung Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Aceh Barat yang terletak di Desa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan. Kamis (21/3) malam setelah sebelumnya mendapat penolakan dari warga Beureugang Kaway XVI.
Hingga Jumat(22/3), Puluhan pengungsi Rohingya masih berada di lokasi penampungan sementara tersebut, dan pihak pemerintah Aceh Barat belum bisa memastikan sampai kapan
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat meminta warganya tidak menolak kehadiran pengungsi Rohingya, sebab kondisi pengungsi dalam keadaan yang sulit. Pemerintah setempat juga tidak merasa terbebani dengan kehadiran pengungsi.
“Ya untuk 75 Imigran Rohingya ini kita tempatkan sementara di gedung PMI, yang sebelumnya mendapatkan penolakan dari warga Beureugang Kaway XVI ketika pihak pemerintah setempat untuk mengevakuasi mereka di Gedung Rumah Sakit Jiwa, Desa Beureugang, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat,” ujar Juru bicara Tim Satgas Kemanusiaan Teuku Samsul Alam kepada awak media.
Ia mengatakan, penempatan para korban kapal terbalik tersebut didasarkan atas rasa kemanusiaan, setelah sebelumnya etnis Rohingya tersebut mengalami musibah di perairan Aceh Barat akibat kapal yang ditumpangi terbalik.
“Kita akan menunggu petunjuk lebih lanjut terkait dari pemerintah pusat atau provinsi untuk diupayakan bisa dibawa ke Banda Aceh,” ucapnya
Ketika ditanyai apakah Pemerintah Aceh Barat terbeban dengan kehadiran rohingya di Bumi Teuku Umar dirinya menjawab ini adalah bentuk kepedulian kita sebagai orang Aceh dengan tradisi ‘pemulia jamee’
“Kita orang Aceh kental akan adat, kedatangan mereka adalah tanggung jawab kita bersama sebagai rasa kemanusiaan dan pemulia jamee,” tutup Samsul Alam.
Ratusan warga Desa Beureugang, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat menolak kedatangan 69 pengungsi Rohingya di daerahnya, Kamis (21/3/2024) sore. Mereka mengamuk dan mengusir kedatangan pengungsi Rohingya yang akan ditempatkan di Kompleks Rumah Sakit Jiwa Beureugang, milik pemerintah daerah setempat.
“Tidak ada warga Rohingya yang terluka dalam insiden ini,” kata Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Aceh Barat, Kompol M Nasir.
Nasir menjelaskan, keberangkatan etnis Rohingya dari Pelabuhan Jetty Meulaboh menuju ke lokasi penampungan di Beureugang, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat, dikawal ketat kepolisan dan pihak terkait lainnya.
Saat aksi penolakan dan pengusiran terjadi, warga Rohingya masih berada di dalam truk dan belum sempat diturunkan ke lokasi yang dituju. Kemudian truk pengangkut Rohingya diarahkan kembali ke Kota Meulaboh, ibu kota Kabupaten Aceh Barat guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Saat aksi penolakan terjadi, Pj Bupati Aceh Barat Mahdi Efendi berada di lokasi kejadian, namun tidak bisa berbuat apa-apa karena kerasnya penolakan warga setempat. Kompol M Nasir menjelaskan aksi pengusiran yang dilakukan warga karena masyarakat di daerah tersebut menolak desa mereka ditempatkan etnis Rohingya.
“Informasi yang kami peroleh di lokasi kejadian, masyarakat tidak mau seperti kejadian di daerah lain di Aceh. Mereka merasa terganggu dengan kedatangan Rohingya ke desa mereka, mereka tidak nyaman,” kata Kompol M Nasir.
Polres Aceh Barat juga mengimbau masyarakat di Kabupaten Aceh Barat tetap menjaga situasi aman dan kondusif, serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan dan ketertiban di masyarakat.
“Mari kita pertahankan nikmat bulan Ramadhan ini dengan bersama-sama menjaga keamanan di wilayah masing-masing,” tutur M Nasir.
Leo (44 tahun) warga Desa Beureugang, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat yang juga ikut menolak penempatan pengungsi rohingya di desanya, mengatakan mereka terpaksa melakukan aksi pengusiran dan penolakan karena masyarakat di daerah tersebut tidak menerima kedatangan pengungsi di sini.
“Semua daerah di Aceh tidak terima pengungsi Rohinya, masa kami menerima,” katanya. Menurutnya, masyarakat setempat tetap melakukan penolakan apabila desa mereka dijadikan lokasi pengungsian.
“Kantor bupati kan kosong, kenapa tidak ditempatkan di sana saja (pengungsi Rohingya),” kata Leo. Ia mengakui tanah pemerintah daerah tidak hanya di Kecamatan Kaway XVI, namun masih banyak di daerah lain di Aceh Barat tanah pemerintah daerah yang bisa digunakan untuk lokasi pengungsian, kata Leo.