Politisi Demokrat: Cabut Subsidi BBM Menambah Beban Rakyat

Presiden Joko Widodo telah menaikkan harga Bahan Bakar Minya (BBM) bersubsidi Pertalite, Pertamax dan Solar per 3 September 2022 menuai kritik. Jokowi menyebutkan mengurangi subsidi jenis BBM tersebut untuk mengurangi beban APBN.

Jokowi mengklaim menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan pilihan yang sulit. Ini merupakan opsi terakhir pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM ke penggunaan lainnya.

“Saat ini pemerintah membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM akan mengalami penyesuaian,” ujar Presiden Jokowi dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Sabtu (3/09/2022).

Keputuhsan Jokowi menuai banyak protes baik dari masyarakat maupun anggota legislatif. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Irwan menyebut Jokowi telah mengabaikan suara rakyat.

“Kenaikan BBM ini adalah bentuk abai dan tidak peduli pemerintah terhadap derita dan kesusahan rakyat saat ini,” kata Irwan saat dihubungi, Sabtu (3/9/2022) dikutip dari CNN Indonesia.

Petugas sedang mengisi minyak sesaat sebelum pengumuman kenaikan BBM. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.id

Irwan menilai, Jokowi terlihat lebih memilih menambah masalah rakyat dibandingkan memenuhi amanat konstitusi untuk menyejahterakan rakyat. Ketua DPD Partai Demokrat Kaltim itu pun mengingatkan bahwa kenaikan harga BBM subsidi akan berdampak langsung pada masyarakat kecil.

Bahkan, dia berkata, kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak pada kenaikan harga di sektor-sektor lain.

“Presiden telah abai mendengarkan suara rakyat. Dengan kenaikan BBM ini akan berdampak langsung bagi rakyat kecil menengah seperti UMKM, buruh, tani, nelayan, bahkan karyawan-karyawan swasta, maupun pegawai pemerintahan itu sendiri,” ujarnya.

Senada dengan Irwan, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menyebut kebijakan tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah tidak mendengar masukan dari masyarakat dan bergeming pada sikap sendiri.

“Kami kecewa dengan keputusan tersebut. Pemerintah tidak mendengar masukan dari masyarakat, dan tetap bergeming dengan sikapnya,” kata Mulyanto.

Petugas mengisi minyak bagi konsumen. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.id

Ia berkata, kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan membuat masyarakat kurang mampu semakin menderita, dan pengguna mobil mewah terus menikmati BBM bersubsidi. Menurutnya, subsidi BBM masih akan tetap berjalan tidak tepat sasaran di hari mendatang.

Mulyanto pun memperkirakan harga-harga, khususnya pangan akan bergerak naik. Menurutnya, PKS akan segera mengkonsolidasikan diri untuk mengambil langkah-langkah politik lebih lanjut merespons kebijakan kenaikan harga BBM subsidi ini.

“Kita akan memonitor terus perkembangan kenaikan harga BBM ini di masyarakat, dan akan mengkonsolidasikan langkah-langkah politik lebih lanjut,” ujarnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga memandang kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pertalite dan solar subsidi di waktu yang tidak tepat. Sebab, masyarakat belum siap menghadapi kenaikan harga pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter.

“Dampaknya Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” ucap Bhima kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (3/9/2022).

Stagflasi bisa diartikan sebagai kenaikan inflasi yang tidak dibarengi dengan kesempatan kerja. Dengan kata lain, pengangguran tinggi tetapi mayoritas harga barang melonjak. Ia menjelaskan kenaikan harga BBM akan mengerek ongkos transportasi pribadi, angkutan umum, hingga ongkos angkut bahan pangan dan barang lain.

“Harga pengiriman bahan pangan akan naik di saat yang bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk,” jelas Bhima.

Konsumen antri mengisi minyak di SPBU. Foto: Hotli Simanjuntak/digdata.id

Inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi sebesar 8,55 persen secara tahunan pada Agustus 2022. Dengan kenaikan harga BBM, Bhima memproyeksi inflasi pangan kembali tembus 10 persen pada September 2022.

Lalu, inflasi umum berpotensi melonjak ke level 7 persen sampai 7,75 persen hingga akhir 2022. Hal itu akan memicu kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Tak hanya itu, kenaikan harga BBM juga akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan. Sebab, BBM adalah kebutuhan dasar operasional setiap industri.

“Konsumen ibaratnya akan jatuh tertimpa tangga berkali kali, belum sembuh pendapatan dari pandemi, kini sudah dihadapkan pada naiknya biaya hidup dan suku bunga pinjaman,” ujar Bhima.[acl]

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.