Simalakama Rohingya; Terkatung di Laut, Terlunta di Darat

Rhusaimah (26) tak tahu apa yang terjadi, sudah berkali kali mereka diangkut dengan truk, tapi tak pernah bisa tinggal dan menginap disatu tempat, dia bingung mau dibawa kemana.

Digdata tak bisa berkomunikasi panjang dan lama, namun yang pasti Rhusaimah mengaku sudah sangat lelah, dan lemah. Kondisi ini terlihat jelas diwajahnya yang kuyu dan lesu. Pakaian yang dikenakan juga cukup kumal, penuh bekas pasir laut.

Rhusaimah adalah satu dari sekian banyak penumpang di kapal kedelapan, yang berlabuh di pesisir Aceh Besar, tepatnya Minggu, 10 Desember 2023 sekitar pukul 5.30 wib. Ia bersama 134 orang pengungsi lainnya, tiba dengan satu kapal kayu di Pantai Dusun Blang Ulam, Gampong Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.

Kapolsek Krueng Raya Ipda Rolly Yuiza Away, mengatakan  pengungsi Rohingya tersebut terdiri dari laki-laki dewasa 35 orang, perempuan dewasa 65 orang, anak laki-laki 15 orang dan anak perempuan 20 orang.

“Posisi mereka dengan kapal yang ditumpangi sejauh satu kilometer. Di mana, setelah turun para imigran itu berjalan kaki hingga ke tempat saat ini, yakni Dusun Blang Ulam,” kata Ipda Rolly Yuiza Away.

Begitu mengetahui ada warga Rohingya berada di pinggiran pantai, warga langsung meminta agar mereka segera dipindahkan.

Warga Lamreh, Kabupaten Aceh Besar, meminta UNHCR segera memindahkan 135 pengungsi Rohingya yang mendarat di kawasan pesisir setempat.

“UNHCR yang sekarang sudah di lokasi diminta untuk pindahkan mereka paling lambat sore ini,” kata Sekdes Lamreh Asmadi Kadafi di Aceh Besar, Minggu (10/12/2023).

Pengungsi Rohingya, Alami Penolakan Masif

Drama horor bagi pengungsi ini pun dimulai. Entah siapa yang menghadirkan truk sebagai moda angkutan beserta sopirnya menjelang Maghrib. Para pengungsi pun dibawa dari Lamreh menuju kantor imigrasi Aceh.

Setibanya di kantor imigrasi, pengungsi tak bisa diturunkan karena kantor tersebut sedang dalam renovasi.

Akhirnya para pengungsi dibawa ke kantor Gubernur Aceh oleh warga Lamreh dengan menggunakan truk dan kendaraan bak terbuka.

Petugas keamanan di kantor gubernur mengaku terkejut melihat iring-iringan truk membawa pengungsi rohingya tiba di kantor gubernur.

Lebih dari dua jam para pengungsi Rohingya berada di halaman kantor gubernur Aceh, akhirnya mereka diputuskan untuk dipindahkan sementara ke komplek South Camp, atau komplek bumi perkemahan Pramuka di perbatasan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie.

Penjabat Bupati Aceh Besar, Iswanto menyebutkan,pihaknya menunggu dan berkoordinasi dengan UNHCR dan IOM untuk penempatan sementara pengungsi tersebut.

Namun, sebuah kenyataan mengejutkan, disampaikan oleh sopir truk yang mengangkut pengungsi, bahwa mereka tak bisa mencapai South Camp, karena keburu diadang warga dengan menggunakan sepeda motor dengan suara menggeru geru.

Akhirnya semua sopir memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh, dan menempatkan kembali pengungsi di kantor Gubernur Aceh, tapi kali ini hanya ditrotoar jalan, hingga pagi tiba. Lalu pengungsi kembali digiring untuk berpindah ke lapangan bermain sepatu roda yang bersebelahan dengan kantor Gubernur Aceh.

“Kita akan menunggu putusan kemana mereka akan dibawa,” sebut Akiong, seorang relawan RAPI Banda Aceh yang sudah sejak semalaman mengurus para pengungsi tersebut.

Kemudian diputuskan pengungsi akan dipindahkan ke panti milik Dinas Sosial Aceh di Ladong, tapi apa daya, pengungsi kembali mendapat penolakan. Rombongan mendapatkan lokasi dengan pagar terkunci.

Pengungsi  kembali balik kanan ke kantor Gubernur Aceh, dan akhirnya diputuskan untuk tinggal sementara di Balai Meseuraya Aceh, (BMA), sebuah bangunan balai serba guna, yang berada diseberang kantor Gubernur Aceh.

Panglima laot Aceh, Miftah Cut Adek, mengatakan tak lama berselang dari berlabuhnya pengungsi Rohingya di Lamreh Aceh Besar, dihari yang sama juga mendarat hampir 200 orang pengungsi Rohingya di kawasan Pantai Muara Tiga, Kabupaten Pidie, yang merupakan kapal kesembilan, dalam sebulan terakhir ini.

Hingga Senin malam, pengungsi masih berada di dekat pantai dan berlindung di bawah tenda, karena desa setempat tak punya lokasi penampungan.

Siapa Rohingya dan Apa yang terjadi pada Mereka?

Rohingya adalah etnis minoritas pemeluk agama iIslam di Myanmar. Menurut Komisi Tinggi PBB untuk Penanganan Pengungsi atau UNHCR, etnis rohingya telah hidup di Myanmar selama berabad-abad. Tetapi disisi lain, kelompok mayoritas di Myanmar, memandang rohingya hanyalah pendatang yang pertumbuhan penduduknya baru satu abad terakhir di Myanmar.

Kemudian pada tahun 1982, populasi rohingya secara resmi tidak diakui oleh pemerintahan Myanmar, sehingga orang-orang rohingya berstatus tanpa kewarganegaraan alias stateless.

Apa yang kemudian terjadi pada mereka? Ketegangan sosial pun terjadi pada masyarakat rohingya dan menyebabkan orang-orang Rohingya dipersekusi.

UNHCR menyebut terjadi pembakaran desa, pembunuhan hingga pelanggaran HAM yang massif terhadap kelompok etnis rohingya. Sehingga mereka terpaksa harus meninggalkan Myanmar. Hingga kini tercatat lebih dari sejuta warga telah meninggalkan Myanmar sejak tahun 1990-an.

Kemana Rohingya Mengungsi?

Mayoritas kelompok etnis Rohingya mengungsi ke Camp Cox Bazar di Bangladesh. Ada pula yang ditampung di Thailand dan India, beberapa bahkan memilih Indonesia menjadi tujuan mereka untuk melanjutkan penghidupan.

Kedatangan kelompok Rohingya ke Indonesia tercatat sejak tahun 2015. Jumlahnya terkini tak kurang dari 1.487  pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia dan diperkirakan akan terus bertambah. Lokasi keberadaan para pengungsi adalah di Aceh, Sumatera Utara dan Riau, serta beberapa ada yang ditampung di Sidoarjo, Jawa Timur.

Pertama kalinya pengungsi Rohingya tiba di Indonesia, mereka disambut baik, terutama oleh masyarakat di Aceh. Namun lambat laun ada sejumlah kondisi yang membuat masyarakat Indonesia menolak kedatangan pengungsi rohingya.

Alasannya tempat penampungan yang sudah tidak mampu menampung pengungsi yang terus bertambah bahkan membludak. Alasan lain karena banyak pengungsi yang tidak patuh pada norma, adat hingga melakukan tindakan kriminal.

Masalah Rohingya adalah Masalah ASEAN

Peneliti Asean dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, mengatakan tidak menampik bahwa perbedaan budaya, membuat adanya ketidak sepahaman tentang adat budaya setempat, karena yang terfikir adalah bagaimana menyelamatkan diri. Dan ini terjadi di Aceh dan kondisi ini membuat masyarakat sedikit terganggu, dan pemerintah sudah melakukan upaya bahwa masyarakat di Aceh tetap menjadi prioritas.

“Kita juga tidak bisa menutup mata, jika pengungsi ada dihadapan kita, secara universal Indonesia juga bertanggung jawab, tapi masalah pengungsi bukan hanya masalah Indonesia, karena Myanmar adalah negara di ASEAN, jadi negara di ASEAN juga harus bertanggung jawab,” ujar Adriana dalam tayangan Metro TV.

Menurut Adriana, pemerintah Indonesia, harus menyampaikan dengan tegas kepada pemerintah Myanmar, bahwa kehadiran pengungsi Myanmar dalam jumlah besar ini sudah mengganggu Kamtibmas di Indonesia.

“Jika Myanmar tidak mampu mengatasi masalah ini, maka harus dibawa ke ASEAN, karena ini adalah bentuk regional komitmen yang juga harus ditanggung oleh setiap negara di ASEAN,” katanya.

Pemerintah Aceh Akan Siapkan Penampungan Sementara

Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, menyatakan akan menyiapkan lokasi penampungan sementara bagi para pengungsi Rohingya, yang kini jumlahnya mencapai 1.684 jiwa.

“Saya akan melakukan pertemuan dengan UNHCR dan IOM, dan  menindaklanjuti instruksi pemerintah pusat, bahwa secara kemanusiaan pengungsi harus dibantu, dan segera menentukan dimana lokasi yang cocok untuk penampungan,” ujar Achmad Marzuki, Senin malam, (11/12/2023).

Diakui, Achmad Marzuki, keresahan masyarakat Aceh, yang kemudian menyatakan penolakan. “Saya paham, warga resah, misalnya ada MCK umum di desa jadi semrawut, karena banyak orang yang menggunakan, dengan kapasitas yang tidak sesuai, mungkin ini juga menjadi alasan agar pengungsi dipindah dari desa mereka, kita akan cari solusi secepatnya untuk menangani masalah ini, kita memang tidak punya lokasi penampungan untuk jumlah sebanyak itu,” katanya.

Hingga saat ini sudah sembilan kapal pengungsi Rohingya tiba di Aceh dengan jumlah 1.684 orang, sejak 14 November 2023. Titik yang didatangi pengungsi tersebut yakni di Kabupaten Pidie empat gelombang, Bireuen dan Aceh Timur masing-masing satu gelombang, Kota Sabang dua dan terakhir di Aceh Besar satu gelombang. (Yan)

Baca Juga:

Tulisan Terkait

Bagikan Tulisan

Berita Terbaru

Newsletter

Subscribe to stay updated.