Bencana Hidrologi yang terjadi sejak 2022 hingga Febuari 2023 salah satuunya disebabkan oleh berkurangnya tutupan hutan yang ada di Aceh sejak tahun 2015 hingga saat ini. hal tersebut dikatakan Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA, Lukmanul Hakim pada kegiatan diskusi bertajuk “Deforestasi dan Bencana Hidrologi di Aceh”yang berlangsung di sekolah MJC AJI Banda Aceh Senin, 13 Februari 2023.
Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA, Lukmanul Hakim, mengatakan kegiatan ini untuk melihat kondisi hutan Aceh. Mulai dari 2015 hingga sekarang.
Dalam catatan HAKA, sepanjang 2022, Aceh kehilangan tutupan hutan sebesar 9.383 hektare dari luas tutupan hutan Aceh 2022 lebih kurang 2,96 juta hektar. Data ini sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Namun secara spesifik data yang dimiliki HAkA berbeda dengan KLHK,” sebut Lukman.
Lukman menyebutkan, tahun ini daerah paling banyak kehilangan tutupan hutan di Aceh Selatan. “Jumlahnya sekitar 1.800san hektar,” ujarnya.
Namun, kata Lukman, secara rata-rata jumlah kehilang tutupan di Aceh menurun. Dia mengatakan, kehilangan tutupan di Aceh dikarenakan adanya konversi dari hutan ke pertambangan, perkebunan, dan lainnya.
Khusus pertambangan itu, kata dia, HAkA memantau di tahun 2022 ada indikasi pertambangan di sebelah barat Aceh yakni di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat.
“Dari satelit kita bisa melihat dengan jelas perkembangan kerusakan hutan di sepanjang sungai Seunagan dan Meureubo,” sebutnya.
Sementara itu, Koordinator Observasi Stasiun Metereologi, Klimatologi dan Geofisika Blang Bintang, Aceh Besar, Khairul Akbar, mengatakan bencana sangat pengaruh dengan aspek meteorologi. Seperti munculnya anomali.
Menurut Khairul, frekuensi bencana di Aceh semakin meningkat. Berdasarakan data-data yang ada dari badan penanggulangan bencana, kata dia, menyebutkan bencana semakin sering terjadi.
“ini adalah Bulan-bulan yang harusnya sudah masuk ke musim kemarau seperti sekarang, Januari Februari, tapi kita masih diwarnai bencana-bencana hidrologi,” kata dia.
Khairul mengatakan, BMKG tidak dapat memprediksi bencana alam kapan terjadi. Bahkan anomali cuaca pun sering berubah.
“BMKG hanya melihat dari aspek metereologi untuk melihat potensi-potensi bencana tadi,” sebut Khairul.*
Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat sepanjang tahun 2022 Aceh kehilangan tutupan hutan sebesar 9.383 hektar dari luas tutupan hutan Aceh 2022 lebih kurang 2,96 juta hektar.
“Kondisi terbaru di tahun 2022 dari data Haka sendiri, kita memantau ada sekitar 9.383 hektar yang hilang selama satu tahun di Aceh,” kata Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA, Lukmanul Hakim di Banda Aceh, Senin, 13 Februari 2023.
Lukman menjelaskan, Yayasan HAkA turut memantau kondisi hutan di Aceh sejak 2015. Dari data KLHK, sejak tahun 90 sampai 2020 atau sepanjang 30 tahun, Aceh telah kegilangan hutan atau telah terjadi deforestasi lebih dari 660 ribu hektar.
“Itu setara dengan sembilan kali negara Singapura,” katanya.
Dia mengatakan, tutupan hutan Aceh di 2022 sebanyak 9.383 hektar itu termasuk 4.600san hektar di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan sedikit lebih besar diluar KEL.
“Kabupaten/kota yang paling menyumbang kehilangan tutupan hutan paling besar itu Aceh Selatan, sekitar 1.800san hektar,” ujarnya.
Lukman menyebutkan, penyebab terjadi kerusakan hutan itu umumnya kegiatan yang terindikasi sebagai perambahan, ilegal logging, konversi hutan ke kebun dan pertambangan.
Khusus pertambangan itu, kata dia, HAkA memantau di tahun 2022 ada indikasi pertambangan di sebelah barat Aceh yakni di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat.
“Dari satelit kita bisa melihat dengan jelas perkembangan kerusakan hutan di sepanjang sungai Seunagan dan Meureubo,” sebutnya.
Menurutnya, data KLHK dan Yayasan HAkA, secara spesifik berbeda, angka-angkanya pasti berbeda. Tapi secara rangkuman itu trendnya menunjukkan penurunan.
“Dari tahun 2015 ke 2022 data KLHK maupun data HAkA itu trendnya menurun. Kita lihat dari pantauan satelit itu menurun,” kata Lukmanul Hakim.