Kasus Monument Samudra Pasai Tak kunjung ke Pengadilan

Penetapan tersangka terkait dugaan korupsi pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai Aceh Utara oleh Kejaksaan Negeri Lhoksukon sudah berjalan 4 Bulan, namun belum juga bermuara ke Pengadilan Tipikor

Entah apa yang jadi alasan lambannya perkembangan hukum kasus korupsi tersebut. Dan belum ada kejelasan sampai sekarang sudah sejauh mana perkembangannya

Padahal kasus tersebut mulai dilakukan lidik oleh Kejari Lhoksukon pada Mei 2021, kemudian dilanjutkan penetapan lima tersangka diduga terlibat dalam pembangunan Monumen Samudera Pasai itu.

Saat ini kelima tersangka sudah ditahan sejak 1 November 2022 selama 20 hari, kemudian diperpanjang masa penahanan di 21 November 2022 selama 40 hari (30 Desember 2022), karena berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan, terjadi perpanjangan masa tahanan kembali pada 31 Desember 2002 selama 30 hari (29 Januari 2023 dan terakhir terjadi perpanjangan masa tahanan yang ke keempat kalinya terhadap tersangka selama 30 hari nyakni dari 30 Januari – 28 Februari 2023.

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melihat ada anehan dalam penyelesaian perkara ini. dan mempertanyakan sejauh mana perkembangan hukum kasus korupsi pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai. Pasalnya, hingga kini belum ada titik terang terhadap perkara tersebut.

“Ini patut kita pertanyakan perkembangannya, dengan menganali sis beberapa bentuk catatan penting terhadap kasus tersebut,” kata Koordinator MaTA, Alfian melalui siaran pers yang diterima Digdata.id Kamis (9/2).

Sambung Alfian, Kejari Lhoksukon pada awalnya meminta audit investigasi kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh. Pada saat itu, BPKP tidak bisa menindaklanjuti atas permintaan Kejari karena berkas yang diserahkan belum mencukupi atau standar audit. Baca Juga Kasus Korupsi Monumen Islam Samudera Pasai, Kejari Aceh Utara Masih Tunggu Hasil Ahli Kerugian Negara

“Sehingga pihak BPKP saat itu, memberi catatan untuk dilengkapi berupa dokumen oleh Kejari,” ujar Alfian.

kemudian Kejari Aceh Utara menyatakan ke publik bahwa dokumen sudah mareka serahkan semua. Saat itu Kejari dengan BPKP Aceh sempat saling “cleam” tentang dokumen atau objek yang mau diaudit, jelas Alfian

Masih kata Alfian, kemudian berakhir pada kesimpulan, Kejari menghentikan permintaan audit ke BPKP dan selanjutnya meminta kepada tenaga ahli untuk melakukan audit dari salah satu kampus yang berada di luar pulau Sumatera.

“Dan itu belum ada kejelasan sampai sekarang sudah sejauh mana perkembangannya, ini sudah 4 kali perngajuan perpanjang penahanan tersangka” tanya Alfian lagi.

Dan menjadi Pertanyaan MaTA kemudian, apakah Pengadilan Negeri memiliki rencana perpanjangan masa tahan kembali?. Dalam penanganan kasus korupsi dengan pengalaman kami selama ini dalam melakukan monitoring terhadap peradilan, baru kasus ini yang sangat berlarut penanganannya dan kita juga mempertanyakan motifnya apa,” tanya Alfian,

Sambung Alfian, penanganan kasus korupsi tersebut oleh Kejari Aceh Utara sejak Mei 2021 sampai hari ini Februari 2023, yang artinya dalam satu kasus Kejari sudah menggunakan DIPA APBN selama tiga tahun berturut tapi kasusnya masih tidak ada perkembangan.

“MaTA meminta secara tegas, kasus ini sudah saatnya diambil alih oleh pihak Kejati Aceh dan kita juga mempertanyakan, apakah Jamwas Kejagung tidak melakukan evaluasi terhadap penyidikan kasus tersebut yang terus menerus selama tiga tahun menggunakan anggaran APBN, sementara kasusnya tidak ada perkembangan,” ungkap Alfian.

MaTA juga meminta dalam penanganan kasus tersebut, pihak Kejaksaan benar-benar memiliki prinsip transparansi, akuntabilitas dan menjunjung tinggi integritas.

“Sehingga kepercayaan publik terhadap kinerja Kejaksaan kembali kuat dan kami percaya, publik juga dapat mengawasi proses penanganan kasus korupsi ini secara aktif,” tutupnya.

 

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.