Pencemaran laut di sekitar pelabuhan Dagang Tapaktuan, Aceh Selatan yang mengakibatkan air laut berubah warna diduga terjadi akibat tumpahan pengangkutan material bijih besi yang bercampur dengan lumpur dan tanah milik Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh tim WALHI Aceh, Kamis (3/8/2023), paska kejadian itu air laut di sekitar pelabuhan berubah warna menjadi merah bercampur coklat dan keruh. Hal itu terjadi saat proses pengangkutan.
Sisa lumpur yang tercecer di sekitar pelabuhan dibersihkan dengan cara disiram dan dibuang langsung ke laut. Sehingga semakin menambah perubahan warna air laut di sana.
“Kejadian itu hari ini, hasil laporan dari tim WALHI Aceh di sana, air laut merah bercampur coklat dan keruh akibat lumpur bercampur tanah tersebut,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Salihin, Kamis (3/8/2023).

Oleh karena itu, WALHI Aceh meminta pihak terkait untuk melakukan pemantauan atas peristiwa tersebut, karena ini bisa berdampak terhadap pencemaran air laut yang mengakibatkan rusaknya biota dan ekosistem laut di sekitar pelabuhan dan dapat mengganggu perekonomian nelayan setempat.
Jika dilihat dari kondisi tersebut patut diduga proses pengangkutan material tidak sesuai dengan instrumen pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang melekat pada KSU Tiega Manggis.
“Jika dugaan ini benar, maka sudah sepatutnya penegak hukum untuk mengusut secara tuntas serta menyisir kelengkapan izin lainnya,” kata Om Sol, sapaan akrab Ahmad Salihin..
Penting untuk ditelusuri seluruh perizinan, mengingat KSU Tiega Manggis yang berada di Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan memiliki rekam jejak hitam, dimana Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pernah mencabut Izin Usaha Pertambangan – Operasi Produksi (IUP-OP) pada Selasa, 5 April 2022 lalu.
WALHI Aceh juga meminta kepada pihak penegak hukum dan pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas KSU Tiega Manggis. Sehingga aktivitas tambang komoditas bijih besi itu beroperasi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
“Sehingga tidak ada yang dirugikan, termasuk dalam tata kelola lingkungan hidup dan operasionalnya tidak melanggar hukum,” jelasnya.