Home Berita Menkes: Obat Mahal karena Biaya Pendidikan Kedokteran Tinggi
Berita

Menkes: Obat Mahal karena Biaya Pendidikan Kedokteran Tinggi

Share
Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin Bicara Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak. ©2022 Liputan6.com/Angga Yuniar
Share

Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengungkap penyebab harga obat melambung tinggi di Indonesia bukan disebabkan karena pajak, tetapi kondisi ini terjadi akibat biaya pendidikan kedokteran di Indonesia yang mahal.

“Kalau beda pajak, bedanya persen dong, 20 persen, 30 persen. Kalau di sana (luar negeri) 1.000, di Indonesia 4.000 (persen), itu namanya kali lipat, bukan persen lagi. Empat kali, tiga kali, itu enggak mungkin urusan pajak. Kalau pajak tuh beda 30 persen, 40 persen,” kata Budi, Kamis (16/3/2023).

Mantan Direktur Perbankan Mikro PT Bank Mandiri ini meyakini harga obat yang berlipat di Indonesia dipengaruhi biaya penjualan dan pemasaran atau sales and marketing expances.

Menurut Budi, fenomena itu memiliki keterkaitan dengan biaya pendidikan dokter yang mahal dalam memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).

Berdasarkan laporan Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono, kata Budi, besaran biaya untuk penerbitan STR/SIP berkisar Rp6 juta per orang. Sedangkan jumlah rata-rata penerbitan STR untuk dokter spesialis per tahun mencapai 77.000 sertifikat.

“Aku kan bankir, 77.000 dikali Rp6 juta kan Rp430 miliar setahun. Oh, pantas ribut,” katanya.

Untuk memperoleh STR, kata Budi, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang dapat diperoleh dengan mengikuti kegiatan tertentu, salah satunya seminar.

Sekali penyelenggaraan seminar, kata Budi, rata-rata memperoleh empat SKP dengan biaya berkisar Rp1 juta per peserta.

“Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp62 juta, dikali 140 ribu jumlah dokter, itu kan Rp1 triliun lebih,” katanya.

Budi mengatakan, besaran biaya itu harus ditanggung dokter untuk menebus kelulusan.

“Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar. Kalau dokternya enggak bayar, nanti dibayarin orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expances jadi naik. Menderita juga rakyatnya,” katanya.

Budi menyebut persoalan itu dapat ditangani lewat Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang kini sedang dalam pembahasan bersama pemangku kebijakan bersama masukan masyarakat.

“Saya menyampaikan fakta agar kita memperbaiki diri ke depannya, supaya layanan kesehatan masyarakat kita perbaiki, dan biarkan pemerintah mengatur kembali ini, menata ulang supaya ini sehat dan baik,” katanya.[acl]

Sumber: antara & merdeka.com

Share
Related Articles
BeritaHeadline

Aceh Masuk 10 Besar Provinsi dengan Deforestasi Tertinggi di 2024

Deforestasi di Indonesia meningkat 2 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Aceh...

BeritaHeadlineJurnalisme Data

Keruk Emas di Benteng Ekologi (3)

Peta angkasa menunjukkan, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) merambah Kawasan Ekosistem Leuser...

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui terdampar di Pantai Leuge, Kecamatan Pereulak, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (29/01/2025)
BeritaHeadlineNews

Imigran Etnis Rohingya Kembali Terdampar di Aceh Timur

Sebanyak 77 imigran etnis Rohingya menggunakan sebuah kapal motor kayu kembali diketahui...

Pertunjukkan Barongsai memeriahkan Tahun Baru Imlek 2025 di Banda Aceh.
BeritaHeadlineNews

Barongsai Imlek, Sedot Perhatian Warga Banda Aceh

Atraksi barongsai digelar dalam rangka memeriahkan tahun baru Imlek 2576 Kongzili di...