Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, menyebutkan konflik harimau sumatera yang terjadi di Kecamatan Tapaktuan sudah berlangsung mulai dari bulan Juni 2022.
Lokasi konflik ini berpindah-pindah mulai dari Desa Batu Itam kemudian berpindah ke Desa Lhok Bengkuang. Konflik harimau sumatera tersebut sudah menimbulkan interaksi negatif, yaitu memangsa ternak kambing milik warga sebanyak 9 ekor.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, mengatakan sebagai upaya penanganan konflik tersebut, Balai KSDA Aceh dan BB Taman Nasional Gunung Leuser bekerjasama dengan Muspika, WCS-IP, dan FKL melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi, patroli, pemasangan camera trap di lokasi konflik, upaya penghalauan
termasuk dengan mendatangkan pawang, dan memasang kandang jebak.
“ Dan Senin tanggal 25 Juli 2022 pagi, tim melakukan kegiatan rutin pengecekan box trap dan didapati 1 individu harimau sumatera masuk ke dalam perangkap yang berada di Desa Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan,” katanya.
Harimau Sumatera tersebut, sebut Agus, selanjutnya akan diobservasi dan dilakukan pemeriksaan medis lengkap sebelum dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
“ Saat ini tim dokter hewan sedang dilokasi, memeriksa kondisi harimau secara medis, dan tim juga melakukan survey lokasi untuk pelepasliaran juga secara paralel bersama dengan tim dari BB Taman Nasional Gunung Leuser,” ujar Agus.
Seekor harimau sumatera dilaporkan masuk perangkap (master trap) milik BKSDA Aceh di Desa Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan, tepatnya di kawasan kolam pemandian bukit Aroya, Senin (25/5/2022).
Sebelumnya seekor harimau sumatera kerap muncul di pemukiman warga Tapaktuan di kawasan Puncak Gemilang, Lhok Bengkuang dan sekitarnya. Tak hanya menampakkan diri, satwa liar ini disebut-sebut juga telah menyerang dan memangsa hewan ternak warga
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu jenis hewan yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan . Satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA Aceh mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk tidak melakukan pemasangan jerat yang dapat berdampak terhadap keselamatan satwa liar yang juga dapat memicu terjadinya konflik antara manusia dan harimau. (Yan)