Sampah Rumah Tangga, Bisa Jadi Sumber Energi

Penyumbang sampah terbesar saat ini berasal dari limbah rumah tangga, terutama sisa makanan yang menjadi momok besar akibat pesatnya pertambahan penduduk diiringi pola hidup manusia yang kian konsumtif di kota-kota besar, termasuk Banda Aceh yang menjadi pusat ibu kota provinsi Aceh.

Berdasarkan data terbuka dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), sumber sampah di Banda Aceh terbanyak berasal dari limbah rumah tangga, mencapai 76,5 persen yang berdampak serius terhadap kualitas lingkungan dan air sungai.

Hingga sekarang belum ada solusi kongkrit untuk pengendalian limbah rumah tangga, baik secara nasional maupun di daerah, khususnya di Banda Aceh. Pengelolaannya masih dilakukan secara konvensional, yaitu dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), lalu diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Penanganan dan pengolahan sampah memang menjadi satu program prioritas di Kota Banda Aceh,” Kepala Bidang Persampahan DLHK3 Banda Aceh, Asnawi dikutip dari berita digdata sebelumya.

Pemerintah Kota banda Aceh, kata Asnawi saat ini akan terus melakukan berbagai perbaikan untuk penanganan sampah. Terutama di era serba digital dengan perkembangan teknologi canggih, sampah harusnya bisa dimanfaatkan kembali untuk kepentingan warga.

“Kita sedang menuju ke sana, dengan dukungan semua pihak,” ujar Asnawi.

Tetapi persoal limbah rumah tangga, di tangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM)sampah yang semula menjadi momok mengerikan kini dapat dimanfaatkan menjadi energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. Sekelompok mahasiswa UGM mengembangkan inovasi bernama Household Organic Waste Management, biogas portabel yang mampu merubah sampah organik dari setiap rumah tangga menjadi sumber energi alternatif bahan bakar masak.

“Inovasi ini tidak hanya lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat, namun kami juga merancang biogas ini seportabel mungkin agar masyarakat mudah dalam menggunakannya,” ujar Muhammad Fajar Nur Ahadi, salah satu anggota tim pengembang.

Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM ini mengembangkan produk biogas portabel bersama empat mahasiswa lainnya, yaitu Fariz Jordan Fadillah (Peternakan), Toyip Huda Yuniawan (Teknik), Nursifa Maulidini Rahma Pratiwi (Sekolah Vokasi), dan Iqbal Wahdan Salsabil (Peternakan), dengan Viagian Pastawan, S.Pt., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing.

Mereka mengembangkan inovasi ini dengan pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam skema Program Kreativitas Mahasiswa.

“Selain mampu menekan jumlah sampah yang terbuang, biogas ini juga mampu menghasilkan Pupuk Organik Cair (POC) dan Kompos Bogashi melalui sisa hasil fermentasi sampah,” imbuh Fajar dikutip dari ugm.ac.id.

Ia menerangkan, sampah organik yang berasal dari rumah tangga di Yogyakarta memiliki persentase tertinggi yakni 73% dengan rata-rata setiap orang membuang sampah 0,7 kg per hari. Ketiadaan pengolahan sampah dari setiap rumah tangga juga turut menyebabkan sebagian besar TPA mengalami over capacity.

TPA Piyungan menjadi rumah paling nyaman bagi sampah masyarakat Yogyakarta. Bagaimana tidak, sebanyak 700 ton sampah terus bertambah setiap harinya. Dalam penerapan produk, sasaran yang dituju oleh tim ini adalah kelompok PKK di Dusun Banyakan II, Kecamatan Piyungan, Bantul.

Tim ini membuat lima digester biogas yang ditempatkan pada setiap RT, yang nantinya menjadi pionir kepedulian masyarakat akan sampah. Pupuk organik sebagai produk samping juga akan diolah serta diuji di laboratorium, dan nantinya akan dikomersialisasikan sebagai produk unggulan Bumdes.

Melalui survei yang dibuat, sebagian besar masyarakat mitra menaruh antusiasme yang tinggi terhadap perkembangan inovasi ini kedepannya.

“Kami sangat berharap agar biogas ini dapat diperbanyak jumlahnya dan dikembangkan lagi, kami juga ingin membuat alat serupa di dalam rumah untuk sampah keluarga setiap harinya,” ucap Ulda sebagai Ketua PKK.

Melalui tingginya urgensi dan aspek fungsionalnya, harapannya inovasi biogas portabel ini dapat mengawali langkah masyarakat untuk semakin peduli dengan sampah yang mereka dihasilkan.

“Tidak hanya sebagai ajang awalan, inovasi ramah lingkungan seperti ini baiknya terus dikembangkan sebagai langkah mudah masyarakat mencintai lingkungannya. Nantinya, inovasi ini akan terus disempurnakan dan juga akan melalui tahap pematenan hak cipta agar inovasi ini terjaga orisinalitasnya,” imbuh Fariz.[acl]

Sumber: ugm.ac.id

Baca Juga Tentang Sungai Krueng Aceh Tercemar Mikroplastik

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.